Kegiatan anugerah sastra daerah ke-33 ini menghasilkan tujuh pemenang dari tujuh kategori. Untuk kali pertama, Anugerah Sastera Rancage tahun ini tanpa dihadiri sosok penggagasnya, budayawan Ajip Rosidi, karena tutup usia.
DARA| BANDUNG- Anugerah Sastera Rancagé ke-33 berhasil digelar secara daring pada akhir pekan Sabtu lalu (31/1). Kegiatan tahunan Yayasan Kebudayaan Rancagé ini mendapat dukungan teknis Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) dan Melsa.net asal Bandung.
Kegiatan anugerah sastra daerah ke-33 ini menghasilkan tujuh pemenang dari tujuh kategori.
Yudho Giri Sucahyo, Ketua PANDI, menyambut baik sekali acara Anugerah Sastera Rancage tahun ini.
“PANDI akan terus siap untuk berkolaborasi dengan Yayasan Kebudayaan Rancage karena PANDI juga punya kegiatan bertajuk Merajut Indonesia Melalui Digitalisasi Aksara Nusantara. Kalau kita bicara aksara, tentu tidak bisa dilepaskan dari bahasa dan bahasa tidak bisa dilepaskan dari budaya,” kata Yudho dalam keterangan persnya, seperti dikutip merdeka.com, Senin (2/1).
Berikut sastrawan yang meraik Anugerah Sastera Rancage :
Sastera Sunda : Dadan Sutisna (Novel berjudul Sasalad)
Sastera Jawa : Supali Kasim (Kumpulan puisi berjudul Sawiji Dina Sawiji Mangsa)
Sastera Bali : Komang Berata (Kumpulan Cerpen berjudul Nglekadang Mèmè karya)
Sastera Lampung : Elly Dharmawanti (Kumpulan Puis judul Dang Miwang Miku Ading)
Sastera Madura : Lukman Hakim AG (Kumpulan Puisi berjudul Sagara Aeng Mata Ojan)
Hadiah Samsudi : Risnawati (Cerpen Anak berjudul Pelesir Ka Basisir)
Untuk kali pertama, Anugerah Sastera Rancage tahun ini tanpa dihadiri sosok penggagasnya, budayawan Ajip Rosidi, karena tutup usia.
Secara daring, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nadiem Makarim mengatakan, Kemendikbud RI menempatkan kemajuan bahasa sebagai program prioritas melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan atau Badan Bahasa.
“Secara konsisten kami menyelenggarakan program pelestarian bahasa daerah. Kami menyadari bahasa daerah yang selama ini terdata sebanyak 718 bahasa merupakan aset bangsa kita. Kelangsungan hidup bahasa tersebut akan sangat bergantung kepada para penutur dan masyarakat tuturnya,” ujar Menteri Nadiem.
Tahun ini, lanjut menteri, Kemendikbud menargetkan ratusan karya sastra berbahasa daerah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, agar khasanah kekayaan nusantara dapat dikenal luas. Harapan kami, cara seperti ini akan merawat kebhinekaan dan menumbuhkan apresiasi serta gotong royong guna membangun negeri ini.
Erry Riyana Hardjapamekas, Ketua Dewan Pembina Yayasan Kebudayaan Rancage, berharap pemerintah melalui Kemendikbud RI agar Anugerah Sastera Rancage ini dapat menjadi indikator untuk menempatkan bahasa daerah dalam kurikulum nasional. Setidaknya bagi bahasa-bahasa daerah yang hidup secara lisan dan tulisan.
“Selama ini posisi bahasa daerah berada dalam kurikulum lokal yang sepenuhnya diserahkan kepada pemerintah daerah. Padahal bahasa daerah memiliki peran penting sebagai penggali kearifan lokal yang memperkuat kebudayaan nasional,” pungkas Erry.
Editor : Maji