SALAH satu tantangan yang muncul dalam laporan World Economic Forum terkait dengan daya saing global (2019) yaitu pentingnya keseimbangan antara integrasi teknologi dan sumber daya manusia (SDM)untuk meningkatkan produktivitas. Sumber daya manusia merupakan factor kunci dalam menghadapi perkembangan teknologi. Proses pembentukan SDM yang memiliki kualitas terbaik serta berdaya saing tinggi yang mampu menghadapi persaingan global menjadi modal dasar yang harus diutamakan.
Generasi dan masyarakat yang mampu menyelaraskan antara kemajuan teknologi dengan penyelesaian masalah social melalui system yang terintegrasi menjadi inti dalam Society 5.0 atau masyarakat 5.0. Pengembangan dan pemanfaatan teknologi harus berorientasi pada kebutuhan manusia (Human-centered Technology).
Perubahan yang sangatcepat dan persaingan yang sangat ketat menjadi salah satu tantangan yang harus dihadapi di tengah era VUCA (volatility, Uncertainty, Complexity dan Ambiguity). Diperlukan kemampuan untuk meningkatkan kapasitas diri untuk menjadi manusia yang lebih adaptif dan handal agar bias bertahan serta mampu memberikan kontribusi untuk bangsa ini.
Kondisi ini disadari betul oleh banyak instansi, bahwa untuk menjaga keberlanjutan usahanya diperlukan upaya untuk menciptakan budaya (culture) positif bagi para pegawainya. Namun demikian, terkadang “gagalfokus” karena budaya hanya dipandang sebagai pengetahuan tambahan. Sebaik apapun strategi, jika tidak didukung budaya kerja dari para pegawainya maka instansi tesebut akan mengalami kesulitan dalam menjaga keberlanjutan usahanya.
Dalam kehidupan berbudaya dan bermasyarakat, kebiasaan seseorang (habit) merupakan tindakan individu yang dilakukan secara terus menerus, sedangkan budaya (culture) adalah kebiasaan yang menjadi cirri suatu masyarakat dalam lingkungan tertentu. Kebiasaan seseorang (habit) akan mempengaruhi dirinya, dan terus akan mempengaruhi lingkungan yang lebih besar, sehingga akhirnya menjadi budaya suatu masyarakat bahkan suatu bangsa.
Kemajuan suatu bangsa sangat bergantung dari kebiasaan individu-individu di dalamnya dan budaya dari masyarakatnya. Membangun budaya yang baik dari suatu bangsa adalah syarat cukup untuk membangun peradaban yang berkelanjutan dari bangsa tersebut. Dengan demikian, untuk menuju kearah tersebut, kebiasaan setiap individu di dalamnya harus dipupuk kearah yang lebih baik.
Peran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam mendidik setiap komponen bangsa ini akan memunculkan budaya bangsa yang mampu membawa Indonesia menjadi Negara yang memiliki kemandirian dan daya saing yang mumpuni.
Di masa pandemi Covid-19 telah memaksa sebagian besar dari kita kedalam isolasi dan mendefinisikan kembali “kondisi normal” dalam kehidupan pribadi dan pekerjaan. Sebagian besar dari kita bekerja dari rumah, hal ini membawa tantangan baru dalam menjaga kehidupan kerja kita berbeda dari kehidupan pribadi kita. Dengan kondisi sekarang ini, mungkin akan menjadi kebiasaan (habit) pada masa mendatang, paska pandemic. Efek pandemic terkadang bias membuat kita kehilangan motivasi.
Padahal bekal kemampuan dan motivasi yang tinggi akan dapat melahirkan berbagai peluang untuk kita. Peluang ini tak layak ditunggu, namun harus diburu dan diciptakan. Saat ini, banyak orang beranggapan bahwa kita harus menghindari suatu masalah, padahal dari setiap masalah selalu ada peluang yang bisa dimanfaatkan dan memberikan kontribusi positif yang dampaknya tidak hanya untuk diri sendiri bahkan juga untuk orang lain.
Setelah masa pandemic berakhir, akan sangat banyak bermunculan peluang usaha baru, yang kemungkinan belum terpikirkan sebelumnya. Karena itu, memaksimalkan kombinasi dari kemampuan, motivasi dan pemanfaatan peluang merupakan kebiasaan yang signifikan dalam membentuk budaya yang baik.
