Sejumlah desa di Kabupaten Bandung Barat dipusingkan dengan Surat Edaran dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi RI bernomor 52294/H.M 01.03/ VIII/ 2020 tentang Gerakan Setengah Miliar Masker untuk Desa.
DARA | BANDUNG – Dalam surat tersebut para kepala desa diwajibkan melakukan pengadaan masker kain yang bisa dicuci, sebanyak empat buah/ warga.
Disebutkan pula dalam surat itu, anggaran penyediaan masker bersumber dari Dana Desa (DD) 2 buah, swadaya masyarakat 2 buah.
Pejabat Sementara (Pjs) Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Bandung Barat, Darya Sugangga meminta agar kebijakan tersebut dipertimbangkan lagi. Pasalnya, sumber dana dari DD tahap 1 telah habis dipergunakan, diantaranya untuk penanganan Covid-19.
“Terus terang saja kita kebingungan, darimana sumber anggarannya. Kalau DD tahap 1 sudah nggak ada, habis,” ujar Darya, saat ditemui di Aula HBS Cimareme, Kamis (6/8/2020).
Menggunakan DD tahap 2, tidak memungkinkan karena itu hasil keputusan Musyawarah Desa (Musdes). Tentunya jika ada perubahan penggunaan anggarannya harus melalui pembahasan lagi.
Para kades tentunya akan terbebani juga apabila program pembangunan yang dibahas dalam Musdes tersebut, tiba-tiba diubah.
Masyarakat akan mempertanyakan realisasi program pembangunan, sesuai hasil Musdes.
“Kita bukan menolak. Kalau ada anggarannya, kita juga siap. Walapun jauh sebelum ada kebijakan itu, desa juga sudah membagi-bagikan masker pada masyarakat,” tegas Darya.
Jika yang ditekankan dalam masker harus menggunakan logo HUT RI, Darya balas bertanya: “Mohon maaf, manfaatnya buat apa ya? Karena kami sudah menyediakan masker itu, walaupun tidak berlogo,” ujarnya.
Menurutnya, hasil sharing dengan para kades, mereka rata-rata menyatakan keberatan terkait kebijakan menyediakan masker itu.
Kepala Desa Tani Mulya Kecamatan Ngamprah Lili Suhaeli menambahkan, salah satu faktor desa tidak bisa menerima kebijakan Kemendes itu karena menyangkut biaya.
“Warga Tani Mulya seluruhnya sekitar 37.000 jiwa. Kalau dikalikan 2 masker, kemudian dikalikan Rp5.000 harga per masker, berapa biaya yang dibutuhkan?” ujarnya.
Sedangkan hingga kini kondisi keuangan desa dalam keadaan kembang kempis. Anggaran itu telah dipergunakan untuk penanganan Covid-19 berupa Bantuan Tunai Langsung (BLT), pengadaan sarana dan prasarananya seperti masker, alat pelindung diri (APD), disinfektan dan lain-lainnya.
Kades Mekar Jaya Kecamatan Cikalongwetan Obar Sobarna malah balik bertanya. “Darimana uangnya. Kalau ada uang sih, nggak apa-apa, kita bisa bagiin ke masyarakat. Kalau andalkan desa, kita justru sedang morat-marit,” kata Obar.
Kepala Bidang Penataan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Desa, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) KBB Rambey Solihin mengatakan, pihaknya belum bisa banyak bicara terkait penolakan para kades tersebut.
“Saya harus koordinasi dulu dengan pimpinan dan sharing juga dengan daerah lainnya. Saya nunggu perintah pimpinan,” singkatnya.***
Editor: denkur