Pagi hari, sambutlah sinar matahari dengan jiwa berseri. Menghirup udara segar dengan aura jiwa menyala. Sinar sang surya dan seluruh energi yang terhampar di alam raya ini dianugerahkan Allah SWT untuk disyukuri dan dimanfaatkan secara positif.
Bisa berolahraga ringan, sedang, dan berat agar tubuh dan pikiran segar dan sehat. Tergantung kadar masing-masing. Apapun bisa dilakukan dengan ringan dan riang hati. Sebagai wujud kesyukuran dan memulai hidup dengan energi positif.
Bagi muslim tentu membuka lembaran hari dengan shalat subuh. Ada yang ambil shalat tahajud, tanpa perlu publikasi. Meski masih beribadah di rumah karena pandemi, tak mengurangi nilai taqarrub kepada Allah. Lakukan dengan khusyuk dan pancarkan fungsi ibadah itu untuk membangun kesalihan diri dan lingkungan.
Menyambung hati, pikiran, dan seluruh diri kepada Allah, Dzat Yang Maha Kuasa dengan sepenuh jiwa tulus dan kepasrahan. Tundukkan diri sepenuh jiwa raga, sehingga hidup optimis, penuh pengharapan positif, dan terang jalan.
Itulah waktu angkatan pertama the first time dalam hidup orang beriman. Sesudahnya bisa tadarus dan membaca, agar horizon kehidupan luas dan sarat makna. Lalu bersebaran di muka bumi meraih rizki dan anugerah Allah, serta berbuat kebajikan dalam hidup. Hidup itu indah kan?
Jika memulai hidup dengan positif, maka energi yang bersemi dalam diri dan yang dihasilkan pun insya Allah positif. Kalau energinya negatif, bawaannya akan negatif. Hatta dalam menghadapi masalah, sikapi dengan jiwa positif disertai ikhtiar dan penuh pengharapan.
Ambillah spirit dan nilai Surat al-Insyirah (Kelapangan) yang artinya: “Bukankah Kami telah melapangkan dadamu (Muhammad)? Dan Kami pun telah menurunkan bebanmu darimu. Yang memberatkan punggungmu. Dan Kami tinggikan sebutan nama (mu) bagimu. Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain). Dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap.” (QS 94: 1-8).
Menjadi Insan Beriman
Surat al-Insyirah mengajarkan hidup “Lapang”, agar insan beriman tidak serba sempit dan negatif dalam menghadapi musibah, masalah, dan rintangan. Hidup memang berwarna, ada nikmat ada masalah, ada suka dan duka, yang niscaya dihadapi dengan jiwa lapang layaknya para kesatria.
Nabi dan Rasul pun menghadapi banyak masalah, rintangan, dan jalan terjal dalam kehidupan dan mengemban risalah Allah.
Kalau Allah menghendaki pasti semuanya dimudahkan tanpa masalah. Allah mengingatkan orang beriman, “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (QS al-Baqarah: 216).
Masalah bisa datang dan pergi dalam hidup pribadi, keluarga, masyarakat, berbangsa dan bernegara. Bahkan dalam relasi semesta. Semuanya untuk disikapi dan dihadapi. Ada yang bisa diselesaikan, boleh jadi ada yang tidak terselesaikan sebagaimana mestinya. Jangan diratapi. Apalagi disikapi dengan amarah, sesal, kebencian, dan segala luapan negatif.
Masalah jangan memenjara diri kita menjadi sosok yang garang, pendendam, pemarah, dan penyebar energi negatif atasnama apapun. Jika hidup kita merasa benar dan lurus, ingatlah semua insan ada kelemahan, jangan gampang menghakimi dan menghujat orang lain. Tazakku atau merasa diri paling bersih dan suci itu juga tidak dibenarkan Tuhan.
Sikapi dan jalani hidup dengan jiwa “abdullah” (hamba Allah yang selalu beribadah dan pasrah kepada-Nya) dan “khalifatul fil-ardl” (wakil Tuhan yang bertugas memakmurkan bumi) sebagaimana teladan utama para Nabi dan Rasul serta orang-orang bijak nan cerdas dan mulia hati.
Tugas dan kewajiban kita dalam hidup ini ikhtiar lewat segala usaha dan do’a yang sungguh-sunguh, selebihnya tawakal dan sabar kepada Dzat Yang Maha Segalanya. Hal yang terbaik berbuatlah yang positif dan membawa kemaslahan, kebaikan, dan kemajuan hidup meskipun setahap demi setahap.
Membangun sesuatu itu lebih sulit ketimbang mengkritik sesuatu, meski kritik itu tetap baik. Tapi pekerjaan utama hidup kita itu berbuat sesuatu untuk memakmurkan kehidupan sebagaimana fungsi kekhalifahan manusia di muka bumi.
Pesan untuk Milenial
Apalagi bagi generasi muda dan milenial. Perjalanan hidup bagaikan menggelar sajadah panjang. Jangan hidup untuk sekadar hidup, tapi hidup bernilai dan bertujuan raih kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Jalani hidup dengan kesungguhan, lapang hati, luas pandangan, dan penuh optimisme. Junjungtinggi akhlak mulia, boleh salah kemudian segera berbenah. Cintai orangtua dan sesama tanpa aura benci dan saling memusuhi. Jangan larut dengan dunia medsos yang negatif, hoaks, kebencian, amarah, dan permusuhan.
Gunakan medsos untuk silaturahmi, kebaikan, cari ilmu, mengasah diri, dan sesuatu yang produktif. Bukalah banyak jalan dalam mengembangkan diri dan berikhtiar meraih cita-cita. Belajar dari orang lain, tapi jangan pernah menjadi dan harus sama dengan orang lain.
Jalin sebanyak mungkin silaturahmi, persahabatan, dan relasi tanpa sekat agama dan batas sosial lainnya. Senang bila ada orang lain sukses, bantu sebisa mungkin manakala ada sesama yang bermasalah. Jadikan hidup kita berguna dan bermakna.
Terus melangkah untuk berbuat yang terbaik dengan gigih, sabar, dan mengerahkan energi positif. Jangan berhenti mendekat dan bermunajat kepada Dzat Pemilik dan Penguasa Alam Semesta. Insya Allah hidup menjadi lapang dan diberkahi Allah.
Artikel ini sebelumnya sudah ditayangkan laman resmi Muhammadiyah dengan judul: Hidup dengan Energi Positif, yang ditulis oleh Adam.
Editor: denkur