Kasus dana hibah KONI. Imam Nahrawi, selain divonis 7 tahun penjara dan denda Rp400 juta subsider 3 bulan kurungan, juga dicabut hak politiknya selama empat tahun. Mantan menpora itu pun menyatakan pikir-pikir.
DARA | JAKARTA – Sidang putusan digelar melalui sambungan video di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat, Senin (30/6/2020).
Imam tetap tak mengakui bahwa ia menerima suap dan gratifikasi. Bahkan, Imam meminta aliran dana Rp11,5 miliar dari KONI diterlusuri hingga tuntas.
“Mohon izin, melanjutkan pengusutan Rp 11,5 miliar, kami mohon yang Mulia ini tidak dibiarkan. Kami tentu harus mempertimbangkan untuk ini segera dibongkar ke akar-akarnya. Karena demi Allah saya tidak menerima Rp 11,5 miliar,” kata Imam seperti dikutip dara.co.id dari detikcom, Senin (30/6/2020).
Atas putusan hakim, Imam Nahrawi menyatakan pikir-pikir untuk mengajukan banding atau menerima. Jaksa KPK juga menyatakan pikir-pikir atas putusan itu.
“Kami maafkan JPU, pimpinan KPK, penyidik, penyelidik, kami tidak akan pernah lupakan apa yang terjadi. Terima kasih Yang Mulia, kami nyatakan pikir-pikir, agar Rp 11,5 miliar dana KONI ini bisa kita bongkar sama-sama,” ujarnya
Imam Nahrawi dijatuhi hukuman penjara selama 7 tahun dan denda Rp 400 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti menerima suap dan gratifikasi terkait pencairan dana hibah KONI. Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa ganti rugi Rp 18,1 miliar. Jika tidak, maka harta benda Imam dapat disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
Selain itu hakim juga mencabut hak politik Imam selama 4 tahun. Permohonan justice collaborator yang diajukan politikus PKB itu juga ditolak hakim.
Dikutip dari kompas.com, dalam pertimbangan hakim, hal yang meringankan bagi Imam adalah bersikap sopan selama persidangan, berstatus kepala keluarga dan mempunyai tanggung jawab kepada anak-anaknya yang masih kecil, serta belum pernah dihukum.
Sedangkan, hal yang memberatkan adalah tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi.
Imam selaku pimpinan tertinggi di kementerian seharusnya menjadi panutan dan selama persidangan berupaya menutupi perbuatan dengan tidak mengakuinya.
Dalam kasus ini, Imam bersama asisten pribadinya, Miftahul Ulum, dinilai terbukti terbukti menerima suap sebesar Rp 11,5 miliar dari mantan Sekretaris Jenderal Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Ending Fuad Hamidy dan mantan Bendahara KONI Johnny E Awuy.
Suap tersebut dimaksudkan agar Imam dan Ulum mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan KONI kepada Kemenpora RI untuk tahun kegiatan 2018.
Imam juga dinilai terbukti menerima gratifikasi senilai total Rp 8.348.435.682 dari sejumlah pihak.
Atas perbuatannya, Imam dinilai terbukti melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 dan Pasal 12B Ayat (1) juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.***
Editor: denkur