DARA | JAKARTA – Gerakan Rompi Kuning mencuat akhir Oktober lalu. Aksi protes terhadap pengumuman kenaikan pajak bahan bakar. Namun, kemudian gerakan ini menjadi gerakan politis melawan Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Emmanuel Macron dianggap selain arogan juga hanya ramah terhadap orang kaya seolah tidak pernah merasakan kesulitan yang dialami rakyat yang tinggal di pelosok.
Rompi warna kuning yang dikenakan pendemo sebagai wujud setiakawan terhadap pekerja kecil dan rakyat jelata. Pendemo memblokir jalan dan depot bahan bakar sejak hari pertama menggelar aksi demo, 17 November lalu. Bahkan, aksi blokade massa, sehingga menimbulkan kemacetan lalu lintas dan menimbulkan kelangkaan bahan bakar.
Sisi lain, pendemo menuntut Emmanuel Macron untuk mundur dari jabatannya sebagai presiden. Mereka kecewa karena keputusan Macron menghapus pajak kesejahteraan bagi orang kaya. Ada juga yang menuntut kenaikan upah minimum dan uang pensiun.
Faksi sayap kanan, Marine le Pen hingga sayap kiri, Jean-Luc Melenchon tertarik dengan aksi demo rompi kuning itu. Bahkan, didukung sebagian besar masyarakat, meski telah menimbulkan kerusuhan di ibu kota Paris, pekan lalu. Berdasarkan jajak pendapat lembaga Ifop-Fiducial terakhir, 70 hingga 80 persen responden mendukung aksi demo tersebut dan popularitas Macron anjlok menjadi 23 persen.***
Editor: denkur