Masalah kesehatan mental tidak bisa dianggap sepele.
DARA | Meski tidak menyebabkan kematian secara langsung, gangguan mental tetap berdampak buruk bagi kesehatan, serta mengakibatkan penderitaan berkepanjangan, baik kepada penderitanya, keluarga maupun orang di sekitarnya.
Oleh karenanya, penting untuk menumbuhkan kesadaran akan pentingnya kesehatan mental, serta mengenali jenis-jenis gangguan mental pada umumnya. Apa yang dimaksud dengan kesehatan mental?
Seseorang dikatakan sehat secara mental jika dapat berkembang maksimal secara fisik, spiritual, dan sosial, sehingga ia sadar akan kemampuannya sendiri, mampu mengatasi tekanan dan bekerja secara produktif, serta bermanfaat bagi masyarakat di sekitarnya. Lalu, apa saja ciri-ciri orang yang mengalami gangguan mental?
Jenis Gangguan Mental yang Perlu Diketahui
Gangguan mental atau mental health disorders bisa dikatakan sebagai suatu penyakit (mental illness), yang dapat menyebabkan perubahan pada emosi, pola pikir, dan perilaku penderitanya. Perubahan ini dikatakan sebagai gangguan jiwa, jika sudah menghambat aktivitas sehari-hari dan gaya hidup normal penderitanya.
Berikut adalah jenis-jenis gangguan mental yang umum terjadi di sekitar kita.
1. Depresi
Gangguan kesehatan mental yang menyebabkan seseorang merasa sedih berkepanjangan, dan kehilangan minat terhadap aktivitas sehari-hari yang biasa dilakukan. Kondisi ini bisa berlangsung lama, mulai dari berminggu-minggu sampai berbulan-bulan.
Sayangnya, depresi seringkali terabaikan karena dianggap sebagai gejala stres biasa. Padahal deteksi dini gejala depresi dapat membuka jalan untuk penanganan dan dukungan yang dibutuhkan.
Kenali gejala-gejala depresi, antara lain:
-Sedih dan murung.
-Kehilangan semangat dan energi.
-Hilang nafsu makan.
-Sulit tidur atau sebaliknya tidur berlebihan.
-Merasa pesimis dan tidak berguna.
-Sulit berkonsentrasi dan membuat keputusan.
-Gelisah dan tidak tenang.
-Merasa bersalah dan putus asa
-Memiliki pikiran menyakiti diri sendiri atau bunuh diri.
-Gangguan fisik, seperti nyeri punggung dan sakit kepala.
Banyak faktor yang dapat memicu timbulnya gejala depresi, antara lain:
-Mengalami peristiwa traumatis, seperti kehilangan orang yang dicintai, kekerasan, kebangkrutan, atau kehilangan pekerjaan dan mata pencaharian.
-Riwayat gangguan kesehatan mental dalam keluarga.
-Penyalahgunaan alkohol atau obat terlarang, atau konsumsi obat berlebihan.
-Menderita penyakit kronis yang sulit disembuhkan, seperti kanker, HIV/AIDS, penyakit jantung atau cacat tubuh.
-Memiliki kepribadian yang lemah dan tidak mandiri, serta terlalu keras dalam menilai diri sendiri.
Hindari mendiagnosis diri sendiri jika mengalami gejala-gejala depresi. Segera cari bantuan dokter atau psikiater. Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan psikologis, wawancara medis, serta pemeriksaan darah, jika diperlukan, untuk menentukan penyebab dan gejala depresi.
Kemudian, setelah diagnosis depresi ditegakkan, dokter dapat melakukan berbagai cara untuk mengatasinya, seperti terapi psikososial, psikoterapi, atau meresepkan obat antidepresan untuk mengembalikan keseimbangan senyawa kimia dalam otak, yang berfungsi membawa dan mengirimkan pesan ke otak.
2. Gangguan Kecemasan
Merasa cemas sebenarnya merupakan suatu hal yang wajar, seperti saat akan melakukan wawancara pekerjaan, ujian di sekolah, atau mengambil keputusan penting.
