Sekretaris Komisi A DPRD Kabupaten Bandung, Tedi Surahman menyoroti lemahnya pengelolaan aset milik Pemerintah Kabupaten Bandung.
DARA | Menurut Tedi, selama ini keberadaan aset milik Pemkab Bandung belum terakomodir dengan baik, bahkan banyak diantaranya yang tidak terdata dengan benar.
“Seharusanya Pemkab Bandung memiliki data yang akurat atas semua aset yang dimilikinya baik aset berupa lahan/tanah, bangunan, ataupun aset yang berupa barang seperti meubeuler dan kendaraan,” ujar Tedi ditemui di ruang Fraksi PKS DPRD Kabupaten Bandung, di Soreang, Jumat (20/1/2023).
Tedi mengatakan, pengadaan aset-aset milik Pemkab Bandung tentu mengeluarkan anggaran yang tidak sedikit, karena itu pengelolaannya pun harus benar.
Menurutnya, permasalahan aset seringkali menjadi temuan BPK, sehingga menghambat perolehan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
“Salah satu kendala perolehan WTP dulu yaitu permasalahan aset karena pencatatannya yang belum rapi,” kata Tedi.
Padahal, katanya, jika pengelolaan aset dilakukan dengan baik, hal tersebut bisa menjadi potensi besar untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Yang dimaksud pengelolaan aset disini itu bukan hanya mencatat keberadaan asetnya saja, ya,” katanya.
Namun demikian, menurut Tedi, pihaknya tidak bisa menyalahkan pemerintah begitu saja, pasalnya, selama ini keberadaan bagian pengelolaan aset daerah itu hanya berupa bidang di Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) sehingga tidak memiliki kewenangan lebih.
“Tugas bidang pengelolaan aset sekarang ini kan hanya sebaagai juru catat saja, tidak memiliki kewenangan lebih,” jelas Tedi.
Karena itu, pihaknya mendorong agar pemerintah membentuk badan pengelolan aset terpisah agar bisa lebih fokus dan memiliki kewenangan lebih terkait pengelolaan aset, dari mulai perencanaan, penganggaran, pencatatan hingga penghapusan.
Semua hal terkait pengelolaan aset tersebut selama ini belum dilakukan di Pemkab Bandung sehingga banyak sekali aset daerah yang terbengkalai, lanjut Tedi.
Ia mencontohkan, salah satu aset Pemkab Bandung yang terbengkalai diantaranya lahan bekas Puskesmas Bihbul di Margahayu. Dimana, setelah Puskesmas tersebut dibongkar dan tidak dibangun kembali, lahannya malah dijadikan area parkir liar.
“Setelah lahannya kosong, disana itu malah dijadikan tempat parkir truk liar, itu kan kalau dikelola dengan baik bisa jadi pemasukan, sementara selama ini tidak jelas pengelolaannya. Pihak Badan Anggaran DPRD Kabupaten Bandung memang sempat kesana dan menertibkannya, lahannya sampai di portal, tapi tidak berapa lama kemudian, portalnya sudah ada yang membongkar dan dijadikan lahan parkir liar lagi, itu yang sangat disayangkan,” tutur Tedi.
Contoh lainnya, adalah lahan di Balong Gede Kota Bandung yang sampai hari ini masih merupakan aset Pemkab Bandung tapi pengelolaannya tidak jelas.
Disamping itu banyak juga lahan-lahan hasil tukar guling yang ternyata belum tercatat bahkan banyak yang sampai digugat oleh ahli waris dan Pemkab Bandung kalah karena tidak memiliki cukup bukti kepemilikan.
“Karena aset tidak dikelola dengan maksimal akhirnya hal-hal yang seharusnya menjadi potensi pendapatan daerah jadi nihil, banyak juga aset bergerak seperti kendaraan dinas yang tidak jelas pemakaiannya,” ujar Tedi.
Itulah sebabnya, keberadaan badan pengelolaan aset terpisah sangatlah penting, walaupun hanya badan tipe C, dimana nantinya badan tersebut akan memiliki kewenangan dan lebih leluasa untuk mengelola aset agar produktif dan menambah pendapatan daerah.
Editor: denkur