Banyak istri minta cerai. Menanti status calon janda. Umumnya karena kekurangan ekonomi. Usia penggugat rata-rata 30 tahun. Itu yang terjadi di Kabupaten Bandung hingga saat ini.
DARA | BANDUNG – Paras lusuh perempuan muda, duduk lesu di ruang tunggu Pengadilan Agama Soreang, Kabupaten Bandung. Kaum lelaki pun berjajar di sana, menunggu panggilan digugat cerai.
Jumlahnya bisa sampai puluhan, dan begitu situasinya tiap hari. Ini mengisyaratkan kasus perceraian masih jadi fenomena yang terjadi di kehidupan pasangan suami istri, khususnya di Kabupaten Bandung.
Haris Setiawan, Kasubag Umum dan Keuangan Pengadilan Agama Soreang, mengatakan, penggugat cerai selama ini memang didominasi kaum perempuan. Alasannya kebanyakan seputar kekurangan ekonomi. Sedangkan jika dilihat dari usia, rata-rata 30 tahun.
“Paling banyak domisili pasutri yang mengajukan gugat cerai adalah di kawasan pabrik,” ujar Haris Setiawan.
Haris mengatakan, biasanya yang mengajukan cerai itu diarahkan dulu oleh petugas bantuan hukum sesuai dengan ketentuan perkara perceraian atau perjanjian talak dari seorang laki laki. Pasalnya, Pengadilan Agama berfungsi sebagai menyelesasikan, bukan memisahkan, jadi ada upaya mediasi dulu.
Mahkamah Agung, kata Haris, memiliki prinsip pada proses persidangan itu murah, mudah, dan cepat. Namun, yang menjadi kendala adalah kurangnya SDM dan jumlah volume perkaranya banyak.
Dijelaskan Haris, jumlah hakim di Pengadilan Agama Soreang itu 13 orang, termasuk ketua dan wakil. “Biasanya satu hari melayani tiga majelis antara sidang satu, sidang dua, dan sidang ketiga. Rata-rata dalam satu hari di satu majelis menyelesaikan 40 perkara,” ujar Haris.***
Wartawan (Job); Adinda Rohimah – Dela Fatimah Azzahra | Editor: denkur