Penangkapan tersangka CH membuktikan bahwa Kepolisian Polresta Cirebon tidak tebang pilih atas penanganan kasus, meskipun tersangka merupakan anggota Polri.
DARA | Oknum Polisi berpangkat Briptu dengan inisial CH yang bertugas di Polres Cirebon Kota dilaporkan oleh istrinya dengan dugaan tindakan kekerasan fisik dalam rumah tangga dan kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur (anak tiri), 25 Agustus 2022.
“Terungkapnya kasus ini berawal adanya laporan tanggal 25 Agustus tentang kekerasan fisik. Dari laporan tersebut, kita langsung lakukan penyelidikan,” kata Kapolresta Cirebon Kombes Pol Arief Budiman, Selasa (27/9/2022).
Namun, kemudian ibu korban juga melaporkan adanya tindak kekerasan seksual. Seperti dikatakan Kapolres, selain tindak kekerasan fisik, ternyata korban diduga mengalami kekerasan seksual.
“Setelah dilakukan visum, kami lakukan penangkapan pada tanggal 6 September dan dilanjutkan penahanan pada tanggal 7 September lalu,” kata Kapolres.
Penangkapan terhadap tersangka CH ini, membuktikan bahwa Kepolisian Polresta Cirebon tidak tebang pilih atas penanganan kasus ini, meskipun tersangka merupakan anggota Polri.
“Kami tegaskan, bahwa Polresta Cirebon tidak tebang pilih atas penanganan kasus ini. Bahkan, sampai hari ini, tersangka sudah ditahan selama 19 hari,” kata Kapolres.
Pihaknya juga membuka ruang terhadap fakta fakta baru terkait penanganan kasus tindak kekerasan fisik dan kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur yang dilakukan oleh oknum polisi.
“Terkait dengan transparansi, kami membuka ruang. Jika memang ada fakta-fakta batu, silakan kita buka kesempatan untuk menggali dan mengkaji bersama terkait fakta-fakta yang dilaporkan,” katanya.
Atas perbuatan perbuatannya, tersangka diancam dengan pasal berlapis tentang undang-undang tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan seksual.
“Tersangka terancam hukuman penjara maksimal 15 hingga 20 tahun dalam kurungan penjara,” tegasnya.
Sementara itu, Pembina Komnas Perlindungan Anak (PA) Jawa Barat, Bimasena meminta kepada orang tua atau keluarga korban untuk tidak memviralkan, dengan cara melaporkan ke pihak-pihak lain. Namun, harus benar-benar dijaga agar tidak menimbulkan trauma bagi korban itu sendiri
“Kita harus memikirkan psikologi anak sebagai korban agar korban tidak lagi menjadi korban yang kedua kali,” katanya.
Ia juga menegaskan, bahwa dirinya akan mengawal proses ini hingga persidangan nanti. Berharap bisa bertemu dengan korban agar dapat melakukan assessment.
“Kami akan kawal kasus ini sampai ke persidangan, dan kami juga terbuka kalau lembaga lain untuk bersama-sama kita kawal kasus ini. Jangan memviralkan di media sosial, agar tidak berdampak terhadap korban, “katanya.
Editor: denkur