Syafrin Zaini
Sudah sepekan ini, langit selalu mendung dan hujan turun di sejumlah tempat. Meski belum merata, namun tanda-tanda musim hujan memang sudah terasa.
BMKG pun sudah memprediksi, musim hujan telah datang. Seperti ditulis dalam situs web-nya, awal Musim Hujan 2018/2019 di 342 Zona Musim (ZOM) diprakirakan umumnya mulai bulan Oktober 2018 sebanyak 78 ZOM (22.8%), November 2018 sebanyak 147 ZOM (43.0%), dan Desember 2018 sebanyak 85 ZOM (24.9%). Sedangkan beberapa daerah lainnya awal Musim Hujan terjadi pada Agustus 2018 sebanyak 12 ZOM (3.5%), September 2018 sebanyak 10 ZOM (2.9%), Maret 2019 sebanyak 5 ZOM (1.5%), April 2019 sebanyak 4 ZOM (1.2%) dan Mei 2019 1 ZOM (0.3%).
Jika dibandingkan terhadap rata-ratanya selama 30 tahun (1981- 2010) di 342 Zona Musim, Awal Musim Hujan 2018/2019, sebagian besar daerah yaitu 237 ZOM (69.3%) mundur jika dibandingkan dengan rata-ratanya dan 78 ZOM (22.8%) sama terhadap rata-ratanya. Sedangkan yang maju terhadap rata-rata 27 ZOM (7.9%).
Sifat Hujan selama Musim Hujan 2018/2019 di sebagian besar daerah yaitu 246 ZOM (71.9%) diprakirakan Normal dan 69 ZOM (20.2%) Bawah Normal. Sedangkan Atas Normal yaitu sebanyak 27 ZOM (7.9%).
Puncak Musim Hujan 2018/2019 di 342 Zona Musim (ZOM) diprakirakan umumnya terjadi pada bulan Januari 2019 sebanyak 150 ZOM (43.9%) dan Februari 2019 sebanyak 77 ZOM (22.5%). Sedangkan beberapa daerah lainnya puncak Musim Hujan terjadi pada bulan September 2018 sebanyak 2 ZOM (0.6%), Oktober 2018 sebanyak 4 ZOM (1.2%), November 2018 sebanyak 24 ZOM (7.0%), Desember 2018 sebanyak 50 ZOM (14.6%), Januari 2019 sebanyak 149 ZOM (43.6%), Februari 2019 sebanyak 76 ZOM (22.2%), Maret 2019 sebanyak 14 ZOM (4.1%), April 2019 sebanyak 3 ZOM (0.9%), Mei 2019 5 ZOM (1.5%), Juni 2019 sebanyak 7 ZOM (2.0%), dan Juli 2019 sebanyak 6 ZOM (1.8%).
Lalu apa yang sudah kita persiapkan? Bukankah musim hujan, juga kerap mendatangkan bencana bagi kita, seperti banjir sungai Citarum, banjir bandang di perkotaan, juga longsor di sejumlah wilayah di Jawa Barat. Belum lagi wabah penyakit, seperti diare, gatal-gatal dll.
Bencana itu terus terjadi sepanjang tahun setiap musim hujan. Ironisnya lagi, sering terlontar dari sejumlah pemangku otoritas di daerah yang terkena banjir, bahwa banjir sudah biasa, tak perlu jadi perdebatan. “Masyarakat sudah terbiasa menghadapi kondisi banjir,” begitu komentar yang pernah kita dengar dari seorang pejabat di sebuah daerah.
Tentu, kita tidak berharap komentar itu ada. Bicara banjir tak hanya bicara tentang air meluap karena hujannya terlalu besar. Banjir datang karena tumpukan sampah dll. Tapi semestinya banjir dipandang menjadi sebuah fenomena besar yang harus dihentikan dengan kesiapan pambangunan infrastruktur yang baik dan bisa menghindari banjir. Upamanya pengerukan citarum, sudah sejauhmana. ‘Kok, masih juga banjir? Lalu pembuatan gorong-gorong atau selokan di jalan-jalan perkotaan. Penanggulangan sampah jangan sampai menyumbat saluran air, serta banyak lagi yang bisa kita lakukan agar hujan tidak mendatangkan bencana banjir.
Lantas, yang paling penting pada saat menjelang tibanya musim hujan sekarang ini adalah kesiapan pemerintah daerah, mulai dari sosialisasi tentang waspada banjir, termasuk sudah sewajarnya ada sebuah alat peringatan dini yang dipasang di tempat-tempat rawan banjir. Alat itu diharapkan bisa mencegah munculnya korban jiwa, baik pada bencana banjir atau bencana longsor.
Pembenahan sarana prasarana fisik menjadi sebuah keharusan untuk juga dipersiapkan, selain meninjau kembali pengerukan sungai-sungai besar beserta anak sungainya. Obat-obatan tak kalah penting untuk dipersiapkan guna mencegah munculnya wabah penyakit ketika bencana itu terjadi.
Relokasi seharusnya sudah dicanangkan saat ini juga, sehingga masyarakat korban banjir tidak malah menumpuk di suatu tempat yang tidak startegis ketiak mereka mengungsi.
Kita akhirnya berharap, musim hujan tak mendatangkan bencana yang lebih dasyat hingga menelan korban jiwa.