“Ada beberapa potensi orang tua mencari kualitas, makanya kami tekankan kepada Disdik untuk melakukan pemerataan,” kata Yayat Sumirat.
DARA | BANDUNG – Stigma sekolah favorit atau terbaik dinilai masih melekat di kalangan masyarakat, meski saat ini sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sudah melalui zonasi. Tidak sedikit orang tua yang ingin agar anaknya bisa masuk sekolah unggulan.
Sekretaris Komisi D DPRD Kabupaten Bandung, Yayat Sumirat mengatakan, PPDB zonasi merupakan cara untuk menghindari adanya stigma sekolah favorit yang menyebabkan peminat hanya bertumpuk di sekolah tertentu, sementara sekolah lain kekurangan peminat.
“Ada beberapa potensi orang tua mencari kualitas, makanya kami tekankan kepada Disdik untuk melakukan pemerataan,” kata Yayat saat ditemui di Kantor DPRD Kabupaten Bandungm, Soreang, Selasa (16/6/2020).
Menurut Yayat, pemerataan yang harus dilakukan tidak hanya pada pembangunan infrastruktur, tetapi juga pada penunjang pendidikan lainnya.
“Gurunya juga harus disebar secara merata. Jangan hanya tertumpuk di sekolah tertentu,” katanya.
Jika pembangunan juga tenaga pendidik hanya tertumpuk di sekolah tertentu, maka kata Yayat stigma sekolah favorit atau unggulan masih akan terjadi dan orang tua siswa akan tetap berbondong-bondong ingin menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut.
Selain itu, masalah lain juga terletak pada masih kurang menyebarnya sekolah. Secara umum, daya tampung sekolah masih mencukupi untuk siswa. Namun masih terdapat sejumlah kecamatan yang kekurangan sekolah.
“Kami siap mengawal alokasi anggaran untuk mendirikan sekolah barun di daerah yang masih kekurangan, tinggal Disdik mengajukan,” ungkapnya.
Dengan pola seperti itu, Yayat menambahkan, ke depan tidak akan ada lagi stigma sekolah unggulan yang berpotensi adanya praktik ilegal untuk memaksakan siswa bisa masuk ke sekolah tertentu seperti dengan cara rekomendasi pihak tertentu bahkan gratifikasi.***