Jangan Biarkan Perempuan, Andalkan Kerlingan Mata!

Minggu, 21 April 2024

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

farika daniar

farika daniar

Diciptakan alam pria dan wanita
Dua Mahluk dalam asuhan Dewata
Ditakdirkan bahwa pria berkuasa
Adapaun wanita lemah lembut manja
Wanita dijajah pria, sejak dulu
Namun ada kala pria tak berkuasa
Tekuk lutut disudut kerling wanita
          Penggalan syair lagu lawas berjudul Sabda Alam, ciptaan komponis besar Indonesia Ismail Marzuki yang sampai kini masih kerap terdengar dalam program tayangan di beberapa stasiun televisi, meski dengan versi aransemen yang berbeda dengan aslinya bisa jadi sebagai potret kaum perempuan Indonesia, baik masa lalu maupun masa kini.  Menyimak syair itu, betapa lemahnya kaum perempuan saat lagu ini diciptakan Ismail Marzuki. Kalaupun ada, kemampuan perempuan untuk menaklukkan kaum pria, toh dalam syair tersebut lebih banyak ditentukan oleh kemolekan fisik atau bahkan kegenitan kerling mata.
         Benarkah kaum perempuan Indonesia untuk menaklukkan pria atau bahkan menaklukkan problema kehidupan hanya mengandalkan kemolekan fisik, kecantikan wajah dan bentuk lain yang mengeksploitasi fisik perempuan? Jika jawabanya ya, berarti kaum perempuan, khususnya kaum perempuan Indonesia masih belum memberikan makna terhadap perjuangan, pejuang perempuan Indonesia. Jika itu benar apalah artinya peringatan Hari Kartini yang menjadi agenda tahunan di republik ini. Kalau begitu peringatan Hari Kartini, hanyalah sebuah upacara tanpa makna. Harap maklum, RA  Kartini yang kita kenal selama ini sebagai pahlawan kaum perempuan. Dia berobsesi mengentaskan kaumnya dari kemiskinan dan kebodohan. RA  Kartini yang dikenal sebagai pejuang emansipasi perempuan pada dasarnya memperjuangkan hak perempuan untuk mendapatkan pendidikan, dan kesetaraan dengan kaum pria.
            RA Kartini, barangkali boleh berbangga hati saat ini—jika saja masih hidup. Toh kaum perempuan Indonesia kini sudah memiliki kesetaraan dengan kaum pria di berbagai sektor dan aspek kehidupan berbangsa. Kaum perempuan kini bebas dan dapat meraih apa yang dicita-citakanya. Perempuan Indonesia tak sedikit kini yang menjadi dokter, polisi, bahkan menjadi menteri.
Namun harus diingat, bahwa kaum perempuan yang dapat meraih gelar dan posisi di instansi pemerintah ataupun swasta tersebut  berada di starta sosial yang seperti apa? Tak berlebihan jika disebutkan kesempatan untuk meraih posisi ataupun gelar akademik bagi perempuan di lapisan sosial menengah ataupun bawah sangat sulit untuk mencapai posisi dan gelar akademik tersebut. Bahkan untuk melanjutkan sekolah ke tingkatan yang lebih , bukan sekadar sekolah lanjuatan atas masih banyak yang teresendat.
           Jujur saja kaum perempuan di  lapisan sosial menengah ke bawah, masih banyak kini yang terpaksa harus menghentikan niat untuk melanjutkan sekolah. Penyebabnya sangat kelasik : keterbatasan biaya alias kemiskinan yang membelenggu. Terpaksa mereka harus menjadi buruh, dengan berbekal ijazah sesampainya, ada Sekolah Menengah Pertama, malah ada yang hanya berbekal ijazah Sekolah Dasar. Mereka menjadi buruh yang tanpa keahlian. Praktis upah yang diterimapun sebanding dengan bekal yang tanpa keahlian itu. Menyedihkan bukan?
           Dari kondisi ini maka cukup alasan jika sebagian besar kaum perempuan Indonesia masih akrab dengan kebodohan, kemiskinan dan sangat sulit untuk mandiri. Dengan kondisi seperti ini, suka atau tidak kaum perempuan akan sangat bergantung pada kaum pria. Pemerintah Indonesia sadar betul bahwa kaum perempuan harus memiliki peluang dan kesempatan yang sama baik itu pendidikan maupun posisi setelah meraih pendidikan tertinggi. Bahkan di parlemen dan di partai misalnya, menetapkan 30 persen posisi pada struktur oraginsasinya diduduki atau dijabat kaum perempuan. Namun tampaknya, kuota tersebut hingga kini masih belum tercapai. Persoalanya barangkali berpulang pada ketersediaan sumber daya manusia perempuan yang masih belum memadai.
           Maka tak salah jika RA Kartini meyakini bahwa pendidikan merupakan faktor yang penting dalam meningkatkan status dan peranan perempuan dalam aspek kehidupan baik di lingkup keluarga maupun di lingkup sosial kemasyarakatan yang lebih luas.
Untuk menyiasati kaum perempuan Indonesia keluar dari belenggu kemiskinan dan kebodohan, khususnya bagi perempuan yang berada di lapisan sosial ekonomi bawah dalam mendapatkan pendidikan, pemerintah seyogyanya memberikan bantuan dana khusus.Toh pemberdayaan perempuan pada dasarnya harus diawali dari kecukupan  bekal pendidikan yang diterima kaum perempuan, agar kaum perempuan dapat lebih memaksimalkan peranya dan berdaya untuk mandiri, paling tidak dalam mendidik para putranya. Ini perlu sebab, tradisi di masayarakat Indonesia pada umumnya pendidikan di lingkup keluarga perempuan atau kaum ibulah yang mendapat kesempatan lebih besar dibanding kaum peria atau bapak dalam mendidik para putranya di rumah.
