DARA | JAKARTA – Puluhan ribu pegawai PLN mengancam mogok kerja selama tujuh hari jika dua tuntutannya tidak dikabulkan pemerintah dan PLN. Tuntutan pertama, meminta Direksi PLN diganti, sebab dialah yang membuat PLN terpuruk serta menderita kerugian besar.
Tuntutan kedua, kata Ketua Umum Serikat Pekerja PLN, Jumadis Abda, pemerintah diminta mengembalikan penguasaan kelistrikan di bidang pembangkit agar kembali dikuasai dan dimiliki negara sesuai UUD 1945 pasal 33 ayat 2.
“Jika tidak ada tindak lanjut dalam dua bulan ke depan, maka pegawai PLN yang tergabung dalam organisasi Serikat Pekerja PLN terdiri dari 49 DPD SP PLN seluruh Indonesia dengan 35 ribu anggota terpaksa istirahat dulu dari pekerjaan rutin,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (5/12).
Kondisi PLN saat ini, lanjut Jumadis, sangat mengkhawatirkan. Selain menderita kerugian juga tindak korupsi terus mengemuka, termasuk Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK untuk pengadaan pembangkit di PLTU Riau 1 beberapa waktu silam.
“Kasus ini membuka mata publik memang ada yang tidak beres dalam program 35 ribu MW. Kemudian kasus korupsi di PLTU Riau 1 menunjukkan ada peluang rekayasa oleh Direksi PLN agar pihak swasta bisa mendapatkan proyek pembangkit tanpa melalui prosedur wajar dengan penunjukan Iangsung,” ujarnya.
Semenatara itu, menanggapi tuntutan serikat pekerja, Kepala Satuan Komunikasi Corporate PT PLN (Persero) I Made Suprateka menyampaikan perseroan tidak rugi sebagaimana disampaikan oleh serikat pekerja.
Pada kuartal III 2018 perseroan mencatat laba perusahaan sebelum selisih kurs sebesar Rp9,6 triliun, meningkat 13,3 persen dibandingkan dengan tahun lalu sebesar Rp8,5 triliun. Angka kerugian yang disampaikan serikat pekerja merupakan pembukuan rugi selisih kurs yang belum jatuh tempo (unrealised loss) dari pinjaman perseroan untuk proyek 35.000 MW. Berdasarkan standar akuntansi yang berlaku dan hanya untuk keperluan pelaporan keuangan, maka pinjaman valuta asing (valas) tersebut harus diterjemahkan ke dalam rupiah.***
Editor: denkur