DARA — Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis pertalite dan solar berpengaruh terhadap keberlangsung petani tembakau. Karena itu kenaikan BBBM dikeluhkan ratusan petani tembakau di Kabupaten Bandung Barat (KBB).
Dedi Sutarya (40), petani asal RT 01 RW 09 Desa Cimanggu, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat (KBB) menyebutkan hingga kini, harga tembakau gelondongan di pasaran untuk satu lempeng masih berkisar antara Rp35.000-Rp5.0.000/ kg.
Sedangkan, biaya transportasi untuk menjual barang mengalami kenaikan yang cukup tinggi.
“Mau kita naikkan harganya (tembakau), nggak bisa. Karena konsumennya juga kadang masih di sekitar lingkungan kita. Kadang kita jual dengan harga damai saja,” ujarnya, saat ditemui di Cisarua, Selasa (13/9/2022).
Sama halnya dengan Dedi, petani lainnya Lalan (40) mengeluhkan dampak dari kenaikan BBM tersebut, yang berpengaruh cukup besar terhadap petani tembakau.
Selain biaya transportasi angkutan barang naik, dikhawatirkan bakal diikuti oleh harga pangan lainnya
Sementara, untuk menaikan harga pada konsumen bukan hal gampang. Terlebih, hasil panen tembakau yang dijual selama ini belum diolah dengan kemasan legal.
“Harganya juga masih murah karena kita jual, hanya berbentuk hasil dirajang. Kalau sudah dikemas mah beda lagi harganya jauh lebih mahal,” ungkapnya.
Humas Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) KBB, Yana Iryana (60) menyebutkan, KBB termasuk salah satu daerah yang cukup potensial dengan pertanian tembakau.
Anggota APTI yang berada di KBB tersebar secara berkelompok di enam kecamatan seperti Kecamatan Cililin, Cipongkor, Gununghalu, Ngamprah, Rongga dan Sindangkerta.
Terkait dampak kenaikan BBM, Yana membenarkan banyak dikeluhkan oleh para petani tembakau. “Ya itu tadi, harga tembakau masih tetap, tapi biaya transportasi untuk angkut barang naik, otomatis dampaknya kerasa banget,” pria yang akrab dipanggil Abah ini.