PT Kereta Api Indonesia (Persero) secara resmi telah meminta permohonan penundaan eksekusi atas Putusan Nomor 1741 K/Pdt/2022 jo. 273/Pdt/2021/PT.Bdg jo 65/Pdt.G/2020/PN.Bdg terkait eksekusi aset KAI di Jalan Elang, Kelurahan Garuda, Kota Bandung.
DARA | Permohonan tersebut disampaikan oleh kuasa hukum KAI kepada Ketua Pengadilan Negeri Kelas IA Khusus Bandung pada Selasa 25 Oktober 2022.
VP Public Relations KAI mengatakan, pihaknya akan terus mengupayakan berbagai langkah hukum demi menjaga aset negara yang diamanahkan kepada KAI. Pihaknya berkomitmen untuk selalu menjaga seluruh aset yang dimiliki perusahaan agar dapat terus memberikan manfaat bagi KAI dan masyarakat luas.
“Saat ini KAI sedang mengajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung. KAI yakin bahwa aset tersebut adalah aset perusahaan sebagaimana bukti kepemilikan yang sah dimiliki perusahaan,” tegas Joni, di Bandung, Jumat (4/11/2022).
Aset seluas 76.093 meter persegi yang akan dieksekusi tersebut dimiliki KAI bermula dari adanya tukar guling aset antara KAI dengan Pemerintah Kota Bandung pada tahun 1951.
Hal tersebut dibuktikan antara lain dengan adanya dokumen Surat Keputusan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Sementara Kota-Besar Bandung Nomor 7890/51 tanggal 28 Juni 1951 dan Surat Keputusan DPRD Kota Bandung Nomor 6563/71 tanggal 13 Mei 1971 perihal Tukar Menukar Tanah antara Kotamadya Bandung dengan Perusahaan Negara Kereta Api atau yang saat ini telah menjadi KAI.
“Tidaklah mungkin Pemerintah Kota Bandung melakukan ruislag atau tukar guling dengan memberikan asetnya yang diperoleh secara melawan hukum sehingga merugikan KAI di kemudian hari. KAI menyayangkan adanya pihak-pihak yang ingin menguasai aset perusahaan, padahal sejak 1951 aset tersebut dikuasai dan dikelola oleh KAI dan telah memiliki Sertipikat Hak Pakai pada 1988. Tiba-tiba di 2020, atau 69 tahun kemudian, ada pihak yang mengaku sebagai ahli waris dari aset tersebut dan ingin merebutnya dari KAI,” tutur Joni.
Adanya rencana eksekusi dari PN Bandung tidak hanya merugikan negara melainkan juga masyarakat, karena pada lahan tersebut telah berdiri berbagai fasilitas umum dan fasilitas sosial. Terdapat 185 rumah perusahaan dan 4 mess dinas yang saat ini digunakan oleh 88 orang pensiunan, 51 janda atau duda pensiunan, serta 8 masyarakat umum.
Pada lahan tersebut terdapat sejumlah sekolah dengan berbagai jenjang yaitu PAUD, TPA yang dikelola oleh DKM Masjid Garuda dan juga TK, SD, SMP, dan SMA yang berada di bawah Yayasan Wanita Kereta Api (YWKA) yang mana bangunan YWKA berdiri sejak 1960.
Adapun total siswa yang sedang mengenyam pendidikan di sekolah tersebut, yaitu 60 siswa PAUD dan TPA, TK (38), SD (435), SMP (147), dan SMA (316). Sementara jumlah guru dan tenaga pengajar di seluruh sekolah tersebut mencapai 120 orang.
“Kami merasa sangat keberatan dengan adanya rencana eksekusi ini. Hal ini yang juga dirasakan oleh para siswa dan orang tua siswa. Keresahan ini sangat berdasar karena rencana eksekusi dapat mengganggu proses belajar mengajar serta ujian para siswa,” kata Ketua Yayasan YWKA Sri Astuti.
KAI berharap adanya kebijakan dari Ketua Pengadilan Negeri Bandung dengan adanya dinamika ini seperti proses PK, warga yang bermukim, dan masih berlangsungnya proses belajar mengajar di sekolah YWKA.
“Semoga rencana proses eksekusi aset tersebut dapat ditunda sampai dengan adanya putusan PK dari Mahkamah Agung,” ujarnya.
Editor: denkur