Kasus cabul yang belakangan menggegerkan publik itu lokasinya bukan terjadi di pondok pesantren. Tapi, di sebuah lembaga pendidikan berjenis boarding school atau sekolah asrama.
DARA – Demikian dikatakan Wakil Gubernur Jawa Barat, Uu Ruzhanul Ulum. Ia menyebutkan antara pesantren dengan boarding school jauh berbeda.
Menurut Uu, kalau pondok pesantren itu ada unsur kyai, santri menetap (muqim), pondok, masjid, dan yang utama adalah kajian kitab kuning. Juga biasanya ditanamkan rasa nasionalisme, dan cinta terhadap NKRI kepada para santrinya.
“Definisi pesantren saja, satu harus ada pengajian kitab kuning. Kedua, harus ada masjid, asrama, ketiga harus ada ajengan, jadi (sangat) berbeda dengan boarding school,” ujar Uu, seperti dikutip dara.co.id dari Republika, Minggu (12/12/2021).
Selanjutnya, kata Uu, di pondok pesantren biasanya berdiri berbasis masyarakat serta tanpa mengharapkan keuntungan bagi pendiri dan para santrinya tidak mengharapkan ijazah.
“Biasanya pengajarnya adalah pendiri dan dibantu oleh anak-anaknya, keluarga, ataupun santri senior, tidak ada gajih per bulan kalau di pesantren karena niatnya tawasul terhadap ilmu, takdim keapada kiai, dengan tujuan ingin manfaat ilmu,” ujarnya.
Uu mengharapkan masyarakat dapat mengetahui perbedaan antara sekolah asrama dengan pesantren. Juga berharap pemangku kepentingan memberi pemetaan yang lebih jelas terhadap pesantren, sekolah asrama, atau pola-pola pendidikan agama lainnya, sehingga tidak terjadi kesimpang siuran ketika ada pemberitaan seperti saat ini.
Sekolah berasrama dapat diartikan sebagai suatu tempat untuk melakukan aktivitas belajar-mengajar seperti sekolah pada umumnya. Namun, terdapat fasilitas asrama atau tempat tinggal.
Sebelumnya diberitakan, ada kasus pencabulan yang dilakukan oknum seorang pendidikan terhadap belasan santriwati. Kasusnya kini sedang diproses secara hukum di Bandung.
Editor: denkur