Di Kabupaten Bandung telah teepasang sensor seismograf (PBJI) sebagai upaya meminimalisir dampak bencana. Namun, tak cukup hanya dengan alat pendeteksi, letak geografis Kabupaten Bandung, mengharuskan warga selalu siaga.
DARA | BANDUNG – Berdasarkan data dari Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI) tahun 2016, Kabupaten Bandung, jawa Barat berada di peringkat 11 sebagai daerah rawan bencana di Provinsi Jawa Barat dan 155 pada tingkat nasional dengan skor 174 kelas risiko tinggi.
Data tersebut dusampaikan kondisi tersebut Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pusat, Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D, saat meresmikan pemasangan sensor seismograf Pasirjambu Jawa Indonesia (PBJI) di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, tempo hari. Pemasangan alat tersebut merupakan upaya meminimalisir dampak bencana.
Dia pun menambahkan, bahwa potensi bencana besar di Kabupaten Bandung, yaitu potensi gempa tektonik sangat kuat. “Terdapat garis bencana yang membentang dari Pangandaran, Tasikmalaya, Garut, Pangalengan, Kertasari Dan Ciwidey. Apabila terjadi gempa tektonik di laut maka akan menggoyang beberapa wilayah tersebut,” katanya, dalam siaran pers Pemkab Bandung.
Menurut dia, potensi bencana besar di Kabupaten Bandung, yaitu potensi gempa tektonik, sangat kuat. “Terdapat garis bencana yang membentang dari Pangandaran, Tasikmalaya, Garut, Pangalengan, Kertasari Dan Ciwidey. Apabila terjadi gempa tektonik di laut maka akan menggoyang beberapa wilayah tersebut,” ujarnya.
Sensor seismograf, menurut Dwikorita, merupakan alat pendeteksi gempa dan tsunami yang merekam getaran, kekuatan, dan jarak pusat gempa. Data yang terdeteksi oleh sensor, lanjut dia, secara otomatis terkirim dan terhimpun di pusat data BMKG.
Ia memaparkan, sensor seismograf merupakan bagian dari pembangunan sistem peringatan dini bencana (early warning system) dengan komputer modeling. “Jadi sistem peringatan dini dibangun menggunakan sensor-sensor gempa komputer modeling dan saat itu yang ditambah sensor gempa bumi menjadi 174 sensor pada tahun 2008.”
Tentang efektivitas kinerja dari sensor seismograf, ia menilai, jumlah tersebut belum cukup untuk luas wilayah yang besar di Indonesia. Di Kabupaten Bandung, telah terpasang dua sensor, sehingga di Jawa Barat terdapat 20 sensor.
Dengan beroperasinya sensor seismograf PBJI ini, enurut Wakil Bupati Bandung, Gun Gun Gunawan, akan menjadi nilai tambah dalam mitigasi bencana terutama gempabumi di daeah ini. “Kemungkinan kalau ada alat yang bisa mendeteksi secara dini ini bisa meminimalisir dampak dan lebih banyak tindakan yang bisa dilakukan.”
Namun, ia menilai, tak cukup hanya dengan alat pendeteksi. Menurut dia, letak geografis Kabupaten Bandung yang berada di wilayah relatif kerawanan tinggi bencana, mengharuskan setiap warga selalu siaga.
Wawasan masyarakat mengenai mitigasi bencana juga diperlukan. “Dengan adanya alat ini bukan berarti sudah aman. Tapi bisa meminimalisir, karena dapat terdeteksi secara dini. Alat ini juga diperlukan sebagai edukasi tentang kebencanaan pada masyarakat. Ini harus masuk dalam kurikulum pengajaran siswa di sekolah,” ujarnya.
Gun Gun menjelaskan, selama ini BPBD Kabupaten Bnadung sudah melakukan sosialisasi tentang kebencanaan. Namun pihaknya juga berharap ada instruksi langsung dari pusat baik dari Mendiknas, Mendagri juga BMKG tentang kurikulum edukasi kebencanaan.
Hal tersebut, mennjadi salah satu upaya lain dalam mitigasi bencana melalui edukasi atau simulasi kebencanaan. “Kita melalui BMKG memang sudah melakukan simulasi kebencanaan kepada masyarakat. Namun kita tidak bisa bergerak sendiri-sendiri. Diperlukan kerja yang sinkron, apalagi perihal anggaran diperlukan banyak,” katanya.***
Editor: Ayi Kusmawan