DARA | JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta pemerintah kembali meninjau keputusan menaikkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Langkah pemerintah, dinilai KPK tak menjawab persoalan mendasar dalam pengelolaan dana jaminan sosial kesehatan.
“Solusi menaikkan iuran BPJS sebelum ada perbaikan sebagaimana rekomendasi kami,” kata Pimpinan KPK Nurul Ghufron dalam keterangannya seperti dikutip cnnindonesia.com, Sabtu (16/5/2020).
Ghufron menjelaskan, pada 2019 lalu KPK sempat melakukan kajian tentang Tata Kelola Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan. Kajian tersebut menemukan bahwa defisit BPJS Kesehatan disebabkan karena tata kelola yang inefisien dan tidak tepat.
Dirinya bahkan memperkirakan bahwa kenaikan iuran BPJS Kesehatan tidak dapat mencapai tujuan Jaminan sosial sebagaimana diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 2004. Di situ dijelaskan bahwa jaminan sosial adalah bentuk perlindungan sosial untuk menjamin kebutuhan dasar masyarakat dapat memenuhi.
Dengan kata lain, keikutsertaan masyarakat dalam BPJS Kesehatan, kata Ghufron, merupakan indikator utama suksesnya perlindungan sosial kesehatan.
“Dengan menaikkan iuran di kala kemampuan ekonomi rakyat menurun, dipastikan akan menurunkan tingkat kepesertaan seluruh rakyat dalam BPJS,” jelasnya.
Ghufron kembali mengingatkan pemerintah terkait rekomendasi oleh KPK. Pertama, jelasnya, KPK mendukung penuh tercapainya program pemerintah dalam menyelenggarakan universal health coverage.
Menurutnya, hal itu harus dilakukan dengan memastikan masyarakat memiliki akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang ditunjang fasilitas kesehatan yang baik.
Ghufron melanjutkan, sejumlah alternatif solusi itu di antaranya pemerintah menyelesaikan Pedoman Nasional Praktik Kedokteran (PNPK), melakukan penertiban kelas Rumah Sakit. Selanjutnya, pemerintah juga harus mengimplementasikan kebijakan urun biaya (co-payment) untuk peserta mandiri sebagaimana diatur dalam Permenkes 51 tahun 2018 tentang Urun Biaya dan Selisih Biaya dalam Program Jaminan Kesehatan.
“Pemerintah sebaiknya juga menerapkan kebijakan pembatasan manfaat untuk klaim atas penyakit katastropik sebagai bagian dari upaya pencegahan. Selain itu, mengakselerasi implementasi kebijakan coordination of benefit (COB) dengan asuransi kesehatan swasta,” terangnya.
Sementara itu, terkait tunggakan iuran dari peserta mandiri, KPK merekomendasikan pemerintah mengaitkan kewajiban membayar iuran BPJS Kesehatan dengan pelayanan publik.
Ghufron menilai, rekomendasi tersebut merupakan solusi untuk memperbaiki inefisiensi dan menutup potensi penyimpangan (fraud) yang ditemukan dalam kajian KPK.
“Kami berharap program pemerintah untuk memberikan manfaat dalam penyediaan layanan dasar kesehatan dapat dirasakan seluruh rakyat Indonesia, dibandingkan dengan menaikkan yang akan menurunkan keikutsertaan rakyat pada BPJS kesehatan,” pungkasnya.***