Buruh di Kabupaten Bandung Barat menuntut upah minimum kota/ kabupaten (UMK) tahun 2021 agar dinaikkan sebesar delapan persen dari tahun sebelumnya.
DARA | BANDUNG – Ketua Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan, dan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM – SPSI) KBB, Kiki Permana Saputra mengatakan, tuntutan tersebut berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ditambah implasi tahun 2019 akhir kwartal III sampai 2020, ada kenaikan untuk tingkat provinsi.
“Kita lihat di Badan Pusat Statistik (BPS) kenaikan itu (PDRB) sekitar 8,82%. ‘Nah, teman-teman di sini semuanya, khususnya para serikat pekerja sepakat meminta kepada dewan pengupahan agar merekomendasikan kenaikan,” ujar Kiki, disela-sela rapat pleno dewan pengupahan di Ngamprah, Selasa (17/11/2020).
Tuntutan kenaikan UMK buruh Bandung Barat tersebut, sama halnya dengan ajuan dari kabupaten/kota lainnya, seperti Kota Bandung. Di sisi lain, ada surat edaran menteri tenaga kerja yang menganjurkan perusahaan itu tidak boleh naik.
Selain itu, turun surat dari Gubernur Jawa Barat untuk walikota/bupati agar UMK tidak naik juga. “Intinya kita meminta kenaikan dan abaikan surat edaran menteri. Bukan kita tidak menghormati pemerintah, tapi pemerintah itu lebih cenderung ke pesanan pengusaha,” tegas Kiki.
Ia menegaskan, tuntutan kenaikan UMK tersebut cukup beralasan dengan PDRB dan Implasi. Hal itupun dipertegas dengan subsidi bagi pekerja di bawah upah Rp5 juta sebesar Rp600 ribu, selama empat bulan di masa pandemi Covid-19.
Subsidi tersebut kata Kiki, jelas pemerintah menyampaikan pesannya untuk meningkatkan daya beli. Maka, ketika upah para buruh tinggi, daya beli juga akan meningkat, sehingga perputaran ekonominya akan ada.
“Bagaimana ekonomi khususnya di KBB bisa tumbuh, kalau upahnya tidak ada kenaikan. Kalau pertumbuhan ekonomi KBB signifikan, kita berharap kenaikan di angka 8% lebih,” jelasnya.***
Editor: denkur