DARA | Tragedi kekerasan kembali terjadi di lingkungan lembaga pendidikan tanah air. Kali ini peristiwa pemukulan yunior oleh seniornya itu menerpa Akademi Teknik Keselamatan Penerbangan (ATKP) Makassar, Rabu 6 Februari 2019.
Aldama Putra Pangkolan, siswa taruna berumur 19 tahun tewas setelah dipukuli seniorna bernama Muhammad Rusdi berusia 21 tahun.
Kepala Polrestabes Makassar, Kombes Polisi Wahyu Dwi Ariwibowo menuturkan, pelaku yaitu Muhamad Rusdi adalah taruna tingkat dua ATKP. Ia memukuli tubuh Aldama bagian depan. Aldama oleng dan langsung terjatuh. Muhamad Rusdi panik, lalu bersama taruna-taruna lain sempat memberikan pertolongan pertama dengan nafas bantuan. Kemudian membawa Aldama ke ruang perawatan sebelum dibawa lagi ke rumah sakit terdekat. Namun, setelah di diperiksa, pihak rumah sakit menyatakan Aldama sudah meningal dunia.
Lalu apa latarbelakang Rusdi memukuli Aldama? Dari hasil penyelidikan pihak kepolisian terungkap bahwa gara-garanya hanya karena persoalan Aldama tidak mengenakan helm saat mengendarai motor di dalam kampus ATKP Jl Salodong, Kelurahan Untia, Kecamatan Biringkanaya, Makassar. Saat itu, korban baru tiba di kampus setelah izin bermalam luar (IBL) yang dilakukan setiap Sabtu dan Minggu.
Ironisnya, seperti dilansir sejumlah media, pihak kampus sempat menyebutkan kematian Aldama karena terjatuh di kamar mandi. Namun, pihak keluarga tidak percaya setelah melihat kondisi tubuh Aldama yang penuh luka lebam. Lalu melaporkan tragedi itu ke kepolisian dan terbukti Aldama tewas karena korban penganiayaan yang kemudian menyeret Muhamad Rusdi sebagai tersengka. Pihak kepolisian mengatakan tidak menutup kemungkinan akan ada penambahan tersangka baru.
Dalam pengungkapan kasus ini, polisi sudah meminta keterangan sekitar 20 saksi dan memeriksa rekaman CCTV, lalu polisi menangkap Muhamad Rusdi.
Sementara itu, ayah korban yaitu Daniel, menuturkan saat itu mendapat kabar dari salah satu pengasuh di ATKP Makassar. “Saya ditelepon malam-malam oleh pengasuh anak saya di ATKP, katanya bisa merapat ke RS Sayang Rakyat, soalnya anak saya katanya jatuh,” ujarnya.
Jadi awalnya Daniel memperkirakan Aldama hanya luka atau patah. Namun, pas saya tiba di RS Sayang Rakyat, ada yang memberitahu bahwa Alfama sudah meninggal. Daniel tidak segera percaya terhadap keterangan pihak kampus jika anaknya meninggal karena terjatuh di kamar mandi. “Saya tanya, anak saya ini mati karena apa. Dari ATKP, pengasuhnya itu bilang anak saya jatuh di kamar mandi,” katanya, Namun, jawaban pihak ATKP tidak diterima Pelda Daniel, lantaran kondisi Aldama Putra yang mengalami sejumlah luka di wajahnya. Daniel pun langsung melaporkan ke polisi.
Terungkaplah sudah oleh kepolisian bahwa Aldama anak semata wayang Daniel tewas karena penganiayaan. Tentu saja Daniel kecewa berat, seakan tidak iklas kalau Aldama harus berpulang karena dianiaya. “Aldama anak yang pendiam dan penurut. Saya sudah bayar Rp 21 juta, biaya itu termasuk biaya satu semester Rp 10 Juta beserta uang perlengkapan, seragam dan lainnya. Seandainya saya tahu anak begini, saya tidak sekolahkan dia di ATKP. Mendingan di kampus lain, kalau masuk hanya untuk dipukuli hingga meninggal,” ujar Daniel.
Satu kisah yang menarik diceritakan Daniel, sempat menanyakan luka-luka yang ada di tubuh anaknya itu. Namun, Aldama beralasan bahwa luka itu didapatkan saat berlatih karate. “Anak saya itu tidak pernah terbuka meski saya biasa tanya dia kenapa ada luka lebam itu yang sering ada pada tubuhnya. Cuma dia singkat jawabnya, ‘biasalah Pak kalau latihan karate’. Saya pun kembali tenang, meski was-was melihat biasa ada luka lebam di tubuhnya,” ujar Daniel.***
Editor: denkur