Syukur dapat mengubah nasib seseorang, dari baik menjadi lebih baik dan dari buruk menjadi baik. Ketika seseorang mendapatkan nikmat, rezeki, kebaikan atau sejenisnya, ia bersyukur, maka Allah mengubah nasibnya dengan bertambahnya nikmat dari.
Pun ketika rezeki yang diharapkan seseorang belum didapatkan, atau ketika harapan, cita-cita, dan keinginan belum juga kesampaian, atau ketika ia didera hal yang ia anggap buruk, syukur bisa mengubah nasib buruk itu dan membaliknya.
Karena itu, Nabi menyuruh kita bersyukur dalam kondisi apa pun. Ketika melihat orang lain mengalami hal yang tak kita alami, misalnya, kita mesti bersyukur. Nabi mengatakan, “apabila seorang melihat orang cacat, lalu berkata (tanpa didengar oleh orang tadi), ‘Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan aku dari apa yang diujikan Allah kepadanya dan melebihkan aku de ngan kelebihan sempurna atas kebanyakan makhluk- Nya,’ maka dia tidak akan terkena ujian se per ti itu betapapun keadaannya.” (HR Abu Dawud).
Pun ketika diri kita yang mengalami hal buruk, kita mesti tetap bersyukur. Nabi Ayub, misalnya, ketika diuji Allah dengan penyakit menahun yang berat, serta kehilangan anak-anak dan harta , beliau tetap sabar dan bersyukur dengan apa yang menimpa dirinya.
Bahkan, beliau selalu memuji Allah dalam kondisi yang sangat parah itu. Allah pun mengembalikan semua yang hilang dari sisi Nabi Ayub, bahkan memberikan yang lebih banyak daripada yang sebelumnya seperti ditegaskan Allah bahwa orang yang bersyukur pasti akan dilipatgandakan nikmatnya.
Orang yang tetap bersyukur ketika mendapatkan musibah dengan tetap memuji Allah dan tak pernah melupakan-Nya ditegaskan Nabi tak hanya akan mendapatkan balasan yang terbaik di dunia, tetapi juga di akhirat. Nabi mengatakan, “apabila anak seorang hamba meninggal dunia, maka Allah bertanya para malaikat-Nya, ‘apakah kamu sudah mencabut ruh anak hamba-Ku?’
Mereka menjawab, ‘ya.’ Allah bertanya lagi, ‘apakah kamu sudah mengambil buah hatinya?’ Mereka menjawab, ‘ya.’ Allah bertanya lagi, ‘lalu, apa yang diucapkan hamba-Ku itu?’ Mereka menjawab, ‘ia memuji-Mu serta mengucapkan istirja’ (inna lillahi wa inna ilaihi raji’un).’ Allah lalu berfirman. ‘Dirikanlah untuk hamba-Ku itu sebuah rumah dalam surga dan namakanlah rumah itu dengan sebutan Baitul Hamd (Rumah Pujian).'” (HR at-Tirmidzi).
Sedih dan gundah gulana ketika mengalami hal buruk dan menyakitkan adalah manusiawi. Nabi Yaqub yang kehilangan putranya, Yusuf, juga bersedih, bahkan kesedihan itu sampai membuat matanya buta. (QS Yusuf [12]: 84). Meski begitu, beliau tetap berdoa dan bersyukur atau memuji Allah. Pada akhirnya, ia bertemu kembali dengan putranya itu dan matanya kembali bisa melihat ketika mencium pakaian Yusuf (QS Yusuf [12]: 96).
Syukur adalah kunci untuk mengubah nasib kita menjadi lebih baik. Kita bersyukur ketika kita mendapatkan nikmat. Kita juga bersyukur ketika kita kehilangan nikmat atau sesuatu yang sangat berharga dari dalam kehidupan kita. Dengan syukur, nikmat yang sudah ada akan ditambah oleh Allah. (QS Ibrahim [14]: 7). Dengan syukur pula, segala ujian, cobaan, musibah, dan hal-hal yang menyakitkan kita akan segera diganti oleh Allah dengan yang sebaliknya. Syukur sendiri, seperti ditegaskan Nabi, adalah setengah dari iman, “Iman terbagi dua; setengahnya dalam sabar dan setengahnya lagi dalam syukur.” (HR al- Baihaqi). Wallahu a’lam.***
Editor: denkur
Artikel ini dikutip seutuhnya dari republika, Jumat (13/12/2019)