DARA | Bencana bertubi-tubi, terutama di penghujung tahun 2018. Gempa terjadi di sejumlah daerah dengan rata-rata tiga hingga empat skala richter. tak menimbulkan korban jiwa, kecuali ada beberapa rumah rusak.
Memasuki musim hujan, bencana semakin memporakporandakan bumi pertiwi. Banjir bandang, longsor, angin puting beliung, gelombang tinggi hingga tsunami.
Dua tragedi tsunami yang paling mengerikan terjadi di dua daerah yaitu di Palu Sulawesi dan di Banten serta Lampung. Ratusan orang meregang nyawa, puluhan orang hilang terbawa arus tsunami. Kerusakanpun parah mendera ratusan rumah warga.
Gempa bumi dan tsunami yang mengguncang Palu dan Donggala Sulawesi Tengah terjadi Jumat (28/9/2018) pukul 17.02 WIB. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merilis, Palu dan Donggala sudah beberapa kali mengalami gempa dan tsunami.
Sejarah mencatat, pada 1 Desember 1927 gempa dan tsunami pernah terjadi di Teluk Palu. Pada saat itu diketahui 14 jiwa meninggal dunia dan 50 orang mengalami luka-luka.
Tiga tahun berselang, 30 Januari 1930, kejadian serupa terjadi di Pantai Barat Donggala. Tsunami saat itu mencapai ketinggian lebih dari 2 meter dalam durasi 2 menit. Jumlah korban tidak diketahui.
Pada 14 Agustus 1938, gempa dan tsunami kembali mengguncang Teluk Tambu Balaesang Donggala. Tsunami mencapai ketinggian 8-10 meter. Diketahui ada 200 korban meninggal dunia, 790 rusak dan seluruh desa di pesisir pantai Barat Donggala hampir tenggelam.
Setelah “diam” hampir 58 tahun, tsunami kembali menerjang pada 1 Januari 1996 berlokasi di Selat Makassar. Tsunami mencapai ketinggian 3,4 meter dan mencapai daratan sejauh 300 meter. 9 Orang dilaporkan meninggal dunia dan bangunan di Bangkir, Tonggolobibi dan Donggala rusak parah.
Dua tahun selanjutnya, 11 Oktober 1998, gempa kembali mengguncang Donggala. Ratusan bangunan roboh diguncang gempa. Gempa kembali mengguncang Palu pada 25 Januari 2015. 100 rumah rusak dan 1 orang meninggal dunia akibat bencana ini.
Berikutnya pada 17 November 2008, atau satu dekade lalu, gempa mengguncang Laut Sulawesi. akibatnya 4 jiwa meninggal dunia. Empat tahun kemudian, 10 Agustus 2012, Kabupaten Sigi dan Parigi Montong diguncang gempa. 8 jiwa meninggal dunia dalam peristiwa ini.
Penyebab Gempa Palu
Analisis Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) memperkirakan gempa besar 7,7 SR (7,4 SR setelah diperbarui BMKG) dipicu aktivitas sesar Palu-Koro.
Sedangkan kawasan daratan sekitar pusat gempa 7,4 SR itu, seperti kabupaten Donggala, disusun oleh oleh batuan berumur pra Tersier, Tersier dan Kuarter. Batuan ini sebagian telah mengalami pelapukan.
Endapan Kuarter tersebut, menurut analisis PVMBG, pada umumnya bersifat urai, lepas, lunak, belum kompak (unconsolidated), bersifat memperkuat efek goncangan gempabumi.
Sementara pakar geologi dari UGM Wahyu Wilopo mengatakan gempa yang mengguncang Palu dan Donggala hari ini kemungkinan besar memang dipicu aktivitas sesar Palu-Koro. Patahan ini, kata dia, memiliki karakter pergerakan cenderung bergeser atau bukan sesar naik seperti yang memicu gempa Lombok.
“Ini sama dengan sesar semangko yang membelah Pulau Sumatera,” kata Wahyu saat dihubungi Tirto pada Jumat malam.
Tsunami Selat Sunda
Erupsi Anak Krakatau disebut sebagai penyebab longsor bawah laut yang memicu gelombang tsunami yang menewaskan ratusan orang. Gunung api ini sedang memasuki fase baru dan mematikan, kata seorang ahli vulkanologi asal California, Jess Phoenix, setelah ia melihat gambar-gambar erupsi dan menganalisis lini masa erupsi.
