Karut Marut Persoalan ABK Perikanan Indonesia: Bagaimana Akademisi dan Mahasiswa dapat Berperan?

Minggu, 12 Juni 2022

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Foto: Istimewa

Foto: Istimewa

Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dan Greenpeace Indonesia bekerjasama dengan Universitas Paramadina Jakarta menggelar nonton bareng (nobar) film garapan Kasan Kurdi yang berjudul Before You Eat (BYE).


DARA – Nobar juga dilanjutkan dengan sesi diskusi untuk membahas peran aktif akademisi dan mahasiswa dalam memahami karut marut persoalan Anak Buah Kapal (ABK) Perikanan Indonesia.

Film yang diproduksi oleh SBMI dan didukung oleh Greenpeace Indonesia ini menceritakan upaya untuk mengungkap aktivitas perikanan ilegal atau yang lebih dikenal dengan Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) fishing yang berkaitan erat dengan praktik perdagangan orang dan perbudakan modern ABK Perikanan Indonesia di kapal perikanan asing.

Praktik perbudakan modern yang menimpa ABK asal Indonesia merupakan persoalan yang kerap terjadi bertahun-tahun.

Menurut catatan SBMI, terdapat 338 aduan kasus kerja paksa ABK Indonesia di kapal ikan asing dari September 2014 – Juli 2020.

Pada tahun 2020 sendiri, jumlah aduan meningkat menjadi 104 kasus, di mana pada tahun sebelumnya berjumlah 86 pengaduan.

Pada tahun 2021, SBMI kembali mendapat pengaduan kasus ABK Indonesia yang bekerja di kapal asing sebanyak 188 kasus.

Data tersebut menujukan tren peningkatan yang tentu saja harus disikapi secara serius. Oleh karena itu, film BYE menjadi cukup relevan sebagai salah satu medium untuk mendesak pemerintah Indonesia bersikap lebih tegas dalam membenahi tata kelola perekrutan ABK Indonesia dan memberikan perlindungan pada ABK Perikanan Indonesia yang bekerja di kapal ikan asing.

BYE juga dapat dijadikan sebagai media pembelajaran bagi para akademisi dan mahasiswa untuk dapat memahami persoalan secara mendalam serta mencari solusi untuk tata kelola tenaga kerja pada sektor ini.

Pada sesi diskusi, Dosen Hubungan Internasional Paramadina, Benni Yusriza Hasbiyalloh mengatakan bahwa solusi aktif dapat dimulai dengan mengedepankan agenda penelitian-penelitian berperspektif pengalaman korban dan penyintas.

“Dengan memahami pengalaman korban dan penyintas, kita tidak hanya bisa mempelajari kekerasan yang dialami pada saat bekerja tapi juga bagaimana kekerasan terjadi di setiap lintasan migrasi korban. Kita juga bisa menilai apakah solusi-solusi yang ditawarkan dan diberikan oleh pemerintah mampu untuk memberikan keadilan atau malah memperpanjang penderitaan korban,” ujar Benni, dalam rilis yang diterima redaksi, Minggu (12/6/2022).

Benni menambahkan, film BYE seharusnya menyadarkan kita bahwa penelitian-penelitian wajib berpihak kepada kelompok masyarakat rentan.

Hal senada juga disampaikan Salsa Nofelia Franisa dari Departemen Advokasi SBMI yang mengajak dan mendorong mahasiswa untuk sampai pada level advokasi atau memperjuangkan secara aktif agenda tata kelola perlindungan ABK Perikanan Indonesia yang lebih baik.

“Kalau mau jujur, selama ini ada kekosongan hukum jika berbicara perlindungan relasi kerja ABK Perikanan Indonesia yang bekerja di kapal ikan asing. Berdasarkan mandat dari UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, pemerintah seharusnya menerbitkan Peraturan Pemerintah terkait perlindungan ABK kapal niaga dan perikanan 2 tahun semenjak disahkan. Tapi, PP Penempatan dan Pelindungan ABK baru disahkan 8 Juni 2022 kemarin, setelah 3 mantan ABK mendaftarkan gugatan ke PTUN,” tutur Salsa.

Santim, mantan ABK perikanan di kapal asing yang tampil sebagai salah satu narasumber pada sesi diskusi juga mengajak masyarakat, termasuk kalangan akademisi dan mahasiswa untuk bersama-sama menyuarakan isu perbudakan modern di laut.

“Sebagai mantan ABK yang pernah menjadi korban perbudakan di laut, saya berharap tidak ada lagi teman atau saudara kita yang menjadi korban seperti saya. Untuk itu, mari terus suarakan isu perbudakan di laut ini agar berbagai persoalan yang dialami ABK, khususnya yang bekerja di kapal asing mendapat perhatian pemerintah dan pihak-pihak terkait,” ujar Santim.

Editor: denkur

Berita Terkait

Istimewa Pembukaan UKW PWI Jaya-UMJ, Dihadiri Rektor dan Dua Anggota Dewan Pers
Sampurasun Tasikmalaya! Dahsyatnya Weekend Hadirkan Nabila Taqiyyah Hingga Restu di Balekota Tasikamalaya
Serentak, Ratusan Kepala Daerah Terpilih Hasil Pilkada 2024 Sudah Dilantik
Lindungi Masyarakat, Pelaku Usaha Kosmetik Harus Patuhi Ketentuan Ini
Mendengar Suara Anak: Komdigi Sempurnakan Regulasi Perlindungan Digital
Bentengi Anak di Ruang Digital, Regulasi Baru Segera Hadir
Lakukan Audiensi, Wirawati Catur Panca-MPR RI Siap Gelar Diskusi Patriotisme Perempuan
Kesbangpol DKI Jakarta Berpotensi Raih Predikat Informatif dalam E-Monev, Ini Syaratnya
Berita ini 3 kali dibaca

Berita Terkait

Jumat, 21 Februari 2025 - 11:46 WIB

Istimewa Pembukaan UKW PWI Jaya-UMJ, Dihadiri Rektor dan Dua Anggota Dewan Pers

Jumat, 21 Februari 2025 - 10:49 WIB

Sampurasun Tasikmalaya! Dahsyatnya Weekend Hadirkan Nabila Taqiyyah Hingga Restu di Balekota Tasikamalaya

Kamis, 20 Februari 2025 - 15:14 WIB

Serentak, Ratusan Kepala Daerah Terpilih Hasil Pilkada 2024 Sudah Dilantik

Rabu, 19 Februari 2025 - 12:59 WIB

Lindungi Masyarakat, Pelaku Usaha Kosmetik Harus Patuhi Ketentuan Ini

Rabu, 19 Februari 2025 - 12:49 WIB

Mendengar Suara Anak: Komdigi Sempurnakan Regulasi Perlindungan Digital

Berita Terbaru

Foto: Istimewa

JABAR

Dari Sertijab Bupati Sukabumi

Jumat, 21 Feb 2025 - 17:18 WIB