Ketidakseimbangan antara suplai dengan demand dinilai menjadi faktor penyebab kenaikan harga cabai di pasaran. Begini penjelasannya.
DARA – Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Bandung, Marlan mengatakan, jika kebutuhan banyak tapi ketersediaan stoknya tidak memenuhi maka pasti akan terjadi kenaikan harga.
Kata Marlan, biasanya kenaikan harga cabai itu terjadi saat hari raya idul fitri atau saat banyak gelaran acara seperti pernikahan.
“Kita di disperindag akan melihat faktor yang membuat terjadinya kenaikan harga yang signifikan, termasuk harga ayam juga lumayan sampai Rp42 ribu, itu kan juga hal-hal yang harus dicermati,” ujar Marlan saat ditemui di Soreang, Selasa (12/1/2021).
Agar dapat mengatasi masalah supply dan demand, maka harus ada kebijakan kalender petani. Jadi, lanjut Marlan, kedepannya harus ada pemahaman yang diberikan kepada petani. Misalnya, berkaitan dengan langkah-langkah dalam menjalankan pola tani modern.
Marlan menekankan pentingnya penyesuaian data antara pola tanam dengan kebutuhan masyarakat.
“Sekarang kan sering tuh, tiba-tiba mereka tanam tomat secara masal, tapi begitu panen harganya anjlok, akhirnya kan dibuang. Kentang juga sama, pada saat kita panen raya, daerah Dieng juga sama panen raya dimana harganya itu jauh lebih murah daripada kita, akibatnya terjadi penurunan harga yang signifikan, akhirnya para petani lebih baik kentang ini buang daripada di jual karena harganya sangat murah,” tutur Marlan.
Di luar negeri, kegiatan pertanian diproteksi oleh pemerintah. Hal tersebut agar bisa menjaga stabilitas harga dan mencegah kegiatan bandar liar. Informasi secara berkala terkait kebutuhan masyarakat juga harus disampaikan kepada petani, sehingga petani bisa secara kontinue menanam sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
“Hal-hal ini yang harus mulai di lakukan pembenahan. Kasihan petani ini kan selalu menjadi objek penderita,” katanya.
Dengan kekayaan alam yang ada, seharusnya Kabupaten Bandung bisa menjadi produsen. Namun, kenyataan justru menjadi konsumen.
Marlan mencontohkan, kentang hasil petani Kabupaten Bandung dijual ke luar daerah, tapi kentang dari daerah lain bisa masuk ke Kabupaten Bandung dengan harga yang timpang.
“Termasuk beras ciherang, itu kan termasuk berkualitas, tetapi dibawa keluar. Kemudian, kita belinya diluar dengan kualitas yang tidak bagus,” ungkap Marlan.
Marlan juga mengatakan, yang juga harus terus ditingkatkan adalah jalinan sinergisitas antara dinas terkait.
Disperindag Kabupaten Bandung dan Dinas Pangan memiliki peran dalam mengetahui harga kebutuhan di pasaran. Sedangkan dinas pertanian menyediakan bahan kebutuhannya.
“Pertanian jadi tahu apa sih yang dibutuhkan masyarakat, kemudian harganya berapa gitu, kan yang sering memantau harga itu disperindag dengan dispakan, sehingga petani kita betul-betul jadi sejahtera, jangan objek penderita terus. Dimana setiap ada gejolak harga dan yang lainnya, mereka tidak pernah menikmati. Saya yakin petani cabainya tidak akan menikmati itu, bandar yang menikmatinya,” pungkas Marlan.
Berdasarkan data yang diperoleh Disperindag Kabupaten Bandung, harga cabai di sejumlah pasar memang mengalami kenaikan.
Misalnya di Pasar Soreang ada kenaikan cabai rawit hijau sebesar Rp5 ribu yaitu dari Rp60.000 menjadi Rp65.000 per kilogram. Harga cabai rawit merah Rp80.000-Rp90.000 perkilogram.
Kemudian di Pasar Ciwidey, cabai rawit hijau mengalami kenaikan harga dari Rp24.000 menjadi Rp90.000 per kilogram, dan juga cabai rawit keriting dari Rp44.000 menjadi Rp48.000 perkilogram. Cabai rawit hijau dari Rp20.000 menjadi Rp65.000 per kilogram.
Kemudian di pasar-pasar lainnya, seperti Pasar Sayati harga cabai rawit merah Rp90 ribu, Pasar Baru Majalaya harga cabai rawit merah Rp80 ribu. Pasar Cileunyi harga cabai rawit merah Rp80 ribu.
Ketua Departemen Litbang Teknologi Pertanian KTNA Kabupaten Bandung, Andri Ramadani mengatakan salah satu faktor yang bisa membuat petani sayuran khususnya cabai gagal panen adalah cuaca.
Jika dimusim kemarau, akan kesulitan air sehingga mempengaruhi kegiatan menyiram tanaman. Sementara jika musim hujan, maka jumlah air akan melimpah. Namun, hal tersebut juga tidak baik bagi tanaman karena bisa menimbulkan penyakit.
“Jadi kenapa sekarang berkurang, itu karena banyak sayuran yang busuk, kayak cabai itu sekarang sulit untuk sampai masak sampai merah, karena ada penyakit sehingga sebelum masak sudah kena penyakit dulu jadi busuk, jadi akhirnya di panen masih hijau,” ujar Andri saat dihubungi via telepon, Selasa (12/1).
Adanya fenomena harga cabai yang melonjak adalah sesuatu yang klasik atau sudah berulang-ulang terjadi. Namun, meskipun ada lonjakan harga, tidak semua petani bisa menikmatinya.
Pemerintah, lanjut Andri, harus sudah melakukan antisipasi sejak awal. Misalnya, berapa permintaan dari pasar dan berapa yang harus disiapkan oleh petani. Hal tersebut dilakukan agar tidak ada kelebihan atau kekurangan stok.
“Saat musim hujan harus tanam apa, kalau ada penyakit bagaimana mengatasinya. Seharusnya, petani hanya tinggal menanam dan mengaplikasikannya. Pola tanamnya harus disesuaikan juga dengan daerah lain. Kalau petani mah tinggal nurut, pemupukannya ini, nanti harganya itu,” ujar Andri.***
Editor: denkur