Kasus SPK fiktip kembali mengemuka. Puluhan masa LSM Indonesian Birokration Service Watch (IBSW) dan delapan perusahaan gelar demo di halaman Balai Kota Sukabumi, Selasa, 11 Juli 2024.
DARA | Masa aksi menuntut Pemkot Sukabumi membayar utang kepada mereka.
“Kami Para Korban Kedzaliman Humpro Meminta Bayar Hutang…Kembalikan Aset Kami.” Begitu tulisan yang di sejumlah spanduk yang dibentangkan masa aksi.
Juru bicara LSM IBSW Elut Haikal miminta Penjabat (Pj) Wali Kota Sukabumi Kusmana Hartadji menyelesaikan masalah tersebut.
Elut menyesalkan Kusmana tak mau menemui masa aksi. Suasana pun sempat memanas. Masa berteriak minta Kusmana keluar ruangan.
Kemudian, suasana kembali tenang setelah Kepala Badan Kesbangpol Yudi Yustiawan didampingi Kepala Inspektorat Kota Sukabumi Een Rukmini menemui masa aksi.
Kepada masa aksi, Een mengatakan pihak pemkot tidak ada sangkut pautnya dengan utang sebagaimana yang diteriakan masa aksi.
Kata Een, pihaknya telah melakukan audit investigasi tahun 2022. Hasilnya tidak menemukan satu bukti pun uang yang digunakan pemkot.
Mendengar pernyataan tersebut, masa aksi naik pitam. Mereka mengatakan, membawa sejumlah bukti pembayaran cicilan yang dilakukan oleh Humpro.
“Kami memiliki bukti pembayaran cicilan angsuran. Bahkan, ada perjanjian akan diselesaikan saat dilakukan mediasi di Polda Jabar. Kami punya bukti apa perlu dibuka di sini,” ujar salah seorang pengusaha seraya membuka dokumen berupa foto di handpone miliknya.
Setelah adu argumen, masa aksi bergerak ke Kantor DPRD Kota Sukabumi. Ditemui Rozab Ashari dari Fraksi PDIP.
Rozab mengaku telah mendengar informasi kasus tersebut dan berjanji akan segera menggelar rapat pimpinan.
“Kami sangat memahami kegundahan dan resiko bapak-bapak sekalian. Segera kita akan menggelar rapat dengan pimpinan untuk memanggil pihak pemkot. Bahkan bila perlu kita bikin paniti khusus (Pansus),” tutur Rozab.
Rozab juga menyoroti kebijakan kontroversi walikota saat itu Achmad Fahmi yang tidak memberikan punishment kepada oknum. Hal ini tentunya menimbulkan pertanyaan besar yang harus digali lebih dalam.
Usai mendapat kepastian akan ditindak lanjuti oleh dewan, masa aksi bergeser ke Polres Sukabumi Kota untuk melakukan audensi sekaligus laporan pengaduan. Diterima langsung Kapolres Sukabumi Kota AKBP Ari Setyawan Wibowo.
Sebuah sumber menuturkan, ada delapan perusahaan yang diduga jadi korban penipuan SPK fiktif dengan total nilai Rp3,4 miliyar. Itu terjadi tahun 2018, dengan modus meminjam perusahaan dan jaminan sertifikat.
Berawal suatu ketika delapan perusahaan didatangi sejumlah oknum ASN Bagian Humas dan Protokol Sekretariat Pemda Kota Sukabumi dan pihak PT BPR BTM.
Mereka datang menawarkan proyek pengadaan mamin walikota sebesarRp3,4 miliyar. Kemudian mereka meminjam perusaahan dan jaminan untuk mencairkan kredit proyek.
Hasil pencairan kredit tersebut para pengusaha hanya mendapatkan biaya sewa perusahaan saja.
Namun, kemudian tiba-tiba pihak PT BPR menagih kepada para pemilik perusahaan sesuai jaminan, karena tidak ada pembayaran dari pihak pemkot.
Menanggapi itu, para pengusaha sontak kaget sekaligus kecewa. Bahkan, mereka dituduh sebagai kreditur bermasalah.
Lalu tahun 2022 akhirnya pihak Humpro melakukan pembayaran ke PT BPR BTM sebesar Rp1,6 miliyar. Sejak itu tidak ada lagi pembayaran hingga akhirnya pihak BPR akan melakukan eksekusi penyitaan anggunan para pengusaha tersebut.
Kasus ini sempat mencuat hinga ke Polda Jawa Barat. Setelah dimediasi ada kesepakatan hutang piutang yang merugikan para pengusaha itu akan diselesaikan oleh pihak Pemkot Sukabumi. Namun, hingga kini kasus ini mandeg dan para pengusaha resah, asetnya akan disita pihak bank pemberi kredit.***
Editor: denkur