Kapal China Masih Berkeliaran di Natuna, TNI Tambah Armada Kapal Perang

Senin, 6 Januari 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Foto: gelora.com/net

Foto: gelora.com/net

Kapal-kapal China masih bertahan di wilayah perairan Natuna. Mereka bersikukuh mengklaim itu wilayah teritorialnya. TNI AL menambah armada laut. Hubungan Indonesia-China pun kini makin memanas.


DARA | JAKARTA – Armada laut terus ditambah. Maksudnya untuk mengusir sejumlah kapal China yang masih mencuri ikan di Natuna. Namun, hingga Minggu kemarin 5 Januari 2020, kapal-kapal China itu masih bertahan di sana.

Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) I TNI Laksamana Madya Yudo Margono mengatakan, kapal-kapal asing itu tetap melakukan penangkapan ikan didampingi dua kapal penjaga pantai dan satu kapal pengawas perikanan Cina.

Operasi pun digelar. Dua unsur Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) diturunkan. Namun, upaya komunikasi pun gencar dilakukan dengan kapal Penjaga Pantai Cina agar segera meninggalkan perairan tersebut. “Fokus kami sekarang ialah menambah kekuatan TNI di sana. Besok akan kami gerakkan empat unsur KRI lagi untuk mengusir kapal-kapal itu,” ujarnya, dikutip dari republika, Senin (6/1/2020).

Laksamana Yudo menegaskan, hingga saat ini tindakan yang dilakukan TNI masih bersifat persuasif dengan memperingatkan kapal Cina, bahwa mereka sudah menerobos sekaligus menangkap ikan secara ilegal di Laut Natuna.

Seperti diberitakan sebelumnya, konflik Natuna itu bermula saat puluhan kapal nelayan China memasuki wilayah laut Indonesia, pertengahan Desember lalu. Kapal-kapal TNI AL dan Badan Kemanan Laut (Bakamla) berulang kali melakukan pengusiran, tetapi penerobosan terus terjadi.

Pada 31 Desember 2019, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI memanggil duta besar RRC untuk Indonesia guna melayangkan nota protes. Sehubungan penerobosan masih juga terjadi, pada Jumat (3/1/2020), Indonesia melalui rapat lintas kementerian/lembaga di Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan HAM (Kemenko Polhukam) memutuskan pengiriman kapal-kapal tempur dan kapal patroli tambahan ke Kepulauan Natuna.

Tiga KRI sejak beberapa hari lalu sudah berada di Natuna dan dua KRI tambahan dari Jakarta tiba di Natuna pada Sabtu (4/1/2020).

Masih dikutip dari republika, Indonesia mengeklaim kedaulatan di Laut Natuna Utara seturut Konvensi Hukum Laut PBB 1982 yang menetapkan bahwa zona ekonomi eksklusif (ZEE) suatu negara adalah 200 mil laut dari daratan yang dikuasai.

Namun, China bersikukuh, sebagian besar Laut China Selatan yang diliputi garis imajiner “Nine Dash Line” alias Sembilan Garis Putus-putus adalah wilayah mereka secara historis. Selain itu, Cina menarik ZEE dari Kepulauan Spratly yang terletak di bagian utara Laut Cina Selatan (LCS).

Sebagian besar kepulauan itu sedianya telah dimenangkan Filipina dalam arbitrase tribunal internasional pada 2016. Meski begitu, Beijing menolak mengakui putusan pengadilan itu dan tetap mengeklaim kepulauan yang mereka namai Nansha tersebut.

“Apa yang disebut putusan arbitrase LCS itu ilegal, batal berdasarkan hukum, dan kami telah lama menegaskan Cina tidak menerima atau mengakui hal itu,” ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Cina Geng Shuang dalam rilis, Jumat (3/1/202).

Ia juga menegaskan, Penjaga Pantai Cina akan terus melakukan tugasnya mengawal kepentingan Cina di perairan yang mereka klaim. Menurut dia, patroli akan terus dilakukan terlepas Indonesia “mau mengakui atau tidak” klaim Cina di wilayah tersebut.

Selama ini, Pemerintah Indonesia berkeras ZEE Kepulauan Natuna tak bersinggungan dengan klaim Cina. Menko Polhukam Mahfud MD menyatakan, Pemerintah Indonesia tidak akan bernegosiasi dengan RRC terkait perairan Natuna.

“Kami akan mempertahankan kedaulatan kita dan akan kami usir dengan segala kemampuan yang ada,” ujar Mahfud di Kota Malang, Jawa Timur.

Jika Pemerintah Indonesia bernegosiasi dengan Pemerintah Cina, kata Mahfud, itu artinya mengakui secara tidak langsung bahwa ada sengketa antara kedua negara terkait perairan Natuna. “Cina menyatakan itu hak tradisional mereka karena sejak ribuan tahun nelayan mereka ke wilayah itu. Apa dasarnya dan apa buktinya?” ujar Mahfud.***

Editor: denkur | Sumber: republika

Berita Terkait

Makan Bergizi Gratis Dimulai Serentak Senin Besok, Berikut Lokasi 190 Dapur Umum se-Indonesia
Pernah Gugat Presidential Threshold, Tamsil Linrung Apresiasi Putusan MK
Ketum PWI Pusat Hendry Ch Bangun Minta Persiapan Teknis HPN 2025 Dimulai Pekan DepaN
BBM Subsidi 2025: Pertamina Patra Niaga Siap Salurkan Sesuai Kuota dan Skema Pemerintah
LaNyalla Apresiasi MK Hapus PT 20 Persen, Harap Jadi Momentum Perubahan Fundamental
Tokoh Pers Nasional Atmakusumah Astraatmadja Meninggal Dunia
Semalam Kapolri Cek Pengamanan Perayaan Momen Tahun Baru 2025 di Bundaran HI
Ketua Dewan Pers Apresiasi Polri atas Dukungan dalam Menjaga Kemerdekaan Pers
Berita ini 5 kali dibaca

Berita Terkait

Minggu, 5 Januari 2025 - 19:40 WIB

Makan Bergizi Gratis Dimulai Serentak Senin Besok, Berikut Lokasi 190 Dapur Umum se-Indonesia

Sabtu, 4 Januari 2025 - 16:18 WIB

Pernah Gugat Presidential Threshold, Tamsil Linrung Apresiasi Putusan MK

Sabtu, 4 Januari 2025 - 11:55 WIB

Ketum PWI Pusat Hendry Ch Bangun Minta Persiapan Teknis HPN 2025 Dimulai Pekan DepaN

Jumat, 3 Januari 2025 - 17:37 WIB

BBM Subsidi 2025: Pertamina Patra Niaga Siap Salurkan Sesuai Kuota dan Skema Pemerintah

Jumat, 3 Januari 2025 - 09:14 WIB

LaNyalla Apresiasi MK Hapus PT 20 Persen, Harap Jadi Momentum Perubahan Fundamental

Berita Terbaru