Bagi para pedagang, momen lebaran yang paling dinanti-nantikan. Mereka bisa meraup keuntungan, karena “marema” tokonya diserbu pengunjung. Sayangnya, tahun ini disaat Virus Covid-19 menyerang, penjualannya anjlok.
DARA| BANDUNG- Siapa yang tidak kenal dengan Wajit Cililin? Rasanya super legit, cemilan yang terbuat dari beras ketan, kelapa parut dan gula aren ini cocok dimakan dengan sajian teh tawar hangat.
Makanan khas Cililin ini sering diburu pendatang, terutama orang luar kota. Pada saat lebaran, Wajit Cililin bisa dijadikan oleh-oleh yang cukup mengesankan.
Bagi para pedagang, lebaran merupakan momen yang paling dinanti-nantikan. Mereka bisa meraup keuntungan, karena “marema” tokonya diserbu pengunjung.
Sayangnya, tahun ini disaat Virus Covid-19 menyerang, penjualannya anjlok. “Biasanya, beberapa hari sebelum lebaran sudah “marema”. Tapi tahun ini, mulai ada pembeli H-1. Itupun tidak sebanyak tahun-tahun lalu,” ungkap Siti Mairatul Hazah (25), salah seorang pedagang Wajit Cililin, di Jalan Sasakbubur Kecamatan Cihampelas, KBB, Senin (25’5/2020).
Siti mengaku pada hari-hari biasa saja, hasil penjualannya minimal Rp1 juta/ hari. Namun tahun ini H+2 lebaran, untuk mendapat Rp1 juta saja sulitnya minta ampun.
Pedagang Wajit Cililin Sepi. Pendapatan Anjlok Hingga 80 Persen. (Foto : Heni Suhaeni/dara.co.id)Padahal lebaran-lebaran sebelumnya, disaat “marema”, ia bisa mengantongi Rp3-Rp4 juta/ hari. “Kalau dihitung-hitung, yah penjualannya hanya 20 persen atau hanya 80 persen penurunannya dibanding tahun lalu,”ungkap Siti.
Hasil pantauan dara.co.id, anjoknya pembeli oleh-oleh khas Cililin ini bisa terlihat dari jumlah pengunjung. Jika sebelumnya, warga setempat sibuk ikut merapikan parkir pengunjung, kini justru depan toko yang berjejer di sekitar itu sepi.
Hanya satu dua mobil yang terparkir di pinggir jalan tersebut. “Wah sepi banget, mungkin karena dilarang pemerintah mudik dan lockdown jadi jarang pembelinya. Tapi kalau jalan sih tetap ramai juga ya,” ujar Asep (32), warga sekitar yang biasanya jadi tukang parkir dadakan.
Editor : Maji