Goyang Mamarung karya cipta seniman kahot, Mas Nanu Munajar menggetarkan Pesta Rakyat Kuwera Bakti Sabilulungan, di Bale Rame Soreang, hari ini Minggu 16 Agustus 2020.
DARA | BANDUNG – Ratusan penari dari 75 sanggar berlenggak lenggok meriahkan peringatan Hari Tari sedunia itu. Tarian kolosal itu tampil melalui virtual, hasil racikan Mas Nanu Muda, seniman yang “kawentar” di tatar Sunda.
Tarian Goyang Mamarung kata Mas Nanu Muda, sudah dipersipkan dalam rangka hari tari sedunia atau world dance day, 12 April 2020. Namun, karena ada pandemi Covid-19, penyelenggaraannya diundur ke bulan Agustus pada Pesta Rakyat Kuwera Bakti Sabilulungan di Kabupaten Bandung.
Tari Goyang Mamarung ini, lanjut Bah Nanu mengambil dari nama gerakan pinggul yang senantiasa ditampilkan oleh ronggeng pada pertunjukan kesenian Ketuk Tilu, yaitu yang disebut goyang.
Pada pertunjukan tari pergaulan Ketuk Tilu kehadiran ronggeng dengan goyangannya sekait dengan erotis bukanlah semata mengeksploitasi kepentingan seksualitas tetapi secara implisit mengandung nilai filosofis yakni nilai kesuburan.
“Lewat penampilannya ronggeng menari dan sambil mengeksploitasi gerak-gerak erotik seperti goyang pinggul: geol, gitek, goyang dan lain sebagainya. Hal ini merupakan unsur seks yang besar, karena unsur seks itulah yang tersirat asal dari upacara ‘kesuburan padi,” ujar Bah Nanu seperti dikutip dara.co.id dari dejurnal.
Lebih lanjut Bah Nanu mengungkapkan, tari ronggeng ketuk tilu selalu identik dengan gerak-gerak erotis, kiranya apa yang terakumulasi dalam gerakan tersebut bukanlah sesuatu yang dianggap rendah, murah atau jelek. Akan tetapi gerakan tersebut pemaknaannya lebih mendalam sebagai lambang kesuburan.
Sedangkan kata goyang, menurut Bah Nanu dijadikan judul tarian ini, adalah untuk memberikan gambaran bahwa dalam kehidupan dan perkembangan tari Ketuk Tilu, Doger, Ronggeng Amen, Ronggeng Ketuk, Tayub, hingga Bajidoran dan bahkan Jaipong gerak goyang pinggul telah mewarnai sensasi pertunjukan tari pergaulan dan pertunjukan rakyat di daerah tatar Sunda (Jawa Barat).
Menurut Bah Nanu, kata Mamarung mengambil istilah dari Ketuk Tilu yang artinya ngamimitian” atau memulai. Atau “Marung”, artinya sama-sama bertemu.
“Jadi sajian tari Goyang Mamarung yang diusung 50 penari ini dan 71 sanggar di Jabar dan DKI Jakarta adalah mempertemukan berbagai kalangan penari dari daerah kota/Kabupaten Jawa Barat maupun dari luar provinsi. Mengusung tarian ini dalam suasana semangat, ceria, gembira dan terpatri dalam berbagai gerak goyang, dengan diiringi lagu Terembel, Sinyur, dan Siuh,” tutur Mas Nanu.
Pada kesempatan itu akan ditampilkan pula tari Rigig Bandung Edun. Menurut Bah Nanu tarian ini akan dijadikan tarian khas Kabupaten Bandung.
“Tarian ini mencoba menggali memadukan lagu Yao-Yao dari kesenian tradisi Gemyung dengan Dipapag-Papag dan Ketuk Tilu (kabupaten Bandung) serta Kiliningan Bajidoran merupakan potensi kearifan budaya lokal yang dikolaborasikan dengan tepak kendang kreasi baru saat ini,” ujarnya.***
Editor: denkur