Virus Corona mewabah di dunia. Semua sibuk menjaga kesehetan dirinya. Lalu, bagaimana sebuah perusahaan melindungi karyawannya dari ancaman virus bersandi Covid-19 ?
DARA| JAKARTA- Sebuah perushaan memiliki kewajiban secara hukum untuk menyediakan lingkungan kerja yang sehat dan aman bagi para pekerjanya. Tak terkecuali melakukan antisipasi penyebaran virus korona di tempat kerjanya.
Menurut Direktur Pusat Pengetahuan di Masyarakat Manajemen Sumber Daya Manusia Amber Clayton, sebuah perusahaan harus memiliki kebijakan dan prosedur yang jelas untuk mencegah penyebaran suatu penyakit. Ini termasuk cara eksplisit untuk menugaskan karyawannya tinggal di rumah atau meninggalkan kantor bila mereka tidak enak badan.
Hal tersebut penting dilakukan, apalagi dalam keadaan darurat kesehatan global seperti saat ini. Untuk secara khusus mencegah penyebaran virus korona, SHRM kini merekomendasikan perusahaan untuk secara aktif menyuruh karyawannya yang sakit untuk tinggal di rumah.
“Secara aktif mendorong karyawan yang sakit untuk tinggal di rumah, mengirim karyawan bergejala (sakit) ke rumah sampai mereka dapat kembali bekerja dengan aman, dan mengharuskan karyawan kembali dari daerah berisiko tinggi untuk melakukan telework selama masa inkubasi,” ujar SHRM, dilansir dari CNN, Jumat (6/3/2020).
Meminta seseorang yang menunjukkan tanda-tanda sakit untuk tinggal di rumah harus dilakukan dalam konteks kesejahteraan mereka. Jika karyawan merasa sakit namun masih ingin tetap bekerja, perusahaan sebaiknya mendorong mereka dengan tetap berkomunikasi aktif jika memungkinkan.
“Beri tahu mereka bahwa kau ada di sana untuk mendukung mereka,” kata seorang pengacara di firma hukum Littler Mendelson Alka Ramchandani-Raj, seperti dilansir okezone.
Namun jika karyawan menolak untuk pulang ke rumah saat dirinya sakit, perusahaan dapat mengatakan bahwa perusahaan tidak dapat membiarkan karyawan sakit bekerja di kantor karena kekhawatiran akan kesehatannya dan semua orang di kantor.
Jika perusahaan merasa penyakit yang diidap karyawan merupakan ancaman langsung terhadap keselamatan kerja, perusahaan dapat mendesak karyawan untuk dievaluasi oleh dokter.
Tetapi dalam setiap kasus, seorang manajer harus berhati-hati untuk tidak membuat asumsi dan mendiskriminasi siapa pun dalam prosesnya. Sebagai contoh kasus virus korona dimulai dari negeri Tiongkok, seorang manajer di kantor AS tidak boleh berasumsi bahwa karyawan keturunan Tionghoa berisiko lebih tinggi untuk membawa penyakit itu dibanding yang lainnya di kantor.
“Yang tidak anda inginkan adalah tindakan balas dendam atau diskriminatif dari satu karyawan ke karyawan lainnya. Itu bisa menjadi penindasan,” kata Ramchandani-Raj.
Editor : Maji