Gunung pendahulu Anak Krakatau ini memberikan perspektif untuk sejumlah peneliti. Krakatau adalah stratovolkano (gunung berapi tinggi berupa lapisan-lapisan yang terdiri atas lapisan lava mengeras serta abu vulkanis) berbentuk kerucut yang nampak kokoh dan menjulang.
Uap air adalah fenomena yang wajar bagi gunung api yang tidak sedang mengalami erupsi. Hal itu disebabkan oleh air yang dipanaskan dalam tubuh gunung api meluap ke permukaan.
Skala itu mengukur material yang dimuntahkan oleh gunung api dan peningkatannya secara eksponensial. Skala skala ‘0’ atau ‘1’ juga ditemui pada erupsi gunung api di Hawaii, sementara skala 8 adalah skala bencana besar, seperti erupsi di Yellowstone 630.000 tahun yang lalu.
Tipe letusan seperti ini dapat berlangsung setiap hari selama bertahun-tahun tanpa menyebabkan letusan yang lebih besar.
Namun, jika magma yang masuk ke sistem semakin banyak, sangat mungkin gunung api akan mengalami erupsi dalam skala yang lebih besar.
Hembusan erupsi tebal berwarna cokelat terlihat pada satu dari tiga pulau yang ada. Hal itu menunjukkan adanya konveksi, yang dapat dilihat dari gambar ini.
Erupsi mengancam penerbangan dan kesehatan manusia, karena terdapat fragmen bebatuan yang bersifat merusak jika mengenai mesin atau dihirup oleh manusia.
Massa fragmen bebatuan itu juga dapat menyebabkan ambruknya bangunan-bangunan.
Puncak gunung ditutupi oleh erupsi yang sangat besar, dengan interaksi antara magma yang sangat panas, gas, dan air, yang menyebabkan ledakan-ledakan yang mengubah air menjadi uap.
Oleh karena Anak Krakatau dikelilingi lautan, terdapat interaksi yang lebih besar antara air dan material panas gunung api, yang memproduksi banyaknya uap dan erupsi yang terlihat kacau.
Tabrakan batu yang terfragmentasi, abu vulkanik, dan air di udara dapat menciptakan muatan statis. Gunung api itu sendiri terlihat penuh dengan kepulan erupsi.
Kilat itu tidak timbul dari awan badai, tapi dari erupsi yang melepas energi statis melalui proses yang disebut sebagai pemisahan muatan.
Tentu saja, gunung berapi tidak mengalami erupsi pada ruang hampa. Dampak erupsi tidak hanya dapat dirasakan secara lokal, tapi kadang-kadang dalam skala regional dan global.
Fase baru erupsi Anak Krakatau diikuti tragedi yang tidak biasa, yaitu tsunami.
Dengan data yang ada, nampaknya tsunami yang menerjang bagian barat pulau Jawa pada Sabtu (22/12) ini disebabkan oleh runtuhnya bagian Anak Krakatau yang memicu longsor bawah laut. Pergeseran bebatuan diyakini sebagai faktor yang menyebabkan tsunami yang mematikan.
Bahaya gunung api adalah sebuah hal baru untuk Indonesia. Dampak dari erupsi terakhir Anak Krakatau harus menjadi pengingat bahwa kita perlu melakukan studi tambahan, pendidikan, dan upaya kesiapsiagaan lebih untuk menyelamatkan orang-orang dan bangunan yang ada selama gunung api meletus dan sesudahnya.
Letak geografis Indonesia yang berada di Cincin Api Pasifik (Ring of Fire) dan dikelilingi oleh lautan membuat negeri ini berpotensi dihantam banyak bencana alam.
Terhitung sejak awal tahun 2018, terjadi sejumlah bencana alam dengan dampak besar yang melanda beberapa wilayah di Indonesia.
- Gempa di Lebak, Banten
Gempa bumi dengan kekuatan 6.1 SR terjadi di barat daya Kabupaten Lebak, Banten, Selasa (23/1/2018). Menyebabkan kerusakan yang cukup besar.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jumat (26/1/2018), menyatakan sebanyak 2.760 rumah rusak akibat gempa tersebut. Sebanyak 2.760 unit rumah rusak itu rinciannya 291 rumah rusak berat (RB), 575 rusak sedang (RS), dan 1.894 rusak ringan (RR).
