Pekan terakhir ini isu publik yang menjadi “tranding topic” di Pemda Kabupaten Bandung adalah tentang pengadaan speda motor jenis N Max ke desa dan suksesi Ketum APDESI saat ini sudah mulai mereda.
Muncul isu baru yaitu pemotongan tunjangan kinerja PNS yang dikenal dengan tukin muncul di udara melalui medsos/online. Disertai keluh kesah PNS Pemda Kabupaten Bandung yang mempertanyakan alasan pemotongan ini yang mencapai kisaran 15%.
Penjelasan muncul dari salah seorang pejabat yang mengatakan bahwa itu bukan pemotongan tapi pengurangan. Dasarnya Permendagri No64 Tahun 2020. Namun penjelasannya kurang lengkap, sehingga muncul berbagai komentar dari unsur publik.
Apabila memperhatikan dan telaahan Permendagri No.64 tahun 2020 tentang pedoman penyusunan APBD 2021, saya berasumsi bahwa postur APBD 2021 yang dipertajam pada saat pembahasan APBD Perubahan pada waktu akhir triwulan ketiga tahun anggaran berjalan, menunjukan prioritas belanja masih lebih diarahkan pada percepatan pemulihan sosial ekonomi daerah sebagai dampak Covid 19.
Dengan demikian diperkirakan terjadi rasionalisasi alokasi anggaran yang antara lain pada pos belanja operasional, khususnya belanja pegawai yang berkaitan dengan tunjangan tambahan penghasilan yang lebih dikenal dengan tunjangan kinerja (tukin), sehingga berdampak pada berkurangnya besaran standar satuan biaya Tunjangan tambahan penghasilan PNS dikisaran 10% .
Dengan demikian kebijakan ini menimbulkan reaksi dikalangan PNS dikarenakan penerimaan dana tukin yang diterima berkurang dari sebelumnya, sehingga munculah isu pemotongan dana tukin.
Disini menunjukan bahwa terhadap kebijakan ini tampaknya tidak tersosialisasikan dengan baik di kalangan PNS Pemda Kabupaten Bandung, sehingga menimbulkan opini liar yang merembet ke wilayah publik.
Hal semacam ini sering terjadi terutama kebijakan yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat. Faktor sosialisasi harus dianggap serius dan strategis guna implementasi kebijakan dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Meskipun dalam domain hukum mengenal asas fiksi, yaitu apabila peraturan perundangan sudah diundangkan pada lembaran Negara/Daerah, maka pada saat itu setiap orang dianggap tahu.