DARA | BANDUNG – Meski termasuk daftar penghasil teh terbesar di dunia, tingkat konsumsi Indonesia masih rendah. Hingga kini tingkat konsumsi teh di negara ini masih 342-350 gram/kapita per tahun. Sedangkan di dunia mencapai 700 gram/kapita per tahun.
Menurut Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat, Dody Firman Nugraha, produksi teh nasional sebagian besra dihasilkan dari Jawa Barat. Ia mencatat lebih dari 80 persen produksi teh nasional dihasilkan dari daerah ini.
“Sehingga teh dijadikan komoditas unggulan di Jawa Barat,” katanya, pada West Java Bandung Tea Festival ke-16 tahun 2019 di lapangan parkir barat, Gedung Sate, Kota Bandung, Jumat(2/8/2019).
Perkebunan teh yang tersebar di wilayah pegunungan Jawa Barat, lanjut dia, menjadi sumber mata pencaharian bagi lebih dari 1.000.000 orang penduduk daerah ini. Selain itu, nuansa alam perkebunan teh sangat potensial untuk dapat dikembangkan sebagai alternatif tempat wisata.
Ia menuturkan luas kebun teh di Jawa Barat terdiri atas 44.253 hektar perkebunan rakyat, 20.949 hektar perkebunan besar swasta ( PBS ), dan 19.618 hektar perkebunan besar negara (PBN). Sehingga, produksi teh di Jawa Barat cukup besar dengan bermacam varietas.
Sestival ini, menurut dia, merupakan salah satu upaya meningkatkan konsumsi teh di kalangan masyarakat, media promosi, dan sosialisasi serta edukasi.Festival ini diikuti diikuti 14 daerah penghasil teh di Jawa barat, yakni Bogor, Garut, Subang, Purwakarta,dan Sukabumi.
Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, saat membuka acara ini, menyebutkan, ajang ini dijadikan tempat menyatukan konsep,jika teh bangkit kembali seperti era kejayaan dulu.Dalam Kesempatan itu, ia menyarankan para peserta pameran dan stakeholder untuk melakukan berbagai langkah untuk mempopulerkan lagi teh sebagai minuman favorit yang digemari masyarakat seperti kopi.
Konsep yang tawarkan, anatara lain membuat brand teh yang disukai masyarakat lokal dan dunia, disesuaikan dengan daerahnya. “Selain itu, juga memperluas marketing dan melakukan riset produk olahan melalui inovasi dan kolaborasi.”***
Editor: Ayi Kusmawan