Selain itu juga terdapat kerusakan bangunan lainnya meliputi 7 unit fasilitas peribadatan, 2 unit fasilitas kesehatan, 17 unit fasilitas pendidikan, 6 unit kantor atau gedung pemerintahan, dan 63 unit fasilitas umum.
BNPB menaksir kerugian mencapai ratusan miliar rupiah. Selain menimbulkan kerusakan materi, gempa ini juga menyebabkan 1 orang tewas.
- Longsor di Brebes – Februari
Sebanyak lima orang meninggal dalam bencana longsor yang menimpa petani di Desa Pasir Panjang, Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah.
Data tersebut disampaikan Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho berdasarkan laporan dari Bupati Brebes yang berada di lokasi longsor, Kamis (22/2/2018) sekitar pukul 14.30 WIB.
Bencana alam ini juga mengakibatkan 15 orang hilang dan 14 orang terluka.
Diketahui, lokasi longsor di Desa Pasir Panjang, Kecamatan Salem, termasuk kategori zona rawan sedang hingga tinggi longsor.
Pusat longsor dari perbukitan di hutan produksi Perhutani BKPB Salem Petak 26 PlRPH Babakan, longsor kemudian menimbun sawah di bagian bawah.
Kurang lebih, luas longsor mencapai 16,8 hektar, dengan panjang longsoran dari mahkota longsor sampai titik terakhir sekitar 1 kilometer.
“Lebar longsor di atas yang mahkota longsor 120 meter, sementara lebar bagian bawah 240 meter dengan ketebalan 5-20 meter perkiraan 1,5 juta meter kubik,” kata Sutopo.
- Gunung Sinabung – April
Setelah beberapa waktu mengalami penurunan aktifitas vulkanik, Jumat (6/4/2018) petang, gunung Sinabung kembali meletus dengan tinggi kolom abu lebih dari 5.000 meter.
Pusat Vulkanologi Mitigasi dan Bencana Geologi (PVMBG) dan Pos Pengamatan Gunungapi Sinabung melaporkan, terjadi luncuran awan panas sejauh 3.500 meter ke arah ke tenggara dan selatan.
“Terekam di seismik gempa erupsi terjadi mulai pukul 16:07 sampai 18:00 WIB, dan masih berlanjut,” kata Kepala Pemantau Gunung Api (PGA) Sinabung, Armen Putra, Jumat (6/4/2018).
“Kesimpulannya, tingkat aktivitas Gunung Sinabung masih di level IV atau Awas.”
Armen kembali mengingatkan agar masyarakat dan pengunjung tidak melakukan aktivitas dalam radius tiga kilometer dari puncak gunung.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho menambahkan, letusan melontarkan abu vulkanik dan material piroklastik dengan tekanan kuat berwarna abu-abu gelap disertai awan panas.
Hingga kini tidak ada korban jiwa karena di daerah zona berbahaya sudah kosong dari aktivitas masyarakat.
“Masyarakat yang berada di zona merah sudah mengungsi sejak lama dan sebagian sudah direlokasi. Aktivitas vulkanik tetap tinggi dan berpotensi terjadi letusan susulan,” kata Sutopo, Jumat (6/4/2018).
- Gempa Lombok – Agustus
Gempa berkekuatan 7.0 SR mengguncang wilayah Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), Minggu (5/8/2018). Gempa tersebut terjadi sekitar pukul 18:46:35 WIB.
Titik gempa berada di 8.37 Lintang Selatan – 116.48 Bujur Timur tepatnya 18 kilometer barat laut Lombok Timur, NTB dengan kedalaman 15 kilometer.
Melalui laman resmi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofiska (BMKG) dijelaskan jika gempa tersebut diprediksi memicu tsunami.
Korban meninggal dunia akibat rangkaian gempa yang mengguncang Lombok pada Agustus 2018, tercatat mencapai 564 orang.
Selain itu, BNPB mencatat terdapat 42.239 rumah dan 458 unit sekolah yang mengalami kerusakan.
Keterangan dari Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho, disebutkan jika korban meninggal dunia paling banyak berasal dari Kabupaten Lombok Utara, yaitu 467 orang.
“Jumlah korban jiwa meninggal dunia sebanyak 564 orang dengan rincian, yaitu Kabupaten Lombok Utara sebanyak 467 orang, Kabupaten Lombok Barat sebanyak 44 orang, dan Kabupaten Lombok Timur sebanyak 31 orang,” ujar Sutopo, melalui siaran pers, Senin (1/9/2018).
