Bupati Bandung Dadang Naser, bersama Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Jarot Widyoko, melakukan Groundbreaking Pembangunan Kolam Retensi dan Polder-polder Andir.
DARA | BANDUNG – “Setelah terowongan Nanjung, Kolam Retensi Cieunteung dan terutama kegiatan Citarum Harum yang didukung oleh jajaran Kodam III/Siliwangi melalui dansektor dansektornya, pembangunan kolam retensi dan polder di Andir ini jika sudah berfungsi dengan baik, tentu akan semakin mempercepat penanganan banjir di Kabupaten Bandung,” ujar Bupati Dadang Naser di sela-sela acara yang berlangsung di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah tersebut, Kamis (10/12/2020).
Mengadaptasi penanganan banjir di beberapa negara, tutur bupati, keberadaan polder dapat mengendalikan air saat musim hujan, dan menjadi tabungan air untuk menghadapi musim kemarau.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung sendiri, tambah Dadang Naser, telah memberikan dukungan dengan membuat beberapa polder. Selain itu, sekitar 15 hektar lahan telah dibebaskan untuk memunculkan kembali danau yang hilang.
“Di Kecamatan Ibun ada satu danau yang hilang. Dari luas keseluruhan 60 hektar, saat ini kita sudah bebaskan sekitar 15 hektar untuk membangun kembali Situ Pangkalan. Ini untuk mengatasi banjir wilayah Majalaya,” tutur Dadang Naser.
Mengatasi permasalahan banjir dan lahan kritis, menurutnya memerlukan sinergitas antar pihak terkait, baik pemerintah pusat, provinsi, daerah kabupaten kota, TNI dan seluruh lapisan masyarakat. “Lahan-lahan kritis di hulu Citarum mulai terbangun dengan baik. Melalui sinergitas seluruh pihak, kita terus berupaya membangkitkan kesadaran masyarakat terkait pola tanam pertanian, agar sedimentasi di DAS Citarum bisa diminimalisir,” ucapnya pula.
Pada kesempatan itu, Kang DN panggilan akrab bupati, mengucapkan terima kasih kepada pemerintah pusat yang telah merespon aspirasi masyarakat Kabupaten Bandung. Ia juga mengapresiasi dukungan pemerintah daerah dan forum komunikasi pimpinan daerah (Forkopimda) Jabar yang terus mendorong percepatan pembangunan di wilayah yang dipimpinnya.
“Momentum penting ini, harapannya berujung pada perputaran perekonomian masyarakat. Ketika masalah banjir selesai, mudah-mudahan kesejahteraan rakyat khususnya di wilayah cekungan Bandung bisa meningkat,” harap Kang DN.
Gubernur Ridwan Kamil menyebut, pembangunan setiap kolam retensi harus berpotensi memunculkan pariwisata. “Jangan hanya tempat air, kalau bisa ada gagasan agar orang bisa rekreasi,” sebut gubernur.
Keberhasilan program Citarum Harum, akan diadopsi pihaknya untuk mengendalikan pencemaran di Sungai Cilamaya dan Cileungsi. “Kebencanaan Jabar itu mayoritas hidrologis. Jabar adalah provinsi paling banyak unsur aliran airnya. Aliran air bisa menjadi berkah atau musibah, tergantung kita menyikapi sumber air tadi,” kata Ridwan Kamil.
Sementara itu dalam sambutannya Dirjen SDA Jarot Widyoko mengemukakan, setelah berfungsi, Kolam Retensi Andir akan mampu menampung volume air sebanyak 137.000 meter kubik (m3).
“Kementerian PUPR tidak bisa mengatasi banjir, kami hanya berupaya mengendalikan. Seandainya terjadi banjir, ini akan sangat signifikan dari sisi waktu surut genangan,” ujar Jarot Widyoko.
Dengan panjang 297 kilometer (km) dan luas 11.000 kilometer persegi (km2), atau sekitar 32% luas Provinsi Jabar, bebernya, Sungai Citarum terdiri dari 19 DAS yang secara administratif melintasi 12 kewenangan kabupaten kota. Berawal dari hulu sungai di Situ Cisanti yang berada di kaki Gunung Wayang dan bermuara di Laut Jawa.
“Citarum menyediakan air berlimpah untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari masyarakat, dan perkotaan bahkan hingga ke ibukota (Jakarta). Tidak hanya untuk minum, tapi juga untuk kebutuhan industri, dan menggerakkan turbin pembangkit listrik untuk menerangi pulau Jawa dan Bali,” kata Jarot.
Pertumbuhan penduduk yang berkembang sangat pesat, tambah dia, mengakibatkan terjadinya perubahan. Hujan yang biasanya turun masuk ke dalam tanah, menjadi turun ke sungai yang mengakibatkan beban volume air berlebih.
Tingginya kebutuhan air berdampak pada penggunaan air tanah secara tidak terkendali. Banyak sekali sumur-sumur bor di atas 100 m. Selain itu, alih fungsi lahan berdampak besar terhadap laju infiltrasi dan meningkatnya aliran di permukaan sungai, sehingga menimbulkan banjir.
“Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah teknis, juga menimbulkan erosi sehingga terjadi sedimentasi. Padahal kita tahu, sungai tidak pernah bertambah panjang sendiri. Kita bisa berbuat mulai dari yang terkecil, dari masyarakat sampai yang dilakukan oleh pemerintah,” ujar Jarot.***
Editor: denkur