DARA | JAKARTA – Koalisi Masyarakat Sipil menyerahkan laporan hasil pemantauan kasus penyiraman air keras Pimpinan KPK, Novel Baswedan. Laporan itu disusun Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) bersama LBH Jakarta, KontraS, Lokataru Foundation, ICW, LBH Pers, PSHK AMAR, Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) FH Universitas Andalas, serta PUKAT UGM.
Serangan pada Novel terjadi pada 11 April 2017. Namun, dalam laporan itu disebutkan Novel sudah berulang kali mendapatkan teror. “Serangan terhadap Novel merupakan balasan terhadap tindakannya yang sedang menjalankan kewajibannya sebagai penyidik KPK dan bertujuan untuk memperingatkan sekaligus membungkamnya secara langsung dan menghambat kerja-kerja KPK terutama yang melibatkan Novel,” demikian bunyi salah satu poin laporan itu, Selasa (15/1/2019).
Disebutkan juga Novel pernah diserang pada tahun 2012 dan 2015 saat menyidik sejumlah perkara. Penyerangan itu berujung teror penyiraman air keras sebagai upaya pembunuhan berencana. “Serangan terhadap Novel, 11 April 2017 patut dicurigai sebagai pembunuhan berencana. Beberapa indikator, yaitu motif serangan, modus atau pola serangan, dampak serangan dan pelaku serangan,” tulisnya.
“Kepolisian telah mengetahui serangan sejak awal, tetapi tidak mampu melakukan pencegahan karena ada keterlibatan petinggi Polri lainnya,” sebutnya. Selain itu, ada dugaan pengaburan terhadap pengusutan perkara tersebut. Indikasi penghilangan sidik jari hingga terkait pembebasan terduga pelaku.
“Indikasi penghilangan sidik jari pada cangkir yang digunakan untuk menyiramkan air keras. Melepaskan orang yang patut diduga sebagai pelaku lapangan dengan inisial AL, H, dan M. Mereka diduga berperan sebagai pengintai dan/atau eksekutor atau penyiram,” sebutnya.
Laporan itu juga menyebutkan teror pada Novel bertujuan menghalangi upaya pemberantasan korupsi atau obstruction of justice yang dapat dijerat dengan Undang-Undang Pemberantasan Tipikor. Rekomendasi pun diberikan pada Presiden, KPK, Kepolisian, Ombudsman, hingga Komnas HAM.
Rekomendasi pada presiden yaitu agar mengevaluasi kinerja kepolisian dan mengambilalih tugas kepolisian dengan membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF). Selain itu, presiden direkomendasikan agar memberi mandat pada TGPF untuk memeriksa seluruh aparat penegak hukum dan pihak lain yang diduga terlibat dalam teror itu serta mendesak pimpinan KPK menerapkan dugaan obstruction of justice.
“Rekomendasi untuk Polri yaitu memberikan laporan perkembangan secara rinci atas serangan terhadap penyidik atau penyelidik atau staf KPK, yang telah dilaporkan kepada kepolisian kepada presiden dan menghormati proses pengungkapan melalui TGPF. Menghormati dan mendukung penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh KPK terhadap dugaan obstruction of justiceatas penyerangan terhadap Novel dan penyidik atau penyelidik atau staf KPK lainnya,” tulisnya.
“Membebastugaskan anggota kepolisian yang diduga terlibat dalam penyerangan terhadap Novel dan penyidik atau penyelidik atau staf lainnya. Memberhentikan setiap anggota kepolisian yang terbukti terlibat dalam pelemahan KPK dan juga serangan terhadap penyidik KPK,” imbuhnya.
Isu mengenai keterlibatan petinggi Polri ini mengemuka tak lama setelah penyerangan Novel pada April 2017. Kepada time.com, Novel menyatakan dia mendapatkan informasi mengenai dugaan keterlibatan jenderal polisi dalam penyerangannya ini. Menanggapi informasi dari Novel tersebut, Polri mempersilakan Novel untuk menunjuk nama si jenderal secara terang-terangan.
“Katakan jenderal mana, buka,” ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Penmas) Divisi Humas Polri yang saat itu dijabat Brigjen M Iqbal kepada wartawan di Mapolres Jakarta Selatan, Jalan Wijaya II, Kebayoran Baru, Jaksel, Rabu (11/4/2018) silam.
Iqbal mengatakan Polri sangat terbuka menerima informasi dari masyarakat maupun Novel sendiri. Polisi akan sangat mengapresiasi jika Novel terbuka soal siapa sosok jenderal yang dicurigai ini.
Setyo Wasisto yang kala itu menjabat sebagai Kadiv Humas Polri menyatakan polisi telah mengerahkan Densus hingga Inafis untuk mengungkap kasus Novel. Polri juga mengirim tim ke Singapura untuk mengkonfirmasi pernyataan soal jenderal.
“Kalau dia (Novel) menyebut nama, sebaiknya hati-hati, karena kalau menyebut nama dan tidak terbukti ada implikasi hukum,” ujar Setyo.***
Editor: denkur
Berita ini pernah ditayangkan detikcom dengan judul: “Koalisi Sipil Ungkap Temuan Teror Novel, Sebut Petinggi Polri”, Selasa (15/1/2019)