DARA | PEKANBARU – Kabut asap pekat dari kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menjadi faktor penghhambat proses penguapan sebagai syarat terbentuknya awan. Asap karhutla tertahan dan malayang di angkasa sehingga sinar matahari tidak tembus ke bumi dan proses penguapan air terhambat.
Menurut Plt. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Agus Wibowo, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memantau potensi pertumbuhan awan masih sulit terjadi. Sedangkan upaya penyemaian garam (NaCl) sebagai syarat untuk membuat hujan buatan membutuhkan awan minimal 80%.
Atas dasar tersebut, BNPB berkolaborasi dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan BMKG menerapkan modifikasi teknologi sebagai upaya menghilangkan asap karhutla menggunakan Kalsium Oksida atau kapur tohor aktif (CaO). Senyawa ini bersifat eksotermis (bersifat mengeluarkan panas).
Kapur tohor ditaburkan di gumpalan asap sehingga dapat mengurai partikel karhutla dan gas. Akibatnya asap hilang dan radiasi matahari bisa menembus ke permukaan bumi.
“Radiasi matahari terhalangi kabut asap. Jadi awan susah terbentuk karena penguapan terhambat. Dengan kapur tohor aktif ini diharapkan konsentrasi asap berkurang, awan terbentuk, dan garam bisa ditebar untuk hujan buatan,” kata Kepala Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca BPPT, Tri Handoko Seto, dilansir bnpb.go.id, Rabu (17/9/2019).
Pihak BPPT telah menyiapkan 40 ton kapur tohor aktif yang sudah disiagakan di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Setelah mendapat arahan, pihaknya menerbangkan kapur tersebut ke beberapa provinsi terdampak karhutla, yakni Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan.
Untuk menaburkan kapur tersebut, lanjut Agus, BPPT akan menggunakan peswat Cassa 212 dengan kapasitas 800 kilogram, CN 295 dengan kapasitas 2.4 ton, dan pesawat Hercules C 130 dengan kapasitas 4-5 ton. Permasalahan karhutla tidak bisa hanya ditangani dengan menggunakan pemadaman darat dan udara saja.
Kepala BNPB, Doni Monardo, sebelumnya telah menyampaikan, yang menjadi solusi karhutla adalah hujan. Sedangkan BMKG telah memprediksi bahwa musim hujan akan masuk pada pertengahan bulan Oktober.
“Oleh karena itu, hujan buatan harus segera dilakukan untuk mengatasi masalah ini,” katanya.***
Editor: Ayi Kusmawan