Oleh: Drs H Djamu Kertabudi (Pengamat Ilmu Politik dan Pemerintahan/ Wanhat P4KBB)
Suara berdentang lonceng dimulainya kompetisi partai politik dalam kontestasi Pilkada Serentak 2024 di Bandung Barat, tampak menggema seiring dengan dibukanya pendaftaran bakal calon bupati oleh partai politik.
Partai politik yang secara resmi telah membuka pendaftaran terdiri dari Demokrat, PDIP, PAN, Nasdem, PKB dan Gerindra. Sementara PKS memiliki tradisi tersendiri untuk mengutamakan kader partainya.
Sedangkan Golkar bersifat “wait & see”, melihat dahulu dinamika yang berkembang, baik di intern maupun ekstern partainya.
Yang lebih menarik, hasil pemilu legislatif untuk kursi DPRD KBB tampak dengan jelas tidak ada kekuatan partai mayoritas maupun minoritas, dan menggambarkan kekuatan yang bersifat egaliter.
Hal ini dapat dilihat dari komposisi kursi yaitu PKS 8 kursi, Gerindra 8 kursi, Golkar 8 kursi, PKB 6 kursi dan PDIP, Demokrat, Nasdem, PAN masing-masing 5 kursi.
Sehingga penulis sebelumnya memprediksi konstruksi koalisi partai dalam rangka mengakomodasi banyaknya bakal calon yang mendaftar ke partai politik bisa 4 koalisi partai yang mengusung 4 pasangan calon Bupati/Wakil Bupati.
Formulanya 8 – 5 dan 6 – 5 atau mungkin 8 – 8 dan 5 – 5.
Mengenai pembentukan koalisi partai seharusnya berdasarkan kesepakatan tentang kriteria paslon yang akan diusung, sehingga koalisi partai ini secara satu kesatuan membuka pendaftaran bakal calon.
Sehingga dapat memberikan jaminan bahwa bakal calon yang mendaftarkan dirinya terlindungi haknya karena mendapat kepastian pemenuhan persyaratan koalisi partai pengusung.
Lain halnya dengan saat ini yang terjadi, masing-masing partai yang tidak memenuhi persyaratan pengusungan sudah membuka pendaftaran.
Bagi bakal calon yang sudah melalui seleksi sampai tingkat pusat dan sudah menjalin “kesepakatan” dengan cara yang ” berdarah-darah”, tidak serta merta memperoleh naskah rekom, karena rekom terbit harus menetapkan pasangan.
Dengan demikian calon tersebut diwajibkan mencari pasangan dan partai lain untuk berkoalisi. Dari gambaran ini dapat dikatakan kemungkinan besar banyak bakal calon terutama bakal calon yang memiliki kapasitas yang memadai berguguran alias berhenti di tengah jalan. Memprihatinkan, bukan ?
Perkembangan selanjutnya, tampak ada wacana koalisi tiga partai, yaitu PDIP, PKS dan Demokrat, dengan kekuatan 18 kursi di DPRD.
Meskipun memiliki kekuatan yang signifikan, akan tetapi menyisakan satu persoalan krusial dalam hal penentuan pasangan.
Mengingat ketiga partai ini memiliki “jagonya” masing-masing terutama PDIP dan Demokrat yang dihasilkan melalui proses pendaftaran terbuka dan hasil seleksi yang sangat ketat dan “berat”.
Pertanyaannya, adakah satu partai yang legowo untuk mengalah jagonya tidak termasuk pasangan yang disepakati? PKS-kah?
Mana mungkin partai politik yang memperoleh 8 kursi, bahkan mendapat jatah Ketua DPRD KBB ini mau merelakan peluang besarnya begitu saja.
Di politik tidak ada yang mustahil, bukan? Sementara partai lain dalam membangun koalisi masih menjalin komunikasi intensif seperti Gerindra, PAN, dan PKB. Golkar? duka tah ! Wallohu a’lam.
Editor: denkur