DALAM PERSPEKTIF kebijakan daerah, wacana pembentukan Kabupaten Bandung Timur bukanlah hal baru. Bahkan kalau mau jujur isu kebijakan ini sudah berjalan cukup lama. Karena saat Bupati Bandung Obar Sobarna pada tahun 2004 telah menjalin kerjasama dengan Konsorsium Perguruan Tinggi yang terdiri dari Unpad, ITB, STPDN, UPI, Unjani & Unpas dalam program penataan wilayah melalui pengkajian dan penelitian terhadap kemungkinan pemekaran Kabupaten Bandung menjadi tiga daerah otonom, yang terdiri dari Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Bandung Timur.
Hasil penelitian menunjukan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat memenuhi kriteria kelayakan. Adapun Kabupaten Bandung Timur dinyatakan tidak layak. Dengan demikian, sejak beberapa tahun yang lalu sampai saat ini muncul kembali aspirasi yang berkembang tentang wacana pembentukan Kabupaten Bandung Timur, semestinya mendapat perhatian Bupati Bandung dan DPRD sebagai bahan pertimbangan untuk kemungkinan kelanjutannya.
Namun demikian, sampai saat ini khususnya Bupati Bandung Dadang Naser belum menunjukan respons positif. Hal ini kemungkinan ada beberapa faktor yang mempengaruhinya.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi sikap Bupati seperti itu, antara lain :
- Taat asas. Sudah berjalan tiga tahunan Pemerintah Pusat memberlakukan kebijakan Moratorium. Artinya semua tingkatan institusi pemerintahan untuk menunda dan menangguhkan pembahasan pemekaran Daerah, sambil menunggu penetapan Peratutan Pemerintah tentang Penataan Daerah, sebagai acuan dalam pembahasan pemekaran Daerah.
- Peraturan Daerah tentang RPJMD selama dua periode kepemimpinan Dadang Naser sebagai Bupati, secara substansial tidak ada program bidang pemerintahan tentang Penataan Wilayah/Daerah. Padahal Perda ini melalui pembahasan DPRD yang melibatkan unsur publik.
- Dampak kebijakan Pemerintah sebelumnya, sehingga luas wilayah Kab. Bandung kian berkurang, antara lain :
- PP No.16 Tahun 1987 tentang perluasan wilayah Kota Bandung, yang mengambil sebagian wilayah Kab. Bandung seluas 9.000 Ha.
- UU No.9 Tahun 2001 Tentang Pembentukan Kota Cimahi.
- UU No.12 Tahun 2007 Tentang Pembentukan Kab. Bandung Barat.
- Wacana perluasan wilayah Kota Cimahi yang sebagian mengambil bagian wilayah Kab. Bandung, sejak tahun 2005 sudah beberapa kali dibahas ditingkat Pemda Propinsi.
Dari gambaran dalil yang mungkin dijadikan dasar Sikap Bupati seperti diatas, tidaklah berlebihan apabila sikap Bupati yang diperlihatkan saat ini tidak responsif.
Disamping itu, aspirasi yang berkembang tentang pembentukan Kab. Bandung Timur yang dipelopori Komunitas publik yang dikenal dengan KP4KBT, bahwa argumen yang diungkapkan lebih menekankan masalah klasik yaitu aspek pelayanan publik yang bersifat teknis. Yaitu tentang jangkauan pelayanan, yang menggambarkan tingkat kesulitan bagi masyarakat yang berada di wilayah kecamatan yang berjauhan dengan pusat pemerintahan.
Jika hal ini dijadikan dasar utama, maka konsep dan marwah perjuangan menjadi lemah. Kenapa demikian? jawabanya masalah klasik ini akan selalu hadir di tengah-tengah masyarakat sekalipun Kabupaten Bandung Timur sudah terbentuk.
Kemudian belum lama ini Pemkab Bandung telah menerima penghargaan tertinggi dari pemerintah sebagai Pemda terbaik se Indonesia dalam Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN). Dengan demikian diperlukan pendalaman dan penajaman kembali terhadap Konsep atau naskah dokumen perjuangan pembentukan KBT yang memuat empat dimensi, yaitu dimensi politik, dimensi kemasyarakatan, dimensi ekonomi, dan dimensi budaya.
Namun terlepas dari semua itu, bahwa yang menjadi akar masalah tumbuhnya dialektika tentang KBT ini adalah kemandegan komunikasi politik antara Bupati dan DPRD sebagai penyelenggara Pemerintahan Daerah dengan masyarakatnya.(bersambung)
*) Djamu Kertabudi adalah Dosen Pascasarjanan Universitas Nurtanio