Selain itu, sebanyak 2 korban berada di Kabupaten Lombok Tengah, 9 korban berada di Kota Mataram, 6 orang di Kabupaten Sumbawa, dan 5 korban di Kabupaten Sumbawa Barat
Sutopo juga menyebutkan ada 1.584 korban luka-luka yang tersebar di beberapa tempat. Daerah dengan korban luka-luka terbanyak berada di Lombok Utara dengan jumlah 829 orang. Sementara, Lombok Barat sebanyak 399 orang dan Lombok Timur sebanyak 122 orang. Kemudian, korban luka-luka di Sumbawa Barat berjumlah 115 orang.
- Gempa dan Tsunami di Palu dan Donggala – September
Gempa bumi dan juga tsunami terjadi di Kota Palu dan Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, Jumat (28/9/2018). Gempa pertama kali mengguncang Donggala pukul 14.00 WIB.
Gempa tersebut berkekuatan 6 SR dengan kedalaman 10 km dari permukan laut. Setelah gempa pertama tersebut, terjadi kembali gempa pukul 17.02 WIB dengan kekuatan yang lebih besar, yaitu 7,4 SR dengan kedalaman yang sama, 10 km di jalur sesar Palu Koro.
Lima menit pascagempa, rangkaian bencana yang terjadi, ternyata belum berakhir. Sekitar pukul 17.22 WIB tsunami terjadi dengan ketinggian mencapai 6 meter.
Sejak gempa dan tsunami terjadi di Kota Palu dan Kabupaten Donggala, sejumlah gempa susulan terus terjadi di kawasan tersebut hingga Jumat malam.
Tercatat, setidaknya ada 13 gempa dengan kekuatan di atas 5 SR sejak pukul 14.00 WIB hingga 21.26 WIB. Korban meeninggal akibat gempa bumi dan tsunami yang melanda Kota Palu, Kabupaten Donggala, Sigi dan Parigi Sulawesi Tengah tercatat mencapai 2.073 orang.
“Korban meninggal terdiri dari Kota Palu 1.663 orang, Donggala 171 orang, Sigi 223 orang, Parigi Moutong 15 orang dan Pasangkayu, Sulbar,” kata Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat di BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, Kamis (11/10/2018).
- Banjir dan Longsor di Sumatera – Oktober
Banjir dan juga tanah longsor terjadi di Sumatera, tepatnya di wilayah Sumatera Utara dan Sumatera Barat pada Kamis dan Jumat (11-12/10/2018).
Akibat banjir dan tanah longsor tersebut, sebanyak 22 orang meninggal dunia dan 15 orang dinyatakan hilang. Berdasarkan data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sumatera Utara dan Barat, korban tewas, hilang dan luka tersebar di 4 wilayah, yaitu di Kabupaten Mandailing Natal, Kota Sibolga, Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Pasaman Barat.
Banjir dan longsor tersebut diketahui melanda 9 kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara yakni Kecamatan Natal, Lingga Bayu, Muara Batang Gadis, Naga Juang, Panyambungan Utara, Bukit Malintang, Ulu Pungkut, Kota Nopan dan Batang Natal pada Jumat (12/10/2018) pagi dan sore hari.
Sebanyak 11 murid madrasah di Desa Muara Saladi, Kecamatan Ulu Pungkut, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara, meninggal dunia tertimpa bangunan yang hancur diterjang banjir bandang pada Jumat (12/10/2018) sore saat jam pelajaran sedang berlangsung.
Banjir bandang dan longsor di Mandailing Natal juga menyebabkan 17 unit rumah roboh, 5 unit rumah hanyut, ratusan rumah terendam banjir dengan ketinggian 1 hingga 2 meter di Kecamatan Natal dan Muara Batang Gadis.
Kemudian bencana serupa juga terjadi di Kota Sibolga, Sumatera Utara pada Kamis (11/10/2018). Hujan menyebabkan longsor di beberapa daerah di Kota Sibolga pukul 16.30 WIB. Longsor tersebut menyebabkan 4 orang meninggal dunia, 1 orang luka berat, dan 3 orang luka ringan.
Kerugian material meliputi 25 rumah rusak berat, 4 unit rumah rusak sedang dan sekitar 100 rumah terendam banjir dengan tinggi 60-80 centimeter. ***
Editor: denkur
Bahan: tribun dan berbagai sumber