DARA| MATARAM – Baiq Nuril pegawai honorer SMA DI Mataram Nusa Tengara Barat (NTB). Ia sering mengalami pelecehan seksual dari kepala sekolah tempat ia mengajar. Pelecehan tersebut via telepon.
Baiq Nuril memberanikan diri merekam percakapan itu. Namun, akhirnya berbuntut pada kasus dugaan pelanggaran UU ITE.
Sementara itu, SAFENet, lembaga yang mendampingi Baiq Nuril menjelaskan kronologi Baiq Nuril terjerat hukum. Melalui Twitternya, SAFENet menjelaskan, Baiq Nuril sering menerima telepon dari sang kepala sekolah yang bernada melecehkan. Bahkan, Baiq Nuril beberapa kali diajak menginap di hotel.
Baiq Nuril tak berani melaporkan tindakan tersebut karena takut dipecat dari pekerjaannya. Namun, pada telepon yang kesekian kalinya, Baiq Nuril memberanikan diri merekam percakapan sang kepala sekolah lalu menyimpan dan tidak menyebarluaskannya.
Kemudian, rekan kerja Baiq Nuril, Imam Mudawin meminta rekaman tersebut dan menyebarkannya ke Dinas Pendidikan Kota Mataram dan lainnya. Akhirnya, kepala sekolah itu dimutasi dari jabatannya. Tapi kemuidian sang kepala sekolah itu melaporkan Baiq Nuril ke polisi hingga akhirnya diproses di Pengadilan Negeri Mataram pada tahun 2017.
Baiq Nuril sempat ditahan pada akhir Maret 2017 sebelum akhirnya menjadi tahanan kota. Pengadilan Negeri Mataram memutuskan Baiq Nuril tidak bersalah. Ia tidak terbukti menyebarkan percakapan tersebut.
Semua saksi ahli mengatakan jika tuduhan atas Baiq Nuril mentransfer, mendistribusikan, atau menyebarkan rekaman percakapan asusila sama sekali tidak terbukti.
“Nuril diputuskan oleh PN Mataram tidak bersalah, tidak menyebarkan rekaman percakapan asusila sang kepala sekolah, Nuril adalah korban,” ujar Joko Jumadi, kuasa hukum Baiq Nuril, Senin (12/11/2018), dikutip dari Kompas.com.
Namun, saat itu jaksa mengajukan banding ke Mahkamah Agung. Baiq Nuril didakwa melakukan pelanggaran Pasal 27 Ayat 1 jo Pasal 45 Ayat 1 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Kemudian, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi Penuntut umum kepada Kejaksaan Negeri Mataram dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Mataram yang sebelumnya menyatakan Baiq Nuril bebas.
Kepala Kejaksaan Negeri Ketut Sumadana, Senin (12/11/2018) mengatakan kasasi yang diajukan jaksa penuntut umum sudah sesuai protap atau SOP yang berlaku.
“Setiap perkara yang dinyatakan bebas wajib hukumnya untuk upaya hukum. Bahkan untuk putusan kurang dari sepertiga saja wajib untuk menyatakan upaya hukum,” kata Sumadana.
Sumadana mengatakan putusan MA hanya bisa dibatalkan melalui putusan peninjauan kembali (PK).
Sementara itu, Baiq Nuril, warga Kecamatan Labuapi, Lombok Barat itu meminta pertolongan kepada Presiden Joko Widodo. Sambil terisak, Baiq Nuril meminta keadilan. “Untuk Pak Presiden, saya cuma minta keadilan karena saya di sini cuma korban. Apa saya salah kalau saya mencoba membela diri saya dengan cara-cara saya sendiri? Saya
minta keadilan,” kata Baiq Nuril sembari mengusap air matanya, Senin (12/11/2018).
Berkali-kali Baiq Nuril mengatakan ia hanya meminta keadilan. “Seandainya keputusan MA itu yang paling tinggi, apa keputusan itu tidak bisa dibatalkan oleh keputusan yang lebih tinggi dari seorang Presiden, saya Cuma minta keadilan,” katanya.***
Editor: denkur
Bahan: tribunyogja.com