Namun, perasaan cemas ini akan menjadi gangguan kecemasan atau anxiety disorders ketika penderitanya merespon situasi atau hal-hal yang dialaminya dengan perasaan takut, cemas, dan khawatir yang berlebihan, bahkan tanpa alasan yang jelas. Gangguan kecemasan ini bisa berlangsung cukup lama, sehingga berdampak pada kemampuan untuk beraktivitas sehari-hari dan kualitas hidup penderitanya.
Beberapa jenis gangguan kecemasan yang banyak terjadi antara lain:
-Gangguan Kecemasan Umum (GAD)
Jenis gangguan mental yang memicu perasaan cemas berlebihan, yang sulit dikendalikan dan berlarut-larut.
-Gangguan Kecemasan Sosial (GAK)
Kecemasan berlebihan saat berada dalam situasi sosial dan keramaian, dimana penderitanya akan merasa khawatir akan dihakimi, diejek, atau merasa malu berada di hadapan orang lain.
-Fobia
Rasa takut dan cemas berlebihan yang dipicu oleh hal-hal, seperti tempat yang tertutup (agoraphobia), atau kejadian yang pernah dialami.
-Panic Disorder
Serangan panik yang terjadi tiba-tiba tanpa tanda-tanda sebelumnya. dan bisa terjadi berkali-kali.
Walaupun berbeda-beda, gejala-gejala yang umum dirasakan oleh orang yang menderita gangguan kecemasan adalah:
-Gejala Psikologis
*Rasa gelisah, tegang dan sulit tenang.
*Sulit berkonsentrasi atau merasa mudah terganggu.
*Mengalami gangguan tidur.
-Gejala Fisik
*Sakit kepala, nyeri otot, atau gangguan pencernaan.
*Merasa lelah berlebihan.
*Napas tersengal-sengal atau sesak napas.
*Mual.
*Otot tegang atau tremor.
*Keringat dingin
*Jantung berdebar-debar
Penyebabnya bisa bermacam-macam, antara lain
-Ketidakseimbangan senyawa kimia dalam otak yang dikenal sebagai neurotransmitter, serta hormon seperti serotonin, dopamin, atau norepinephrine.
-Kelainan pada otak, dimana terjadi peningkatan aktivitas amygdala, yaitu bagian otak yang berperan dalam mengelola rasa takut dan cemas.
-Faktor genetika yang membuat risiko seseorang terserang gangguan kecemasan lebih tinggi.
-Stres atau trauma yang berlangsung dalam jangka waktu lama dapat mengubah neurotransmitter yang mengendalikan suasana hati Anda, sehingga dapat memicu timbulnya gangguan kecemasan.
Segera lakukan pemeriksaan dan berkonsultasi dengan tenaga kesehatan profesional atau psikiater jika mengalami gejala gangguan kecemasan.
3. Gangguan Bipolar
Gangguan mental yang ditandai dengan perubahan ekstrim pada suasana hati, dari merasa sangat gembira kemudian berubah menjadi sangat sedih secara drastis.
Perubahan suasana hati yang drastis ini dapat mempengaruhi tingkat energi, perilaku dan kemampuan berpikir penderitanya dalam waktu cukup lama, sehingga mengganggu kemampuan penderitanya untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Secara umum, gejala bipolar dapat dibagi ke dalam 2 fase, yaitu fase mania dan fase depresi sebagai berikut:
Fase Mania
Fase mania merupakan ciri utama gangguan bipolar I, dimana penderitanya akan mengalami episode suasana hati yang sangat bersemangat dan senang, tapi juga sensitif dan mudah tersinggung.
Orang yang berada dalam kondisi mania dapat melakukan hal-hal yang dapat merugikan mereka secara fisik, sosial, maupun finansial, seperti menghamburkan uang, berjudi atau mengendarai mobil secara sembarangan.
Gejala mania lainnya antara lain pikirannya berpacu dan merasa bisa melakukan banyak hal sekaligus, berbicara dengan sangat cepat atau merasa dirinya sangat penting, kuat, dan berbakat.
