Keluarga Alumni Teladan Yogyakarta (KATY) atau alumni SMAN 1 “Teladan” gelar Talkshow Pendidikan, sebagai sumbangsih untuk kemajuan pendidikan menengah di Indonesia, sebagaimana disampaikan Ir H Muhammad Romahurmuziy.
DARA | Acara temu tokoh ini merupakan rangkaian Lustrum XIII SMAN 1 Teladan Yogyakarta.
Berlangsung di Convention Hall lantai 2, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Sabtu (12/11/2022).
Mengangkat tema: “Kurikulum Merdeka Belajar: Lesson Learned Pengalaman Dikdasmen”.
Hadir sebagai Keynote Speaker yaitu Wakil Ketua MPR RI H. Arsul Sani, SH, MSi.
Sedangkan narasumber yakni Dr Cecep Suryana, MM (Kapokja Kemitraan Daerah dan Pemberdayaan Komunitas Direktorat PMPK, Kemendikbudristek), Isti Fatimah (Kepala SMA 2 Bantul) sebagai SMA non penggerak dan Tumisih, MPd. (Kepala SMA Playen 2 Gunungkidul) sebagai SMA Penggerak.
Hadir pula sebagai penanggap, Ki Darmaningtyas (Pengamat dan Pemerhati Pendidikan), Muhammad Nur Rizal (Gerakan Sosial Menyenangkan), Drs Jumadi, MSi (Kepala Sekolah SMA 1), apt. Aris Widayati, MSi, PhD (Konsultan BPMP DIY).
Teladan talkshow pendidikan ini membahas dan melakukan evaluasi bersama dengan tokoh-tokoh pendidikan se-DIY tentang pelaksanaan Kurikulum Merdeka.
Selain itu juga menguji efektivitas, efisiensi, relevansi, dan kelayakan (feasibility) rancangan dan implementasi kurikulum dan pembelajaran pada satuan pendidikan pelaksana kurikulum merdeka.
Nantinya, hasil evaluasi tersebut akan dijadikan referensi dalam memperbaiki dan menentukan tindak lanjut pengembangan kurikulum pada pelaksanaan kurikulum merdeka.
Wakil Ketua MPR RI Arsul Sani menggaris bawahi bahwa kurikulum merupakan bagian dari amanat pembukaan UUD 45 dan UU sisdiknas no 20 th 2013, yang sedang diajukan RUU perubahan dan belum disetujui DPR RI.
DPR RI, kata Arsul Sani, membahas polemik yang terjadi berkaitan dengan perbedaan pandangan atas urgensi
pergantian kurikulum, termasuk seberapa besar dampaknya pada makna pembelajaran itu sendiri.
Juga terkait belum adanya panduan pelaksanaan yang utuh, biaya deseminasi untuk sekolah penggerak yang sangat besar dibandingan dengan proses deseminasi kurikulum 2013 serta berbagai isu mendasar lainnya.
Dr Cecep mengatakan yang melatar belakangi hadirnya kurikulum merdeka adalah adanya learning loss pasca pandemi, dan tingkat literasi dan numerasi yang masih rendah.
“Sekolah penggerak dimaksudkan agar kemudian sebagai pioner yang nantinya akan bergulir seperti snow ball, mengimbaskan pada sekolah lainnya dalam implementasi kurikuĺum merdeka,” ujarnya, seperti dalam rilis, Minggu (13/11/2022).
Dari Data sekolah pelaksana kurikulum merdeka terus meningkat dengan adanya pilihan mandiri belajar, mandiri berubah, dan mandiri berbagi.
Kepala SMA 2 Playen, Tumisih menuturkan, menjadi sekolah penggerak di awal merasa kewalahan untuk beradaptasi karena berbagai hal teknis yang belum didapatkan panduan dan regulasinya.
Namun, selanjutnya dengan pendampingan pelaksanaan kurikulum merdeka dirasakan sangat intensif, bahkan support dana dari pemerintah sangat membantu memenuhi kebutuhan pengembangan kompetensi guru.
Kepala SMA 2 Bantul, Isti juga menuturkan, sebagai sekolah mandiri berubah dengan melaksanakan P5 merasakan bahwa kompetensi guru meningkat untuk melakukan project based learning.
Kultur belajar siswa juga meningkat dengan metode belajar yang lebih inovatif, walau terkendala teknis pendanaan seperti untuk pelatihan pengambangan SDM yang tidak disupport.
Ki Darmaningtyas, mengatakan, kurikulum merdeka tidak selalu cocok dengan wilayah Indonesia yang beragam secara geografis dan sosio kulturnya.
“Seharusnya ini juga menjadi pertimbangan kemendikbudristek. Kurikulum ini tidak menjawab persoalan esensial yang tengah dihadapi pendidikan Indonesia yaitu kurangnya guru PNS,” ujarnya.
Nur Rizal, pendiri gerakan sosial Sekolah Menyenangkan, juga sepakat bahwa prinsipnya esensi sebuah pembelajaran bermakna itu didasari kemampuan guru untuk mengisnpirasi peserta didik untuk memiliki softskill yang dibutuhkan dalam kehidupannya.
“Setidaknya seperti percayaan diri dan berimajinasi bukan pada kurikulumnya, sehingga yang lebih esensial adalah pelatihan pengembangan SDM guru agar mampu membelajarkan siswa dengan lebih bermakna dan memiliki kemampuan tersebut,” katanya.
“Sekolah penggerak semakin menguatkan kastanisasi pendidikan yang seharusnya tidak terjadi karena seharusnya semua sekolah adalah sekolah penggerak, apalagi berkaitan dengan anggaran pendidikan,” imbuhnya.
Kepala SMA 1 Teladan menambahkan, pelaksanaan kurikulum merdeka harus dibarengi dengan kemampuan guru untuk berinovasi guru dalam mengembangkan potensi anak dengan terus meningkatkan kompetensi guru, pemenuhan kekurangan guru dan pemerataan fasilitas sekolah.
Dari BPMP, Bu Aris menyampaikan upaya sekolah untuk terus bergerak melakukan perubahan tidak akan sia sia karena terbukti dengan sekolah yang melaksanakan kurikulum merdeka merasakan dampak positif baik dari sisi guru maupun perserta didik.
Dari diskusi ini banyak insight dan aspirasi yang dapat dijadikan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan yang dititipkan para praktisi dan tokoh pendidikan pada Wakil Ketua MPR RI Arsul Sani, terutama pada pemerataan akses baik berupa pengadaan fasilitas, pemenuhan kebutuhan SDM guru, peningkatan kompetensi guru agar pembelajaran lebih bermakna, konsistensi implementasi desentralisasi pendidikan dengan mengakomodir kerberagaman geografis dan sosio kultur sekolah.
Editor: denkur