Guru Besar Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran, Muradi menilai, wacana komponen cadangan yang digulirkan pemerintah harus dipikirkan dengan matang, sehingga tidak berdampak beban baru bagi negara.
DARA | BANDUNG – Saat mengusulkan program pemerintah mesti memiliki basis yang jelas, seperti infrastruktur. Kalau tidak, Muradi melihat hal tersebut akan membebani kas negara.
“Bayangkan kalau orang dilatih menjadi komponen cadangan, daftar kemudian diangkat, lalu nggak bisa ngapa-ngapain. Kalau komponen cadangan serius diadakan, harus ada pengurangan untuk organik,” ujar Muradi usai webinar Bela Negara, Komponen Cadangan, dan Ancaman Keamanan Nasional, Senin (31/8/2020).
Muradi menuturkan, pengurangan organik harus dilakukan pemerintah, meski secara bertahap. Ini supaya ada keseimbangan antara komponen cadangan dengan organik yang ada. Selain itu, pemerintah harus merekrut komponen cadangan, yang mempunyai keahlian. Jangan sampai ketika diterima, komponen cadangan hanya menjadi beban.
“Normatifnya, nanti kita mempunyai orang-orang yang dapat menyokong pekerjaan yang tidak bisa dikerjakan oleh organik. Hari ini tidak cukup klir penyampaian mengenai komponen cadangan. Apalagi harus ada yang dibayarkan oleh negara, seperti asuransi dan lainnya. Harus klir, kalau mau komponen cadangan cari yang skillfull,” cetusnya.
Dia pun menekankan, mesti ada konsep yang jelas antara komponen cadangan maupun wajib militer bagi mahasiswa. Muradi mengungkap, saat ini ada persepsi yang berbeda mengenai komponen cadangan di mata masyarakat umum.
“Ada penyampaian yang tidak sama antara pejabat yang menyampaikannya. Apakah sebagai ekstrakulikuler atau sebagai mata kuliah wajib atau sebagai apa,” sahutnya.
Sedangkan mengenai urgentsi adanya komponen cadangan, Muradi berpandangan, Indonesia saat ini tidak mendapat ancaman yang sangat berarti dari negara-negara di sekitar kawasan. Berbeda dengan Korea Selatan, yang mengadakan wajib militer bagi warganya, lantaran cukup was-was dengan negara yang mengapitnya, seperti China maupun Korea Utara.
“Kalau kita ancamannya normatif. Kalau sudah normatif, lalu mau diapakan komponen cadangan ini nantinya. Maka itu, harus dijelaskan secara spesifik fungsi komponen cadangan ini agar tidak membebani keuangan negara kedepannya,” papar dia.
Oleh karena itu, dirinya mendorong pemerintah untuk menyiapkan dengan baik bila memang serius menggulirkan program ini. Pemerintah harus melihat kebutuhan tenaga yang akan direkrut sebagai komponen cadangan.
“Misalnya mau merekrut 5.000, berarti yang organik harus dikurangi minimal setengahnya. Mungkin bisa ditawarkan untuk pensiun dini. Karena di negara-negara maju, kalau akan merekrut komponen cadangan akan mengurangi organik. Tidak bisa organik dan cadangan berjalan bersama, kecuali kalau berada dalam kondisi terancam,” pungkasnya.***
Editor: denkur