“Ada dua pekerjaan rumah yang kami berikan ke SKPD. Pertama konsultasi ke kabupaten atau kota lain sebagai referensi. Kemudian berkonsultasi ke pemerintah pusat melalui Kemenpan RB dan Kemendikbud,” saran Bagja Setiawan.
DARA | BANDUNG – Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jawa Barat, merespon keluhan guru honorer yang menuntut diterbitkannya Surat Keputusan (SK) pengangkatan mereka oleh Bupati. Tindaklanjut dari keluhan guru honorer tersebut, Komisi IV merekomendasikan beberapa hal yang dipandang sebagai sebuah solusinya.
Sebelumnya, 122 guru honorer yang telah bersertifikasi mengadukan nasibnya kepada DPRD KBB. Mereka menyampaikan aspirasinya, agar Bupati segera menerbitkan SK pengangkatan, sebagai salah satu persyaratan mendapat honorarium setiap bulannya.
Ketua Komisi IV DPRD KBB, Bagja Setiawan mengungkapkan, pihaknya merekomendasikan membuat nota komisi IV yang ditujukan ke pimpinan dewan untuk disampaikan kepada Bupati melalui Dinas Pendidikan (Disdik), Badan Pengembangan Kepegawaian dan Sumber Daya Manusia
(BPKSDM) dan Bagian Hukum.
“Ada dua pekerjaan rumah yang kami berikan ke SKPD. Pertama konsultasi ke Kabupaten atau Kota lain sebagai referensi. Kemudian berkonsultasi ke pemerintah pusat melalui Kemenpan RB dan Kemendikbud,” ujar Bagja saat dihubungi dara.co.id, Sabtu (16/5/2020).
Menurut Bagja, di beberapa kabupaten/kota lain, Bupati berani mengeluarkan SK pengangkatan atau SK penugasan. Disdiknya juga berani memvalidasi data mereka.
Kemudian yang menjadi pertanyaan, kenapa KBB tidak berani? Dikatakan Bagja alasan Pemkab Bandung Barat tidak berani mengeluarkan SK pengangkatan karena bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku. Khususnya di PP Nomor 48 Tahun 2005 pasal 8 bahwa sejak tahun 2005 itu pemerintah daerah atau kepala daerah tidak boleh lagi mengangkat tenaga honorer.
“Dalam aturan itu, kalaupun Pemkab Bandung Barat mengangkat mereka, maka akan menjadi beban pemerintah daerah dari segi pembiayaan. Jadi Bupati melalui Disdik tidak berani mengeluarkan SK pengangkatan karena bertentangan dengan aturan tersebut,” terangnya.
Selain itu, lanjut Bagja, persoalan yang dihadapi guru honorer di lapangan terjadi diskriminasi aturan. Khusus untuk agama atau di lingkungan Kementrian Agama (Kemenag), mereka bisa mencairkan dana sertifikasi ini cukup dengan SK penugasan seperti yang dipegang oleh guru-guru non PNS di lingkungan Disdik.
Oleh karena itu, Komisi IV dalam rekomendasinya menugaskan kepada intansi terkait untuk berkonsultasi dengan kabupaten/kota lain, yang berani mengeluarkan SK Bupati untuk ini.
Rekomendasi kedua, agar berkonsultasi dengan pemerintah pusat terkait dengan aturan tersebut. Agar persoalan ini tidak berkepanjangan, dan tidak ada tabrakan kepentingan.
“Kami di KBB ingin solusi terbaik untuk semua pihak, biar guru yang bersertifikasi mendapatkan haknya dan pemda juga tidak terjebak dengan keputusan yang akan berimbas hukum ke depan,” tegas anggota dewan dari Fraksi PKS ini.
Bagja juga berharap, pemerintah pusat bisa memberikan solusi atau bisa memberikan legal opinian untuk bisa mencairkan dana sertifikasi.
“Kita akan intens memantau sampai kemudian ada keputusan atau informasi yang baik, yang akan kita sampaikan ke teman-teman guru pada kesempatan berikutnya,” pungkas Bagja.***
Editor: Muhammad Zein