KEMERDEKAAN PERS adalah sebagian wujud kedaulatan rakyat yang harus dilakukan dengan prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum. Itulah asas yang terdapat pada Pasal 2 UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers.
Penerapan prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum dilakukan perusahaan pers dengan memenuhi kewajiban sebagaimana diatur pada Pasal 5 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) UU Pers.
Wartawannya harus mematuhi Pasal 7 ayat (2) UU Pers, memiliki dan mentaati Kode Etik Jurnalistik (KEJ), yang disahkan Dewan Pers. Hal ini merujuk pada KEJ 11 pasal yang ditetapkan 14 Maret 2006.
Bagaimana bila ada perusahaan pers yang memenuhi syarat Pasal 1 angka 1, Pasal 1 angka 2, Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 12 UU Pers tetapi melanggar hukum atau etika ?
Apakah pemberitaan yang diduga mengandung berita bohong tersebut boleh distempel hoax oleh instansi di luar Dewan Pers ? Bila hal ini terjadi maka menjadi persoalan serius bagi kemerdekaan pers di Indonesia.
Pasal 15 UU Pers dengan jelas hanya menunjuk Dewan Pers sebagai lembaga atau institusi penjaga kemerdekaan pers yang independen.
Jadi, terhadap produk pers tidak ada instansi lain yang boleh memberikan stempel hoax atau berita bohong. Penilaian terhadap karya jurnalistik yang melanggar etik ada pada Dewan Pers, bukan instansi lain.
Lalu bagaimana bila ada orang atau instansi yang merasa dirugikan dari pemberitaan media berbadan hukum pers di Indonesia dapat menempuh cara yang diatur UU Pers.
1. Materi berita yang melanggar diluruskan dengan Hak Jawab sesuai Pasal 5 ayat (2) atau Hak Koreksi sebagimana Pasal 5 ayat (3).
2. Bila Hak Jawab tidak dilayani oleh pihak perusahaan pers laporkan ke polisi sebagai pelanggaran Pasal 18 ayat (2) dan menjadi pidana pers.
3. Mediasi di Dewan Pers dengan melaporkan pelanggaran terhadap KEJ seperti ;
A. Tidak berimbang (Pasal 1 KEJ)
B. Tidak profesional (Pasal 2 KEJ)
C. Tidak uji informasi (Pasal 3 KEJ)
D. Berita bohong (Pasal 4 KEJ) dll
Hanya Dewan Pers lah yang berhak menguji apakah materi berita memang melanggar pasal KEJ yang dituduhkan.
Stempel hoax tidak dapat diberikan kepada perusahaan pers berbadan hukum Indonesia karena domisili hukum dan penanggung jawabnya sudah jelas diumumkan sesuai Pasal 12 UU Pers.
Stempel hoax boleh ditempelkan pada informasi yang tidak dapat diminta pertanggungjawaban seperti media sosial atau media yang tidak memiliki penanggung jawab.
*) Kamsul Hasan adalah Ketua Komisi Komptensi Wartawan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat