DARA | BANDUNG — Setelah berdiri terpisah dari Pengadilan Agama (PA) Kelas IA Cimahi, jumlah kasus perceraian yang masuk ke PA Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, meningkat. Tercatat, sejak Januari hingga pertengahan September 2019, tercatat 6.300 berkas perkara perceraian.
Panitera Pengadilan Agama Soreang, Adam Iskandar, menyebutkan, PA Soreang diresmikan pada 22 Oktober 2018 oleh Ketua Mahkamah Agung, Hatta Ali di Talaut Manado, Sulawesi Utara. Sekarang PA Soreang membawahi Kabupaten Bandung.
“Kami berharapnya setelah dipecah angka perceraian berkurang. Tapi kenyataannya malah semakin banyak. Padahal sepanjang November dampai Desember tahun lalu hanya 1.600 kasus yang masuk di Kabupaten Bandung,” ujar Adam ditemui di PA Soreang, Jalan Raya Soreang, Kabupaten Bandung, Kamis (19/9/2019).
Adam menuturkan, jika dirata-ratakan maka jumlah perkara perceraian di PA Soreang bisa mencapai 700 sampai 800 kasus per bulan.. Dari 6.300 kasus, kata dia, jumlah kasus perceraian terbanyak pada Juli lalu mencapai 1.011 perkara.
“Kayaknya baru kali ini mencapai 1.011 perkara, itu bulan Juli. Biasanya paling besar hanya di kisaran 900 perkara per bulan, saat masih gabung dengan Pengadilan Agama Cimahi,” katanya.
Sebagai PA baru, Adam mengakui, instansinya belum memiliki sarana dan prasarana memadai. PA Soreang baru memiliki gedung baru, itu pun warisan dari PA Cimahi.
“Dari 700 sampai 800 perkara per bulan yang ditangani, idealnya itu ada 18 sampai 20 hakim. Di kami baru ada 14 hakim termasuk ketua dan wakil, memang agak kerepotan juga,” ujarnya.
Meski demikian, pihaknya tetap akan memprioritaskan pelayanan kepada masyarakat para pencari keadilan dalam hal ini perceraian. Misalnya, dengan menyerahkan akta cerai secara langsung pada hari yang sama saat ikrar talak dilakukan.
“Meski kadang ada keterlambatan penyerahan akta cerai. Karena rata-rata dalam sebulan itu ada sekitar 500 perkara yang diputus. Artinya 500 perkara akta cerainya juga harus siap,” ujarnya.
Menurut dia, tingkat kesadaran hukum di masyarakat terus meningkat, sehingga masyarakat mau mengurus proses perceraiannya di PA, tidak cukup mengurus di KUA saja. Di Kabupaten Bandung, angka perceraian ini merata di seluruh Kecamatan, seperti di Kecamatan Soreang, Banjaran, Cangkuang, Dayeuhkolot, dan Kecamatan Pangalengan.
“Rata-rata penyebab perceraian paling mayoritas itu perselisihan dan pertengkaran, terutama masalah faktor ekonomi. Faktor ekonomi yang mendominasi perkara, kalau dipresentasikan hampir 75 persen,” ujarnya.
Selanjutnya, Adam menambahkan, faktor penyebab perceraian di Kabupaten Bandung karena adanya perselingkuhan dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Meski presentasi angka perceraian yang disebabkan oleh perselingkuhan dan KDRT ini masih sedikit.
“Usia pemohon (cerai) rata-rata di antara usia 30 sampai 50 tahun. Usia 19 sampai 29 tahun juga ada, tapi juga masih sedikit jumlahnya,” katanya.
Wartawan: Muhammad Zein | Editor: Ayi Kusmawan