         Dengan bekal pendidikan yang cukup pastikan saja kaum perempuan dapat mengembangkan kemampuan dirinya. Tanpa terbelenggu tradisi yang melarang mereka untuk bekerja ataupun karena terintimidasi oleh pihak lain. Perempuan bebas untuk berkarya dan berhak untuk mendapatkan pekerjaan yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa harus menunggu uluran tangan—pihak lain, laki-laki.
        Apabila hal tersebut tidak diperhatikan dan tidak ditindaklanjuti lebih serius bagaimana dengan nasib perempuan Indonesia? Apakah perempuan akan tetap menderita? Apakah perempuan akan tetap bersahabat dengan kemiskinan? Bagaimana nasib bangsa ini ketika sebagian besar perempuan Indonesia bekerja menjadi imigran gelap? Menjadi pekerja seks?
       Demi bertahan hidup perempuan yang berada di pedesaan menjadi buruh tani dengan beban kerja berlebih, upah minim dan risiko kerja tinggi. Kemudian perempuan terdesak untuk mengambil keputusan bekerja di luar desanya dan memilih berimigrasi—bekerja pada sektor yang tak terlindungi dan eksploitatif.
      Maraknya perempuan yang berimigrasi untuk mencari pekerjaan yang lebih menguntungkan, akhir-akhir ini malah banyak yang terjerembab menjadi korban perdagangan. Perdagangan manusia tidak terjadi hanya untuk eksploitasi seks. Perempuan yang dieksploitasi sebagai pekerja rumah tangga (PRT). Dia dijanjikan bekerja di pabrik di luar negeri, tetapi nyatanya dipaksa bekerja sebagai PRT. Kendati telah bekerja berbulan-bulan, ia tak menerima gaji apa pun, bahkan majikan kerap menyiksanya. Selain itu, praktik perdagangan juga dilakukan untuk tujuan pekerja kapal asing, penari kebudayaan, dan perkawinan pesanan. Selain itu, dalam berbagai konflik lingkungan perempuan menjadi kelompok paling rentan mengalami tindak kekerasan. Betapa malang nasib perempuan!
Perempuan Kunci Kesuksesan Keluarga
               Perjuangan perempuan bukan saja untuk kepentingan  dirinya. Terlebih dari itu, perjuangan perempuan sangat menunjang keberhasilan dan kesuksesan sebuah keluarga, kelompok masyarakat, bahkan negara. Perjuangan perempuan bukan sekedar untuk menunjukkan keberadaan dirinya saja, namun perjuangan perempuan memberikan arti mendalam pada kehidupan ini.
Bayangkan dunia tanpa perempuan? Bayangkan ketika penduduk yang mayoritas perempuan di dunia ini, kehilangan semangatnya untuk berjuang? Apa yang akan terjadi? Perempuan sangat berperan dalam kehidupan ini. Oleh karena itu, jangan menganggap rendah perempuan. Karena bagaimanapun sumber kesuksesan ada pada diri perempuan.
               Perempuan mempunyai empat peranan pokok. Bukan saja menjadi ibu yang membesarkan anak-anak, atau menjadi ibu rumah tangga yang mengurus semua urusan rumah tangga untuk pemenuhan kebutuhan dasar rumah tangga, akan tetapi perempuan pun berperan dalam mengelola dan menambah penghasilan keluarga, serta ikut mengatur organisasi masyarakat yang akan berdampak pada kesejahteraan sosial.
                Sumber daya keluarga yang berkualitas pada akhirnya akan ditentukan oleh kualitas perempuan dalam keluarga tersebut. Upaya meningkatkan pendidikan pada perempuan, akan memberi kesempatan dalam berbagai sektor pekerjaan.  Hal tersebut akan berdampak besar pada kualitas bangsa secara keseluruhan.
              Kebijakan pemerintah akhir-akhir ini yang kurang berorientasi kepada kesejahteraan masyarakat, akan melahirkan biaya sosial yang harus dipikul oleh perempuan. Contoh kebijakan itu diantaranya, kebijakan yang berdampak pada kenaikan harga bahan pokok, penghilangan subsidi pangan, atau pengurangan biaya pembangunan kesehatan dan pendidikan. Karena hal tersebut perempuan harus mengalokasikan waktu lebih banyak untuk menambah penghasilan—membantu suami agar kebutuhan seluruh anggota keluarganya terpenuhi.
              Jadi, terlihat jelas bahwa peran perempuan bukan sekedar berdiam diri di dapur, menunggu suami. Namun perempuan bisa memberikan keberhasilan dengan berusaha membantu suami dalam mencari penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Itulah perempuan mandiri. Perempuan bisa lebih sukses apabila ditunjang pula oleh pendidikan yang tinggi.
               Apabila kita mengulas sedikit cerita RA Kartini, apa yang dulu RA Kartini perjuangkan bukan sekedar bagaimana perempuan mempunyai keterampilan khas perempuan, menjahit, memasak, atau melayani suami. Tetapi ada makna yang lebih jauh dari sekedar hal itu, yakni perjuangan RA Kartini agar dunia pendidikan terbuka luas bagi kaum perempuan. Supaya kaum perempuan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dan perempuan dapat berbuat banyak hal dalam masyarakatnya. Karena hal itu bisa tercapai hanya dengan peningkatan kualitas pendidikan bagi kaum perempuan—khususnya perempuan yang berada di bawah garis kemiskinan.
              Bagaimana mungkin kaum perempuan yang selama ini bertugas untuk mendidik anak-anak sebagai pejuang di masa yang akan datang—anak-anak masa depan bangsa kita, kalau dia sendiri tidak terdidik, atau tidak memiliki bekal pendidikan yang cukup? Apa kata dunia? Pastikan saja syair lagu “Sabda Alam” Karya Ismail Marzuki, akan terus merdu terdengar, dan kaum perempuan silahkan saja menaklukannya dengan kerlingan genit mata!
-farika-