Fase Depresi
Pada fase ini penderita bipolar akan mengalami gejala-gejala seperti yang dirasakan oleh penderita depresi, yaitu lelah, merasa hampa dan sangat sedih, kehilangan nafsu makan dan tidak berminat melakukan aktivitas sehari-hari, serta merasa tidak berharga dan putus asa.
Selain kedua fase ini, penderita bipolar kadang mengalami kondisi suasana hati normal, yang dikenal sebagai euthymia.
Adapun penyebab gangguan bipolar bisa bermacam-macam, mulai dari perubahan aktivitas dan ukuran otak, sampai trauma dan stres berlebihan.
Walaupun gangguan bipolar merupakan penyakit seumur hidup yang tidak bisa sembuh seutuhnya, terapi dan pengobatan yang tepat bisa membantu mengatasi gejala-gejalanya.
4. Skizofrenia
Skizofrenia merupakan gangguan psikosis yang dapat mengacaukan pikiran, ingatan dan perilaku, sehingga penderita sulit membedakan kenyataan dengan pikirannya sendiri. Orang yang menderita skizofrenia akan mengalami gejala-gejala berikut ini:
Delusi
Keyakinan yang salah, contohnya merasa ada orang lain yang mengendalikan pikiran dan perbuatan kita. Walaupun banyak bukti keyakinan itu salah, penderitanya tetap tidak percaya.
Halusinasi
Merasa melihat, mendengar, atau menyentuh hal-hal yang tidak dirasakan oleh orang lain, seperti bisikan, suara-suara, dan lain sebagainya.
Ketidakmampuan berbicara secara koheren
Misalnya, berbicara kacau dan sulit dimengerti orang lain.
Kehilangan motivasi
Penderita tidak bersemangat melakukan aktivitas yang biasa diminati dan berhubungan dengan orang lain.
Curiga berlebihan dan paranoid
Hal ini mengakibatkan penderita tidak peduli dengan sekitarnya.
Kumal dan kotor
Penderita tidak mempedulikan kebersihan dan penampilan dirinya.
Para ahli mengatakan skizofrenia terjadi karena berbagai faktor, yang paling utama adalah:
Ketidakseimbangan senyawa kimia pada otak, yang bertanggung jawab untuk mengirimkan sinyal komunikasi dari sel ke sel.
Masalah dalam perkembangan otak sebelum kelahiran.
Koneksi yang terputus antara berbagai bagian di otak kita.
Skizofrenia tidak bisa disembuhkan, namun bisa ditangani dengan perawatan dan pengobatan yang tepat oleh dokter dan psikiater.
5. Gangguan Makan
Gangguan makan atau eating disorders adalah perilaku terhadap pola makan yang dapat menyebabkan masalah kesehatan serius, baik pada fisik maupun emosi. Gangguan makan yang berlangsung terus menerus dalam waktu lama dapat menghambat tubuh untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan, serta merusak organ tubuh seperti jantung, tulang, sistem pencernaan, hingga membahayakan jiwa.
Tiga jenis gangguan makan yang paling umum terjadi adalah:
-Anoreksia
Anoreksia nervosa adalah gangguan mental yang menyebabkan penderitanya makan lebih sedikit daripada yang dibutuhkan oleh tubuh, karena penderitanya terobsesi untuk kurus dan menurunkan berat badan terus menerus. Ini bisa terjadi pada siapa saja, termasuk yang berat badannya sudah di bawah rata-rata.
Kenali gejala-gejala anoreksia, antara lain tidak mau makan dan menyangkal rasa lapar, mengalami penurunan berat badan secara drastis, atau berolahraga secara berlebihan.
-Bulimia
Penderita bulimia nervosa memiliki kecenderungan makan dalam porsi banyak dengan frekuensi lebih sering. Kemudian, karena takut berat badannya meningkat, penderita bulimia akan memuntahkan kembali makanan yang sudah dimakan, baik secara paksa maupun menggunakan obat pencahar.
Gejala orang yang mengalami bulimia, selain tidak mampu mengontrol dirinya untuk tidak mengeluarkan kembali makanan yang baru saja dikonsumsi, juga memiliki kebiasaan olahraga berlebihan, dan sering pergi ke kamar mandi setelah makan.
