DARA | SUKABUMI – Kejakasaan Negeri (Kejari) Kota Sukabumi, Jawa Barat, berhasil mengembalikan uang negara atau disebut uang pengganti sebesar Rp 6.704.050.014.
Pengembalian uang tersebut dari perkara tindak korupsi penyaluran kredit modal kerja sebesar kurang lebih Rp 17 miliar, yang diterima Koperasi Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (Kohippi) Sukabumi dari Bank Jabar Banten (BJB) Cabang Sukabumi pada 2012 lalu.
Kepala Kejari Kota Sukabumi, Ganora Zarina mengatakan, setelah menerima uang kredit modal kerja tersebut dari Bank BJB, Kohippi tidak menyalurkan pinjaman kepada 2020 anggotanya sesuai peruntukannya.
“Uang tersebut malah di bagikan kepada 50 orang yang bukan anggota Kohipi. Ini kami anggap perbuatan melawan hukum. Uang yang dikembalikan ke kas negara atau uang pengganti ini, hasil penjualan dari tiga sertifikat hak milik berupa tanah dan bangunan di Karangtengah, Kota Sukabumi, yang dianggunkan pada saat itu kurang lebih seluas 10.705 meter persegi,” ujar Ganora usai acara pengembalian uang tersebut di Kantor BJB Cabang Kota Sukabumi. Kamis (30/4/2020).
Gorona mengatakan, tiga Sertifikat tanah dan bangunan itu disita pada saat penyelidikan dan dinyatakan ada enam orang tersangka yang terlibat pada kasus tersebut, yakni Pimpinan Cabang BJB Kota Sukabumi inisial DH, Manajer Operasional inisial AR, Manajer Komersil Bank BJB Kota Sukabumi inisial KRS, Ketua Kohippi inisial MA, Sekretaris Kohippi inisial MN, dan Bendahara Kohippi inisial K.
Pada 2018 lalu, pihak pengadilan melakukan persidangan kepada enam orang terdakwa tersebut. Pimpinan BJB diganjar 4,6 tahun, dan yang lainnya 4 tahun penjara.
“Keenam tersangka didenda 50 juta, pejabat BJB dan Ketua Kohippi subsider enam bulan, sedangkan lainnya subsider 3 bulan. Perkara sudah putus dan ingkrah,” kata Garona.
Sementara itu Kepala BJB Cabang Kota Sukabumi, Nurachman Wijaya mengatakan, adanya kejadian tersebut diharapkan menjadi pelajaran dan meningkatkan kinerja lebih baik lagi.
“Sebelum ini, dari laporan ada pengembalian uang sekitar Rp 11 miliar lebih dari Kohippi jadi Rp 6,7 miliar. Ini merupakan sisa pokok kerugian yang dialami negara,” kata Nurachman Wijaya.***
Editor: Muhammad Zein