MUSIM – mudik lebaran menjadi berkah tersendiri bagi warga yang memiliki rumah di tepi jalan, terlebih jika rumah tersebut memiliki halaman yang cukup luas. Ribuan bahkan ratusan ribu pemudik yang melintas di depan rumah membutuhkan tempat beristirahat dan disanalah peluang bisnis muncul.
Banyak warga yang menangkap peluang bisnis tersebut dengan mendirikan warung dadakan. Warung itu biasanya dibangun dengan bahan yang sederhana, yakni bambu untuk tiang dan terpal untuk bagian atap.
Sedankan alasnya, banyak yang memilih menggunakan tikar dengan konsep lesehan. Jenis makanan dan minuman yang dijual pun terhitung sederhana, di antaranya kopi dan teh panas, ada juga minuman dingin mulai dari sirup hingga es teh manis, juga tersaji berbagai minuman kemasan. Sedangkan untuk makanan, menunya nasi timbel atau mie instan, bahkan ada juga jasa pijat dan toilet.
Dari pantauan, warung dadakan ini berdiri mulai dari pintu masuk Kabupaten Karawang di Tanjungpura, Kecamatan Karawang Barat, hingga ke arah Cikampek menuju Subang, Jawa Barat. Kemudian di jalur alternatif roda dua mulai dari Tanjungpura hingga ke Cilamaya yang mengarah ke Subang.
Warung -warung dadakan didirikan tepat di pinggir jalan, SPBU hingga perumahan penduduk. Warung itu juga menyediakan fasilitas untuk istirahat dan toilet yang dibangun seadanya.
Salah seorang pedagang, Enis (50), mengatakan, berdagang saat musim mudik sangat menguntungkan meski hanya berjualan beberapa hari. Dalam beberapa hari berdagang omset dagangan bisa mencapai jutaan rupiah dibandingkankan berdagang di hari normal.
“Kita dagangnya 24 jam hingga musim mudik selesai. Biasanya pemudik istirahat sambil makan dan minum yang cepat saji sebelum melanjutkan perjalanan.” ujarnya.
Enis, yang berjualan di pinggir jalan Tanjungpura ini mengaku hanya memiliki modal kurang dari Rp1 juta untuk berdagang saat musim mudik tahun ini. Makanan yang dijajakan yakni mie instan, roti, dan gorengan juga juga minuman.
Berdasarkan pengalaman tahun lalu jenis makanan yang dijualnya itu banyak disukai oleh pemudik, makanya untuk tahun ini dia kembali menjualnya. “Bukan cuma makanan. Tapi yang penting lagi juga tempat istirahat harus dibuat nyaman biar pemudik betah istirahat.”
Enis mengaku, paling lama dia berdagang tujuha hari saat arus mudik, kemudian akan berpindah tempat ke seberang jalan saat arus balik. Hal yang sama juga dilakukan pedagang lain untuk berpindah lokasi ke seberang jalan saat arus balik.
“Tapi biasanya saat arus mudik itu para pemudik lebih royal jajannya daripada arus balik. Mungkin karena uangnya sudah menipis kali ya,” katanya.***
Wartawan: Teguh Purwahandaka | Editor: Ayi Kusmawan