Berita Terkait

Pilkada Serentak 2024, Masyarakat Telah Menentukan Pilihan
OPINI: Kontek Pencalonan Menuju Pilkada Bandung Barat, Mau Dibawa Kemana?
Pilkada Kabupaten Bandung : Manuver Partai Nasdem
Sosok Pemimpin KBB ke Depan, Bagaimana Parpol?
Sistem Pengendalian Manajemen pada PT Unilever Indonesia Tbk
Sistem Pengendalian Manajamen terhadap PT Campina Ice Cream Industry
PT Mitsuba Indonesia Produsen Komponen Elektrik Ternama di Dunia
Sistem Pengendalian Manajemen pada PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk
Berita ini 28 kali dibaca

Berita Terkait

Jumat, 29 November 2024 - 14:59 WIB

Pilkada Serentak 2024, Masyarakat Telah Menentukan Pilihan

Sabtu, 3 Agustus 2024 - 13:08 WIB

OPINI: Kontek Pencalonan Menuju Pilkada Bandung Barat, Mau Dibawa Kemana?

Kamis, 25 Juli 2024 - 09:42 WIB

Pilkada Kabupaten Bandung : Manuver Partai Nasdem

Kamis, 27 Juni 2024 - 10:44 WIB

Sosok Pemimpin KBB ke Depan, Bagaimana Parpol?

Jumat, 21 Juni 2024 - 10:54 WIB

Sistem Pengendalian Manajemen pada PT Unilever Indonesia Tbk

Berita Terbaru

Kepala Dimas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) KBB, Panji Hernawan

BANDUNG UPDATE

Nataru, Wisatawan Bandung Barat Diprediksi Naik Sekitar 15 Persen

Senin, 16 Des 2024 - 16:16 WIB