PBB menyebut, perkawinan anak usia dini salah satu pelanggaran hak anak. Masih terjadi secara masif, namun kerap diabaikan. Simak ulasannya!
DARA | Hari ini, 11 Oktober, Hari Anak Perempuan Internasional (HAPI). Peringatan ini dilakukan untuk mengampanyekan hak-hak anak perempuan, termasuk pelanggaran hak anak untuk tumbuh dan berkembang.
Peringatan HAPI tahui ini mengangkat tema tentang “Perkawinan Anak”.
Dikutip dari suara.com, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut, perkawinan anak di usia dini merupakan salah satu pelanggaran hak anak yang masih terjadi secara masif, namun kerap diabaikan.
Secara global, data UNICEF menyebut ada 12 juta pernikahan anak terjadi tiap tahunnya. Bagaimana dengan Indonesia?
Menurut Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra, ada 95 pengaduan kasus perkawinan anak ke KPAI dalam 8 tahun terakhir.
Perkawinan anak didefinisikan sebagai pernikahan yang terjadi sebelum anak memasuki masa pubertas, dinikahkan dengan orang lain yang lebih tua, atau dengan anak di bawah umur lainnya.
Jasra menyebut faktor ekonomi masih menjadi penyebab utama terjadinya perkawinan anak. Hal ini sejalan dengan analisis yang dilakukan oleh International Center for Research on Women (ICRW), yang menyebut anak perempuan yang berasal dari keluarga miskin, berisiko dua kali lebih besar terjerat dalam perkawinan anak.
“Kenapa orangtua mendorong anak perempuan menikah? Karena agar beban keluarga berkurang,” kata Jasra, seperti dilansir Suara.com, Rabu (9/10/2019).
Faktor sosial budaya juga berperan dalam melanggengkan praktik perkawinan anak. “Faktor budaya masih ada di beberapa daerah, menikahkan usia anak dianggap suatu kebanggaan,” ujarnya.
Selain faktor budaya, kehamilan di luar nikah juga menjadi penyumbang utama kasus-kasus perkawinan anak. Kehamilan yang terjadi di luar nikah membuat orangtua merasa malu, dan memilih menikahkan anak dengan lelaki yang dianggap bertanggung jawab.
Ketika disinggung mengenai jumlah laporan yang sangat sedikit mengenai perkawinan anak ke KPAI, Jasra mengaku banyak praktik perkawinan anak yang tidak tercatat negara.
“Banyak yang menikah siri, mereka menikah secara sah tapi di negara tidak tercatat. Yang tidak tercatat ini yang paling banyak,” ujarnya.***
Editor: denkur/Sumber: suara.com