Untuk menciptakan budaya yang baik maka dibutuhkan peningkatan kapasitas diri sendiri, kita perlu melakukan continuous quality improvement (peningkatan kualtas diri secara berkelanjutan). Perlu disadari, bahwa dalam diri kita ini selalu ada room for improvement. Apabila kita menelisik diri kita masing-masing pasti selalu ada kesempatan untuk berintrospeksi dan memperbaiki diri (muhasabah). Kita seyogyanya bias melakukan introspeksi (evaluasidiri) dan melakukan pengukuran terhadap performa kinerja masing-masing.
Kenapa hal tersebut penting? Karena kita tidak akan pernah bias melakukan peningkatan kualitas apabila kita tidak pernah tahu ukuran kualitas diri kita masing-masing.
Dengan melakukan dua hal ini, Self Evaluation dan Performance Measurement, kedepan kita akan bias melakukan Continuous Quality Improvement untuk diri kita masing-masing, sehingga kapasitas kita meningkat.
Harapannya, dengan peningkatan kapasitas diria kan menghasilkan nilai (value) yang baik untuk bangsa ini. Bagaimana caranya membangun budaya sehingga bias memberikan dampak (value) yang besar?
Yang pertama, perlu adanya self awareness dari kita sehingga kita menjadi pelaku perubahan itu sendiri. Karena perubahan adalah satu hal yang pasti, jika tidak bias menyesuaikannya kita akan tergilas oleh perubahan itu sendiri. Menjadi pelaku perubahan artinya setiap individu tak cukup merasa terinspirasi dari suatu kejadian atau pembicaraan, tetapi juga harus berusaha bagaimana selanjutnya bias menginspirasi lingkungan disekitarnya.
Yang kedua, kita perlu menguatkan sikap adaptive dan passionate dalam menjalankan atau menghadapi kondisi suatu keadaan apapun. Di tengah kondisi yang penuh ketidakpastian dan tidak berpola ini, proses adaptasi dan pantang menyerah dari suatu keadaan ini merupakan suatu keniscayaan.
Kebiasaan untuk senantiasa memberikan yang terbaik dalam setiap kesempatan adalah sesuatu yang tidak bias ditawar. Yang terakhir, perlu disadari bahwa kolaborasi sangat diperlukan saat ini. Dengan kompleksitas permasalahan yang tinggi, kita memerlukan seluas-luasnya sudut pandang. Karena kolaborasi dengan lingkungan sekitar sangat diperlukan sehingga kontribusi kita bias maksimal untuk lingkungan. Satu factor penting dalam kolaborasi adalah kemampuan komunikasi. Seharusnya komunikasi bias melahirkan suatu komitmen bersama. Jika tidak bias menjadi komitmen justru akan mengancam ataupun merusak kesempatan-kesempatan yang sudah datang.
Hasil transformasi dari budaya menjadi suatu yang bernilai (Culture to Value), salah satunya ditunjukkan dalam bentuk Service Excellence. Proses melengkapi sudut pandang sangatlah penting untuk menciptakan service excellence. Jangan hanya memikirkan diri sendiri, namun juga perhatikan orang lain sehingga mendapatkan manfaat yang lebih besar.
Sustainability (keberlanjutan) menjadi penting dimasa sekarang bagi instansi termasuk dunia pendidikan karena kepuasan para pemangku kepentingan menjadi poin yang sangat penting. Untuk menggapai kepuasan seluruh pemangku kepentingan, kita harus mampu berkreativitas, berinovasi dan bertransformasi dengan baik sehingga dapat melahirkan budaya kerja yang dampaknya tak hanya untuk diri sendiri atau lingkungannya, bahkan lebih jauh adalah untuk bangsa ini.
Indonesia harus menghasilkan SDM dan generasi yang unggul, maka dengan Semangat Kebangkitan Nasional di era pandemic ini akan melekat di dada dan menjadi penguat bagi seluruh elemen masyarakat.
Yakinlah bahwa Yang Maha Kuasa juga akan memberikan yang terbaik untuk kita semua. Mari bangkit dengan senantiasa berkolaborasi dan saling menginspirasi. Mari bangkit untuk membangun generasi unggul dan berkontribusi positif untuk negeri kita, Bangsa Indonesia.***