DARA | Besok, 24 Maret 2019 tahapan pilpres mulai memasuki kampanye rapat umum atau kampanye akbar. Dijadwalkan berakhir 13 April 2019.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengatur jadwal kampanye terbuka dengan sistem zonasi. Dari 34 provinsi dibagi menjadi dua zonasi, yaitu zona A dan zona B. Setiap zona terdiri dari 17 provinsi.
Hasil dari pengundian pasangan Joko Widodo-KH Ma’ruf Amin beserta 10 parpol pendukung akan memulai kampanye rapat umum di zona B. Sdangkan Prabowo-Sandiaga dan 5 parpol pendukung ditambah Partai Garuda, akan memulai kampanye di zona A.
Zona A terdiri atas wilayah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, NTT, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku dan Papua.
Zona B terdiri atas Bengkulu, Lampung, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku Utara dan Papua Barat.
Peneliti Media Survei Nasional (Median), Ade Irfan Abudurrahman seperti dilansir republika, menilai biasanya pemilih mengambang atau swing voters dan undecided voters baru akan menentukan pilihan pada masa kampanye akbar. Praktis kampanye akbar ini sangat memiliki pengaruh yang cukup signifikan bagi kedua paslon untuk memperbaiki elektablitasnya.
Bagi swing voters, Kampanye akbar tentu akan sangat berpengaruh. Alasannya swing voters biasanya baru menentukan sikap saat masa kampanye hingga menjelang pencoblosan.
Pemilih mengambang akan tertarik dengan segala hiruk pikuk yang terjadi saat kampanye akbar berlangsung. Di antaranya tawaran program, janji politik hingga citra caleg dan capres yang ditampilkan saat kampanye akan menjadi bahan pertimbangan swing voters.
Tentu saja para kontestan menyadarinya dan mereka akan memaksimalkan masa kampanye terbuka ini. Apalagi angka suara mengambang dari hasil survei tidak dibilang kecil.
Masyarakat alias rakyat adalah penentu kemenangan dua pasangan capres-cawapres. Tentu menunggu bisa bertatap muka dengan para kandidat dalam momen kampanye akbar. Biasanya rakyat ingin mendengar program apa saja yang disodorkan. Meski, masih banyak rakyat yang tak terlalu memperhatikan soal program kandidat jika nanti terpilih.
Kampanye akbar, pada akhirnya berada pada dua posisi strategis, yaitu bisa menjadi pengunci suara, bisa juga pembuka suara baru. Ada suara militan ada suara ngambang. Suara militan sudah tidak terpengaruh dengan kampanye akbar, karena suaranya sudah terkunci alias tidak akan berpaling. Sedangkan suara ngambang, akan ditentukan oleh seberapa besar ketertarikannya pada kandidat di kampanye akbar.
Namun, bisa jadi suara ngambang malah tidak kemana-mana karena tidak merasa tertarik oleh kedua kandidat, hingga akhirnya suara ngambang seperti itu menjadi suara gulput. Meski, golput tidak ditentukan dengan itu, tapi banyak indikator lain secara teknis.
Kedua kandidat tentu membaca persoalan itu. Keduanya tentu memiliki strategi masing-masing untuk meraih suara ngambang agar menjadi pemilihnya. Hanya saja, pada posisi itu tak jarang menimbulkan gesekan di masyarakat. Karena pada intinya sama-sama menghalalkan segala cara demi mendulang suara.
Ada prediksi kericuhan di kalangan rakyat akan terjadi dalam kampanye terbuka ini. Sebuah tahapan yang memang rawan terjadi konflik, sehingga aparat keamanan harus bekerja ekstra untuk mengkondusifkan situasi.
Rakyat sedikit banyak terpengaruh oleh situasi panas di level atas sebagaimana yang mereka tonton di televisi atau membaca di pemberitaan. Akibatnya, sebagian masyarakat akan beranggapan gesekan itu adalah lumrah dalam perhelatan pilpres.
Gesekan biasanya terjadi ketika tim sukses masuk ke wilayahnya yang sudah menentukan pilihan. Gesekan juga biasa terjadi saat hari pencoblosan hingga penghitungan suara. Banyak, indikator penyebab gesekan terjadi di masyarakat.
Tentu kita berharap sekecil apapun gesekan harus segera ditangani, dan sebesar apapun gesekan terjadi tidak malah memecahkan persatuan dan persatuan bangsa. Pilpres akan berakhir dengan satu kemenangan, namun masyarakat akan terus bermusuhan dengan masyarakat lain jika tidak dipersatukan kembali.
Hendaknya pada fase gesekan ini semua elemen masyarakat bertanggungjawab untuk mengendalikan situasi. Artinya, kondusifitas pilpres tak hanya jadi tanggungjawab aparat keamanan, tapi juga harus dijiwai secara menyuluruh termasuk tokoh masyarakat dan kalangan pemuda. Menciptakan pemilu damai jadi tanggungjawab moral kita sebagai bangsa. ***
Editor: denkur