DARA | JAKARTA – Kepala BNPB, Doni Monardo, menegaskan kembali, 99% kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Tanah Air akibat ulah manusia, siasanya faktor alam. Membakar hutan untuk membuka lahan perkebunan hingga kini masih sering ditemui.
Menurut Doni, dua faktor terbesar karhutla oleh manusia, terjadi karena disengaja atau tidak disengaja. Pembukaan lahan untuk perkebunan dengan membakar hutan dan lahan adalah bagian dari unsur kesengajaan yang hingga saat ini masih sering ditemui.
“Setiap desa bahkan ada sepuluh hingga belasan orang yang dibayar untuk melakukan hal tersebut,” katanya, dalam rapat koordinasi kementerian/lembaga terkait untuk kesiapan menghadapi karhutla di enam provinsi, di Kantor BNPB, Jakarta, kemarin.
Ia menambahkan, faktor di luar kesengajaan, yakni perilaku manusia yang membuang puntung rokok atau benda jenis logam maupun kaca sembarangan. Perilaku tersebut, dapat menimbulkan api yang didukung oleh kondisi cuaca dan angin serta terik matahari di musim kemarau.
Ia mengakui, upaya yang dilakukan BNPB bersama kementerian dan lembaga lain selama ini belum sesuai harapan. “Cara-cara pemadaman karhutla dengan water bombing, modifikasi cuaca, dan pemadaman darat, ia akui, belum berhasil karena kedalaman gambut itu berkisar antara 10-36 meter.
Menurut Doni, salah satu solusi yang harus segera diambil adalah upaya pencegahan yang melibatkan kolaborasi antara TNI dan Polri. Pencegahan tersebut harus dilakukan dengan pendekatan budaya, sosial, religi, dan kekeluargaan dengan warga yang menjadi pelaku.
“Apabila hal itu masih belum berhasil maka harus ada penegakan hukum yang tegas,” ujar dia.
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Utama (Sestama) BNPB, Dody Ruswandi menambahkan bahwa hal utama yang mendasari adanya aktivitas pembakaran hutan dan lahan adalah adanya faktor ekonomi. Oleh karena itu, upaya pencegahan yang harus dilakukan juga dengan memperhatikan kesejahteraan hidup para warga yang selama ini mendapat pekerjaan sebagai pembakar hutan.
“Mereka harus mendapatkan sumber pendapatan baru, sehingga mereka yang tadinya mau membakar tidak jadi membakar, karena permasalahannya I ekonomi. Jadi, kalau kita hanya bisa melarang, lalu (kesejahteraan) mereka bagaimana,” katanya.
Dengan dasar itu, BNPB bersama seluruh komponen kementerian dan lembaga yang telah memiliki sumber binaan di setiap daerah juga akan menerapkan langkah budaya pencegahan dengan pendekatan-pendekatan kognitif dan memperhatikan berbagai sektor, salah satunya ekonomi.
Dalam upaya pencegahan tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mendukung penuh BNPB dengan memberi data mengenai desa yang terbukti membakar lahan. Hal itu, agar kinerja BNPB bersama kementerian dan lembaga lain dalam melakukan pendekatan atau penindakan tidak terjadi tumpang tindih.
Badan Restorasi Gambut (BRG) juga memberikan dukungan dengan pembuatan sekat kanal sebagai penampungan air. Selain untuk pemadaman kebakaran, juga dilakukan untuk mengantisipasi kekeringan di musim kemarau.
BRG juga telah menyiapkan 11 ribu sumur bor untuk pembasahan lahan. Dalam pengoperasiannya, BRG menyambut langkah positif yang disampaikan Kepala BNPB tentang kolaborasi TNI dan Polri.
BRG membutuhkan tim pengawasan dan keamanan dalam inventarisasi BRG seperti pemeliharaan dan pengoperasian embung serta perbaikannya, karena saat ini bagain dinding sekat kanal dan embung mengalami kerusakan.
Dalam rapat tersebut, Kementerian Pertanian (Kementan) akan memberikan 500 juta bibit siap tanam dengan alokasi dana 30 milyar. Dana tersebut disebar di beberapa wilayah seperti Sumatera Utara, Maluku, dan Pulau Jawa.
Hanya, Kementan masih belum membahas secara keseluruhan mengenai kebijakan penanaman bibit tersebut, akan dimaksimalkan di area terdampak karhutla atau di area lain. Akan tetapi Kementan juga memiliki misi untuk mengembalikan kejayaan rempah.
Sementara Kementerian Sosial (Kemsos) akan fokus pada penyampaian dana santunan bagi para korban asap. Dalam upaya pencegahan, Kemsos akan membiayai dan menggerakkan Tagana dalam menangani kebutuhan warga pasca kebakaran seperti pemenuhan shelter, dapur umum, trauma healing, pemakaman, dan atau hal.
BMKG akan berkolaborasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dalam menyampaikan informasi upaya pemerintah dan wilayah titik hotspot serta panduan penanggulangan dan pencegahannya kepada masyarakat.
Dari beberapa paparan yang disampaikan peserta rapat, Doni berharap, sinergi dari setiap kementerian dan lembaga ini dapat dilakukan secara berkesinambungan, agar kedepannya predikat Indonesia sebagai swalayan bencana dapat berkurang di mata dunia yang diimbangi dengan meningkatnya kapasitas dan kesadaran manusia akan lingkungan, sebagai mana “Kita Jaga Alam, Alam Jaga Kita”.
Sumber: bnpb.go.id | Editor: Ayi Kusmawan