Jika Anda membuka google pencarian hari ini, maka Anda akan langsung melihat wajah sesosok perempuan. Siapakah dia? Ini profilnya.
DARA – Dia adalah Roehana Koedoes. Sesosok perempuan yang baru tahun 2019 diberi gelar oleh Presiden Jokowi sebagai pahlawan nasional.
Roehana lahir di Koto Gadang, Sumatra Barat, 20 Desember 1804. Dia adalah wartawan perempuan pertama di Indonesia yang memulai karier pada 1911.
Roehana juga mendirikan sekolah pertama di Indonesia di kota kelahirannya.
Seperti dilansir suara.com dari SultraKini.com, Senin (8/11/2021), Roehana Koeddoes mengembangkan kecintaan membaca lewat berbagai halaman-halaman surat kabar lokal pada usia tujuh tahun.
Roehana adalah seorang perempuan yang mempunyai komitmen yang kuat pada pendidikan. Terutama untuk kaum perempuan. Pada zamannya Roehana termasuk salah satu dari segelintir perempuan yang percaya bahwa diskriminasi terhadap perempuan, kesempatan untuk mendapat pendidikan adalah tindakan semena-semena, dan harus dilawan.
Dengan kecerdasan, keberanian, pengorbanan serta perjuangannya Roehana melawan ketidakadilan untuk perubahan nasib kaum perempuan.
Apalagi Roehana tumbuh di era dan lingkungan yang tidak mendukung perempuan berpendidikan, baik formal maupun informal, Roehana rupanya menjadi pendobrak nilai-nilai yang mengekang perempuan pada masa itu. Terutama dari sisi pendidikan dan akses pekerjaan.
Ayahnya seorang Kepala Jaksa di Pemerintahan Hindia-Belanda, bernama Moehamad Rasjad Maharadja Soetan, saudara sebapak dengan Sutan Sjahrir. Dan ibunya bernama Kiam. Dari latar belakang ayahnya yang berpendidikan, tak heran Roehana tumbuh sebagai wanita yang cerdas
Keinginan dan semangat belajarnya yang tinggi membuat Roehana cepat menguasai materi yang diajarkan ayahnya Di umurnya yang masih lima tahun saja, Roehana sudah bisa menulis dan membaca, dan juga dapat memahami abjad latin, arab, dan arab melayu. Tak hanya itu, ia fasih berbahasa belanda kala usianya masih delapan tahun.
Saat ayahnya ditugaskan ke Alahan Panjang, Roehana belajar menyulam, menjahit, merenda, dan merajut yang merupakan keahlian perempuan Belanda. ia banyak membaca majalah terbitan Belanda yang memuat berbagai berita politik, gaya hidup, dan pendidikan di Eropa yang sangat digemari Roehana.
Saat Belanda meningkatkan tekanan dan serangannya pada kaum pribumi, Roehana turut membantu pergerakan politik dengan tulisannya yang membakar semangat juang para pemuda.
Roehana wafat pada 17 Agustus 1972 itu mengabdikan dirinya kepada bangsa dan negara, serta menjadi kebanggaan bagi kaum hawa yang diperjuangkannya. ketika merantau ke Lubuk Pakam dan Medan, dia mengajar dan memimpin surat kabar Perempuan Bergerak.
Setelah kembali ke Padang, ia menjadi redaktur surat kabar Radio yang diterbitkan Tionghoa-Melayu di Padang dan surat kabar Cahaya Sumatra.
Roehana Koeddoes menghabiskan 88 tahun umurnya dengan beragam kegiatan yang berorientasi pada pendidikan, jurnalistik, bisnis, bahkan politik.
Roehana juga menciptakan berbagai tulisan yang mengabadikan keresahannya atas nasib perempuan kala itu. Ia ingin wanita mendapatkan pendidikan dan penghargaan yang pantas untuk mereka. Dirinya sangat tahu bahwa sampai akhir hayat seorang wanita tak akan sama dengan lelaki walaupun memiliki tugas dan kewajiban yang sama. Ia berharap penetapan fungsi wanita di masyarakat sesuai dengan kodrat wanita yang ditetapkan oleh Tuhan.
Selama hidupnya ia menerima penghargaan sebagai Wartawati Pertama Indonesia (1974), pada Hari Pers Nasional ke-3, 9 Februari 1987, Menteri Penerangan Harmoko menganugerahinya sebagai Perintis Pers Indonesia. Dan pada tanggal 6 November 2007 pemerintah Indonesia menganugerahkan Bintang Jasa Utama.***
Editor: denkur | Sumber: suara.com