-Binge Eating Disorder (BED)
Gangguan makan berlebihan atau binge eating disorder terjadi ketika seseorang kehilangan kendali atas pola makannya, sehingga cenderung untuk makan lebih cepat dan banyak, bahkan saat tidak merasa lapar dan sudah kenyang.
Namun, berbeda dengan penderita bulimia, penderita gangguan makan berlebihan tidak melakukan kompensasi seperti memuntahkan kembali makanannya atau berolahraga secara berlebihan. Penderita BED juga cenderung makan sendirian karena malu dengan porsi makanannya, tapi kemudian merasa depresi dan bersalah setelah makan.
Jika Anda atau orang yang Anda kenal mengalami gejala-gejala dari ketiga jenis gangguan makan di atas, jangan ragu untuk mencari bantuan medis dan berkonsultasi kepada dokter, khususnya dokter spesialis gizi klinis. Gangguan makan dapat diatasi dengan bimbingan pola makan sehat, terapi dan pengobatan yang tepat dari dokter dan tenaga ahli kesehatan terkait.
6. Gangguan Obsesif Kompulsif (OCD)
Obsessive compulsive disorder (OCD) merupakan gangguan mental yang menyebabkan penderitanya melakukan suatu hal tertentu secara berulang-ulang untuk mengurangi kecemasan dalam pikirannya. Misalnya, mencuci tangan berkali-kali karena takut terserang penyakit, atau mengecek kunci pintu berkali-kali.
Penderita OCD biasanya sadar bahwa dorongan obsesif tersebut bermasalah, namun tidak bisa melawannya. Beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko seseorang menderita OCD antara lain faktor genetik, perubahan senyawa kimia pada otak, serta faktor lingkungan di sekitar penderita.
Sejauh ini belum ada cara yang pasti untuk mencegah OCD. Namun, pemeriksaan dan penanganan sejak awal oleh tenaga kesehatan dapat membantu penderita mengendalikan gejala-gejala OCD, agar tidak semakin memburuk hingga mengganggu aktivitas dan kehidupan yang normal.
7. Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)
Gangguan stres pasca trauma atau PTSD (post traumatic stress disorder) merupakan gangguan mental, yang dipicu oleh pengalaman atau menyaksikan peristiwa yang mengerikan bahkan mengancam jiwa, sehingga menimbulkan trauma.
Peristiwa atau kejadian traumatis yang bisa memicu gejala PTSD antara lain kecelakaan, kekerasan fisik dan perundungan, pelecehan seksual, bencana alam, peperangan, atau penyakit yang mengancam jiwa seperti serangan jantung.
Gejala-gejala PTSD bisa dirasakan dalam jangka waktu pendek yaitu satu bulan setelah peristiwanya, yang dikenal sebagai acute stress disorder, atau lebih dari satu bulan hingga seumur hidup, yaitu complex PTSD (CPTSD).
Beberapa gejala yang umumnya dirasakan oleh penderita PTSD adalah:
-Ingatan terhadap peristiwa masa lalu yang muncul berulang-ulang dan menimbulkan rasa takut dan cemas, sehingga mengganggu penderitanya.
-Sulit tidur dan sering bermimpi buruk.
-Kecenderungan untuk menghindari tempat, aktivitas, dan hal-hal yang berhubungan dengan peristiwa traumatis tersebut.
-Perubahan perilaku dan emosi, seperti mudah stres, marah, takut, dan susah berkonsentrasi.
Segera periksakan diri ke dokter atau psikiater, jika mengalami gejala-gejala PTSD selama lebih dari 1 bulan. Dokter biasanya akan melakukan pemeriksaan dan merekomendasikan psikoterapi dan pengobatan yang dibutuhkan untuk mengatasi gejala-gejala PTSD.
Masih banyak lagi jenis gangguan mental yang harus kita waspadai. Yang pasti, apapun jenis dan berat ringannya, masalah kesehatan mental dapat berdampak pada penurunan produktivitas sumber daya manusia Indonesia dalam jangka panjang, sehingga perlu menjadi perhatian kita bersama.***
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di web resmi kemenkes dengan judul: