“Ketimpangan ini tentu menimbulkan polemik baru, jika siswa yang pintar (baca berkualitas) tidak berkesempatan untuk sekolah favorit tersebut,” tandasnya.
DARA – Guru di SMAS Darul Hikmah Bojongsoang Bandung, Ayi Setiadi menyatakan, kebijakan zonasi yang diterapkan sejak tahun 2016 menjadi pendekatan untuk mewujudkan pemerataan akses pada layanan dan kualitas pendidikan.
“Khususnya dalam sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB) di tingkat SMA dan SMK. Hal ini sesuai Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 51 Tahun 2018,” kata Ayi kepada wartawan di Ciparay Kabupaten Bandung, Senin (30/5/2022).
Melalui sistem zonasi ini, imbuhnya, pemerintah berharap melakukan reformasi sekolah secara menyeluruh. Zonasi merupakan salah satu strategi percepatan pemerataan pendidikan yang berkualitas.
“Satuan pendidikan lebih mengutamakan peserta didik baru yang merupakan warga paling dekat dengan sekolah yang dituju. Dalam Permendikbud tersebut dinyatakan bahwa 90 % kuota siswa di sekolah dialokasikan bagi siswa yang berada dalam satu zona yang sama,” tutur Ayi.
Dikatakannya, jalur akademik zonasi jenjang SMA Negeri adalah jalur dengan proses PPDB dengan menggunakan sistem zonasi yang meliputi zonasi jarak, zonasi keluarga ekonomi tidak mampu, zonasi anak guru, zonasi disabilitas pada sekolah yang menyelenggarakan layanan inklusif, zonasi kebakatan olahraga dan prestasi khusus.
“Kriteria utamanya adalah zonasi jarak berupa total jumlah skor jarak tempat tinggal ke sekolah 60% ditambah skor total nilai hasil Ujian Nasional 40%. Sedangkan jalur zonasi jenjang SMK Negeri adalah jalur dengan proses PPDB tidak menggunakan sistem zonasi jarak. Kriteria utama berupa total skor nilai hasil Ujian Nasional bagi calon peserta didik SMK,” tuturnya.
Sistem zonasi pada PPDB yang diberlakukan Kemendikbud, kata Ayi, sejatinya adalah kebijakan yang memberlakukan tes seleksi penerimaan siswa baru berdasarkan zona area tempat tinggal, usia peserta didik, hasil nilai ujian, dan prestasi akademik dan non akademik.
“Selain itu, kebijakan ini juga memberikan ruang yang luas bagi para siswa berprestasi dari keluarga yang tidak mampu untuk dapat merasakan fasilitas pendidikan yang adil dan merata,” jelasnya.
Karena sistem zonasi, kata dia, orang tua akan memasukkan anaknya ke sekolah yang paling dekat. Di situ akhirnya ada persaingan yang lebih sengit. Permasalahan utama adalah anak kurang pintar tidak akan bisa masuk sekolah yang terbaik dan harus menempuh pendidikan di sekolah gurem dan terpinggirkan.
Sementara itu biasanya sekolah favorit/unggulan berada di pusat-pusat kota. Persoalan kembali muncul karena yang akan masuk ke sekolah unggul tersebut adalah siswa yang orang tuanya tinggal di sekitar sekolah tersebut.
“Ketimpangan ini tentu menimbulkan polemik baru, jika siswa yang pintar (baca berkualitas) tidak berkesempatan untuk sekolah favorit tersebut,” tandasnya.
Harapan dan Kenyataan
Menurutnya, aturan sistem zonasi penerimaan peserta didik baru (PPDB) 2022 ada yang berbeda dibanding tahun lalu. Merujuk Permendikbud Nomor 51 tahun 2018 tentang PPDB pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
“Berbagai persoalan pun muncul misalnya sistem zonasi menyebabkan adanya calon siswa yang tak terakomodasi, sehingga tak bisa mendaftar di sekolah mana pun. Di sisi lain masih ada sekolah kekurangan siswa. Terutama akibat belum meratanya fasilitas pendidikan di suatu daerah. Ada di satu wilayah kecamatan yang memiliki lebih dari tiga sekolah negeri. Namun ada juga yang hanya punya satu sekolah negeri,” urai Ayi.
Disebutkan Ayi, jika acuannya jarak, bisa saja ada calon siswa yang tak bisa sekolah karena daya tampung terbatas.
“Itu jika dalam satu wilayah hanya ada satu atau dua sekolah. Persoalan lain jika jarak rumah calon siswa yang berdomisili di desa di luar zonasi sekolah justru lebih dekat. Dibanding dengan calon siswa yang tinggal di desa yang sama (satu zonasi) dengan sekolah tujuan. Penambahan poin juga bisa menimbulkan permasalahan,” ungkapnya.
Dikatakan Ayi, Inspektur Jenderal Kemendikbud mengemukakan bahwa sistem zonasi menempati posisi teratas dalam daftar aduan-aduan yang dikirim masyarakat ke Kemendikbud. Dari 240 aspirasi yang diterima, 170 di antaranya terkait masalah PPDB yang dilandaskan pada sistem zonasi.
Oleh karena itu, lanjut dia, dengan diberlakukannya sistem zonasi ini berharap pemerataan kualitas pendidikan, juga mengurangi tajamnya jurang pemisah antara sekolah mewah, maju, favorit dan sebaliknya.
“Selain itu, diharapkan semua dapat merasakan pendidikan secara merata dan tidak dibedakan antara yang kaya dan miskin. Juga tidak membedakan antara yang berprestasi dengan yang kurang berprestasi, semua bisa belajar menggali potensi dan kemampuan menyongsong masa depan berbekal pendidikan,” katanya.
“Kita berharap adanya evaluasi untuk memantau sejauh mana tingkat efektivitas penerapan sistem zonasi tersebut. Agar tidak merugikan peserta didik, perlunya masukan dari pelaku di daerah agar dapat merivisi kebijakan sesuai dengan kebutuhan di lapangan, dan mengusulkan perbaikan mekanisme zonasi PPDB. Dengan harapan mengevalusi sistem tersebut dapat meningkatkan mutu pendidikan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional,” pungkasnya.
Editor: Maji